GARUT, LJ – Anggota MPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muhammad Hoerudin Amin kembali menggelar Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Hotel Jaya Sakti Ranca Buaya Kecamatan Caringin Kabupaten Garut, Minggu, 12 Februari 2023.
Sosialisasi kali ini diselenggarakan atas kerjasama dengan Yayasan Duha Kabupaten Garut. Hadir pula pada kesempatan itu, Ketua Yayasan Duha, Muhammad Rechanda Haidir Madan.
Disampaikan Hoerudin, Pancasila adalah konsep dasar negara dalam menyelesaikan kontrak politik, baik antara golongan maupun antar kekuatan politik.
“Sebagai konsep dasar negara itulah, Pancasila menjadi jalan kesepakatan sebagai kebijaksanaan tingkat tinggi antar pendiri negara,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR RI ini pun menguraikan sejarah bangsa terkait tonggak berdirinya atau Hari Lahir Pancasila yang berlatar belakang dari rapat para pendiri bangsa dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Gedung Chuo Sangi In, Jakarta, yang pada masa kolonial Belanda merupakan Gedung Volksraad atau sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila.
“Sejarah mencatat bahwa, Pancasila dimulai pada tanggal 1 Maret 1945, saat itu Pemerintah Jepang mendirikan BPUPKI untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka. Pada saat itu, Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat dalam pidato pembukaannya mengajukan pertanyaan, “apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?,” paparnya.
Setelah itu, pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin merumuskan lima dasar yang berisi: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri Ketuhanan 4. Peri Kerakyatan 5. Kesejahteraan Rakyat.Kemudian, masih diterangkan Hoerudin, pada 31 Mei 1945, Soepomo menyampaikan rumusan dasar negara diantaranya, 1. Persatuan 2. Kekeluargaan 3. Keseimbangan lahir dan batin 4. Musyawarah 5. Keadilan rakyat.
“Lantas, sehari setelah itu, tepatnya pada 1 Juni 1945, Soekarno menyebut usulan dasar negara yaitu Pancasila yakni 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan,” terangnya.
Hingga pada 22 Juni 1945, rapat anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan, yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta. Di antaranya merumuskan: 1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sejarah juga menuliskan bagaimana pada 17 Agustus 1945 beberapa utusan dari penjuru Indonesia berkeberatan terkait bunyi sila pertama Pancasila,” ujar politisi PAN dari Dapil Jabar XI meliputi Kabupaten Garut, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya ini.
Hingga pada akhirnya, tercatat pada tanggal 18 Agustus 1945 Sidang PPKI pertama digelar, saat itu Bung Hatta mengusulkan kalimat, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.”
Hal tersebut menggambarkan bahwa, para pendiri bangsa begitu mengedepankan musyawarah menjadi jalan penyelesaian dan kesepakatan sebagai kebijaksanaan tingkat tinggi antar pendiri negara,” tegasnya.
Hoerudin menilai, pada catatan sejarah itu terkandung nilai dan karakter kebangsaan yang tinggi bagaimana kesepakatan dilakukan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghargai dan menghormati warga negara Indonesia lainnya yang berbeda kelompok, etnis, budaya dan agama.
“Karenanya, Pancasila merupakan gabungan pemikiran garis kaum intelektual yang melahirkan gagasan kebangsaan dan padanya ada satu alur pemikiran yang sama dari rahim pikiran serta semangat yang sama pula,” pungkasnya. (Dent)