BANDUNG, LJ – Yoga Tri Herlambang adalah salah seorang petani milenial yang merupakan owner The Bachelor Rabittery yang berhasil mengekspor 200 ekor kelinci ke Filipina dengan nilai sekitar Rp1,5 miliar pada Agustus silam.
Suksesnya Yoga tersebut tidak terlepas dari dukungan dan support dari bank bjb untuk kaum petani milenial atau petani berjiwa muda.
Adapun program Petani Milenial yang diluncurkan oleh Pemerintah Jawa Barat pada awal tahun 2021, didukung oleh bank bjb. Tak nyana, program tersebut telah berhasil mencetak petani berjiwa muda yang saat ini sudah mengekspor hasil komoditinya ke mancanegara, seperti kisah Yoga.
Yoga sebenarnya bukan seorang peternak. Kesukaannya terhadap kelinci berawal dari hobi memelihara saja. Namun seiring waktu, kecintaannya terhadap kelinci mendorongnya untuk mulai membiakkan kelinci dengan melakukan breeding berbagai jenis ras kelinci atau meningkatkan jenis populasi ras tertentu yang memiliki demand pasar yang tinggi. Lambat laut usahanya mulai berkembang.
Dengan memanfaatkan saluran distribusi online, kelinci hasil pembiakannya berhasil menembus pasar internasional seperti Filipana, Pakistan, Malaysia, dan Saudi Arabia. Beternak komoditas kelinci dipilih karena memiliki target pasar ekspor yang jelas serta belum banyak peternak kelinci lain yang memilik pasar ekspor. Selain itu berkat kemampuan memenuhi pasar ekspor The Bachelor Rabittery ditunjuk sebagai tempat karantina kelinci dari seluruh Indonesia yg akan di ekspor ke luar negeri oleh Kementan RI.
Jenis spesies kelinci yang dikembangkan Yoga berasal dari bibit yang diimpor langsung dari Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Jenis kelincinya adalah Netherland Dwarf, New Zealand White, Californian, German Giant, Checkerd Giant, dan Transylvanian Giant.Berkat keberhasilannya itu, The Bachelor Rabittery memperoleh kepercayaan bergabung dalam program Petani Milenial dan bertindak sebagai offtaker. Saat ini The Bachelor Rabittery memiliki beberapa mitra binaan peternak yang semuanya berasal dari kalangan milenial.
Guna mencapai target tersebut dibutuhkan dukungan perbankan untuk dapat memberikan pembiayaan bagi para mitra peternak yang selama ini memenuhi kebutuhan ekspor.
Dengan semakin banyak jumlah ekspor, maka semakin banyak peternak dan jumlah kelinci yang harus dikembangbiakkan. Hal ini menjadi peluang bagi bank bjb untuk melakukan penetrasi penyaluran kredit, serta peningkatan fee based income melalui penyediaan layanan ekspor impor.
Pengembangan Korporasi Domba
Kisah sukses kelompok petani milenial lainnya adalah pegembangan korporasi domba.
Program ini dibesut bank bjb, PT Agro Investama sebagai offtaker, dan Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) selaku organisasi dan pembina. Permodalan yang diberikan bank bjb sendiri antara lain untuk membiayai pakan konsenrat, bibit, dan kebutuhan tanam. Sementara wilayah pemasaran PT. Agro Investama tersebar di daerah Jawa Barat seperti Banjar, Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut dan Sumedang serta di daerah Jawa Tengah yaitu sekitaran Surakarta.
Selain memberikan permodalan, bank bjb pun turut andil memberikan pendampingan kepada usaha peternak domba melaui Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (PESAT).
Program yang diluncurkan pada 2015 ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas usaha bagi pelaku usaha. Program PESAT ini sejalan dengan program One Village One Company (OVOC) yang bertujuan untuk memandirikan desa dengan optimalisasi potensi sumber daya melalui pemanfaatannya oleh badan usaha milik desa (BUMDes), utamanya dalam mendorong UMKM.
Pengembangan korporasi peternakan domba dimulai sejak tahun 2018. Sampai dengan saat 2020 total realisasi pembiayaan perbankan yang bergulir melalui program inklusi keuangan sejak tahun 2018-2020 mencapai Rp8,475 Milyar terdiri dari KUR bjb Rp4,175 Milyar dan PKBL Rp4,3 Milyar dengan tingkat resiko pengembalian kredit NPL (non performing loan) nol. Pada tahun 2018, KUR bjb mencapai Rp1,425 Milyar dengan jumlah penerima manfaat 57 peternak.
Tahun 2019, KUR bjb Rp550 juta dengan jumlah penerima manfaat 22 peternak dan PKBL Rp4,3 Milyar dengan jumlah peternak 24 peternak. Tahun 2020, KUR bjb Rp2,2 Milyar dengan jumlah 44 peternak. Perputaran modal dari kegiatan klaster domba selama rentang waktu 3 tahun terakhir (2018-2020) mencapai Rp18,5 Milyar atau rata-rata Rp6,1 Milyar per tahun.
Sejak pertengahan tahun 2020 peternak mendapatkan distribusi domba hasil dari pengembangan persilangan domba garut x dorper yang diintroduksikan sejak tahun 2018. Hasil dari pengembangan domba ini mampu meningkatkan 40% produktifitas yang lebih baik dan berdampak pada keuntungan yang sangat signifikan 3 kali lipat dari sebelumnya.
Inovasi engineering dari sisi keuangan juga telah banyak dilakukan dalam sistem keuangan peternak agar skim keuangan KUR dan perbankan dapat menyesuaikan dan adaptif dengan pola produksi dari setiap sistem budidaya baik penggemukan yang relatif lebih pendek maupun pola produksi pembibitan atau pembiakan yang lebih panjang.
Terakhir, pengembangan engineering keuangan korporasi ini sudah mengarah pada sistem transaksi keuangan usaha yang aman dan melibatkan peternak atau kelompok secara aktif mengatur tatakelola kebutuhan usahanya.Selain untuk pemenuhan pasar domestik, domba dan kambing Indonesia mampu bersaing dan menjadi pemain baru ekspor di tingkat wilayah regional ASEAN khususnya tiga negara tujuan yaitu Malaysia, Singapura, dan Brunei yang selama ini pemasok utama ternaknya berasal dari negara Australia.
Asosiasi HPDKI mencatat total potensi pasar di tiga negara Asia Tenggara tersebut mencapai 75 ribu ekor per tahun berdasarkan angka permintaan dari beberapa buyer kepada pelaku di Indonesia. Namun sampai saat ini, ekspor berjalan hanya untuk memenuhi kebutuhan permintaan Malaysia yang realisasinya baru 3,88% dari potensi permintaan Malaysia.
Meskipun demikian, dalam Buku Panduan Teknis Usaha Budidaya Domba Model Klaster yang dterbitkan PT Agro Investama dan HPDKI, ada sejumlah masalah dan peluang yang harus menjadi perhatian besama. Misalnya terbatasnya serapan konsumsi pasar domestik khususnya untuk potongan harian, adanya peluang potensi untuk pasar ekspor melalui regulasi Permentan 02 Tahun 2018, dan kemampuan off taker dalam penyerapan hasil produksi terbatas akibat kemampuan daya serap pasar belum terbuka luas. Tak kalah pentingnya adalahnya belum tertatanya supply chain pasar domba, khususnya kebutuhan sarana RPH khusus domba yang halal yang memadai. ***