Opini  

Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat

Oleh: Daddy Rohanady*

PEMERINTAH Pusat telah melahirkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. UU tersebut merupakan payung hukum untuk dilahirkannya Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat.

Sebagai sebuah perda, pada umumnya memiliki petunjuk teknis. Secara spesifik petunjuk teknis Peraturan Daerah Provinsi Jabar Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat dituangkan dalam Pergub Jabar Nomor 69 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Perda Ekonomi Kreatif Jawa Barat.

Perda Jabar Nomor 15 Tahun 2017 terdiri dari XVI Bab dan 51 pasal. Adapun perda tentang ekonomi kreatif (ekraf) tersebut dilahirkan dengan lima tujuan yang cukup komprehensif.

Pertama, perda tersebut bertujuan untuk mendorong peningkatan daya saing dan kreativitas pengusaha dan pelaku ekonomi kreatif.

Tujuan kedua adalah untuk mendorong peningkatan daya saing, pertumbuhan, keragaman, dan kualitas industri kreatif.

Ketiga, memberi landasan hukum bagi pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota serta masyarakat dalam penyelenggaraan ekonomi kreatif di daerah provinsi.

Keempat, mendorong peningkatan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri kreatif secara berkelanjutan.

Kelima, mendorong terwujudnya Kota Kreatif sebagai kota yang mempu melayani kepentingan pengembangan ekonomi kreatif dan memanfaatkan secara penuh aset kreatif, serta menggunakannya sebagai dasar pembangunan ekonomi, lingkungan, dan sosial yang berkelanjutan.

Melihat kelima tujuan dilahirkannya Perda Nomor 15 Tahun 2017 tersebut, sudah semestinya kita memahami bahwa ekonomi kreatif diharapkan tumbuh subur di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selain Bandung dan Bogor, Cirebon dan Indramayu juga merupakan penyumbang terbesar ekraf. Data dari BPS dan Badan Ekonomi Kreatif Pusat juga menyebutkan, sebesar 11 persen produk di Jabar berasal dari industri kreatif.

Di seluruh Indonesia hanya ada tiga kota yang masuk dalam kategori ‘Kota Kreatif’, yakni Kota Bandung dengan kriya, Kota Pekalongan untuk batiknya, dan Kota Ambon sebagai kota musik.

Saat ini ada 16 subsektor ekraf di Jabar. Data BPS pada 2016 menyebutkan, di Provinsi Jabar ada 1,5 juta unit usaha ekraf. Dari total unit usaha tersebut memberi sumbangan pada penyerapan 3,8 juta tenaga kerja.

Adapun pertumbuhan PDRB (product domestic regional bruto) ekraf 1,66%. Namun, saat pandemi Covid-19 berlangsung, ada 49,63 ribu tenaga kerja ekraf terkena dampaknya.

Pemprov Jabar hampir rutin menggelar Ekraf Jabar Great Sale. Dengan demikian, diharapkan ekraf di Jabar terus berkembang dan bertumbuh tanpa batas.

Kabupaten Cirebon ada di mana? Bukankah banyak potensi yang bisa dikembangkan di Kabupaten yang memiliki 40 kecamatan, 412 desa, dan 12 kelurahan tersebut?

Bukankah begitu banyak anak bangsa yang memiliki talenta bagus? Sudahkah mereka diberi kesempatan? Jangan sampai regulasi yang dilahirkan justru malah mengekang semua ide kreatif yang sebenarnya akan mampu meningkatkan perekonomian.Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

Masih banyak sisi ekonomi kreatif yang bisa dikembangkan. Bagaimana dukungan pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi untuk menumbuhkembangkan ekonomi kreatif sekaligus implementasi dari Perda Jabar Nomor 15 Tahun 2017 dan Pergub Jabar Nomor 69 Tahun 2019?

Tampaknya bukan hanya regulasi yang harus dilahirkan. Dibutuhkan dukungan nyata untuk mendorong segala gagasan dan program/kegiatan positif yang ada. Dengan demikian, ekonomi kreatif di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat akan tumbuh dan berkembang.

Jika itu terjadi, tidak mustahil semua kabupaten/kota di Jawa Barat pun akan mengalami pertumbuhan ekomomi secara pesat. Ujungnya, laju pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia (IPM) Jawa Barat pun akan melesat.

Rakyat Jabar pun akan lebih sejahtera.Bisakah itu dipercepat?

*Penulis: Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat