Opini  

Tinjauan Kritis 1 Tahun Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum

Oleh: Dr. Wawan Gunawan*

GUBERNUR Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan wakilnya, Uu Ruzhanul Ulum, melakukan terobosan dengan tidak hanya mengandalkan APBD/APBN dalam mendanai pembangunan di Jabar.

Setidaknya ada 8 sumber yang digunakan untuk pembangunan Jabar, di antaranya kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) atau PPP, obligasi daerah, CSR, dana umat, dan perbankan.

Dengan banyaknya sumber anggaran, memungkinkan proses pembangunan Jabar bisa lebih cepat.

Sebagai catatan, untuk membangun konektivitas di Jabar butuh anggaran lebih kurang Rp300 triliun untuk membangun infrastruktur di Jabar. Jika hanya mengandalkan APBD/APBN, akan sulit mewujudkan percepatan pembangunan di Jabar.

Catatan untuk kebijakan ini adalah regulasi investasi atau penyertaan modal dalam pembiayaan pembangunan yang belum jelas, termasuk juga skema kerja sama yang ditawarkan.

Selanjutnya penerapan Digital Government. Artinya, Pemprov Jabar mulai merancang sistem digital berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk menciptakan pelayanan yang lebih baik dan cepat.

Digital government adalah kesiapan infrastruktur, termasuk SDM dalam mengelola sumber informasi. Data pembangunan (SDM maupun SDA) masih semrawut dan perlu pembenahan signifikan untuk menghasilkan data yang akurat.

Contoh data ASN yang masih acak-acakan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), data sumber kekayaan alam di Dinas ESDM, Kehutanan, dan Pertanian. Data potensi ekonomi termasuk koperasi dan UKM yang masih pabaliut dan tidak jelas mana yang produktif dan mana yang hanya memanfaatkan anggaran bantuan pemerintah. Termasuk juga data sumber pangan di Jabar.

Reformasi birokrasi. Langkah Emil menempatkan ASN sesuai dengan kompetensinya merupakan langkah yang baik untuk membentuk birokrasi yang siap kerja dan ngabret.

Persoalan mendasar yang dihadapi Emil dalam mewujudkan reformasi birokrasi adalah tingginya resistensi dari ASN yang terancam dari zona nyamannya. Akibatnya, banyak birokrasi yang melakukan perlawanan dalam diam. Ini akan menjadi bumerang di kemudian hari.

Penerapan Desa Digital. Ada pemahaman yang kurang nyambung antara keinginan Emil dengan apa yang dipahami birokrat Jabar tentang Desa Digital.

Harapan Emil, desa digital tidak sebatas pengelolaan dan pelayanan di pemdes dilakukan secara digital, tetapi lebih menitikberatkan pada pengelolaan sumber daya desa untuk dikelola secara digital. Salah satunya dengan memanfaatkan Bumdes sebagai organisasi pengelola kekayaan desa.

Catatan mendasar dari program ini adalah; sumber daya apa yang akan dikelola? Bagaimana pengelolaannya? Faktanya, selama ini sumber kekayaan desa telah diangkut keluar Jabar tanpa proses administrasi yang jelas.

Mungkinkah pemerintah menghentikan siklus bisnis yang telah berjalan selama ini? Ini menjadi PR terbesar dalam menata kekayaan desa yang notabene adalah kekayaan daerah Jabar.

*Penulis: Pengamat Pemerintahan dari Universitas Achmad Yani

Sebagaimana dimuat di: http://wjtoday.com/berita/6265/tinjauan-kritis-satu-tahun-ridwan-kamil-uu

Tinggalkan Balasan