
BANDUNG, LINTAS JABAR – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady mengapresiasi peluncuran program aplikasi ‘Nyari Gawe’ oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Daddy menilai, aplikasi itu merupakan program yang memudahkan para pelamar atau pencari kerja dalam mendapatkan pekerjaan.
“Dengan program ‘Nyari Gawe’ jadi mereka (pelamar kerja) nggak perlu lagi hadir berbondong-bondong ke pabrik yang membuka lowongan kerja,” terang Daddy saat dimintai tanggapannya mengenai peluncuran program ‘Nyari Gawe’ kepada lintasjabar, Selasa, 14 Oktober 2025.
Seperti diketahui sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meluncurkan aplikasi pencarian kerja “Nyari Gawe” di PT Sun Bright Lestari, Kabupaten Indramayu, Selasa (7/10/2025).
Aplikasi tersebut diharapkan menjadi terobosan dalam mempertemukan pelaku industri dengan calon tenaga kerja lokal secara lebih cepat, efisien, dan transparan.
Mekanisme pencarian kerja melalui aplikasi “Nyari Gawe” tergolong sederhana. Data para pencari kerja, seperti nama dan nomor telepon, akan diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja ke pihak perusahaan.
Aplikasi “Nyari Gawe” menjadi langkah nyata Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dalam memperkuat ekosistem ketenagakerjaan yang adaptif dan berpihak pada masyarakat, khususnya bagi pencari kerja di wilayah industri seperti Indramayu dan sekitarnya.
Hingga Kamis 9 Oktober 2025 tercatat sudah ada 9.726 orang telah melakukan lamaran kerja melalui aplikasi tersebut. Jumlah tersebut diketahui berasal dari berbagai daerah dan paling banyak dari Kabupaten Karawang 994 orang, Kabupaten Subang 992 orang, dan Indramayu sebanyak 883 orang.
Masih dikatakan Daddy yang merupakan legislator Fraksi Gerindra dari Dapil Jabar VIII meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon dirinya saat peluncuran tersebut hadir dan menyaksikannya.
Namun demikian, dengan banyaknya pencari kerja yang berasal dari Kabupaten Indramayu, Daddy menegaskan bahwa tingkat pengangguran terbuka di daerah tersebut masih cukup tinggi.
Padahal, sambungnya, keberadaan Indramayu merupakan lumbung pangan di Jawa Barat yang dimaknai sebagai daerah kaya sebagai penghasil komodiras pangan khususnya di Jabar.
“Indramayu sebagai pelamar kerja terbanyak ketiga di Jabar pasca peluncuran itu, bagi saya dan kerap kali saya singgung bahwa soal lumbung pangan di Jawa Barat itu namanya Indramayu. Namun sayangnya pengangguran terbuka juga banyak disana. Bahkan prosentase penduduk miskin juga masih cukup besar di Indramayu. Jadi jangan sampai kemudian justru kita menciptakan situasi dimana banyak ayam mati di lumbung. Maka ironis sekali bila itu terjadi,” jelasnya.
Melihat kondisi seperti itu, lanjut Daddy, maka wajar saja jika kemudian para pencari kerja yang berasal dari Kabupaten Indramayu berbondong-bondong mencari lowongan pekerjaan. Bahkan pencari kerja Indramayu menjadi salah satu daerah terbanyak ketiga setelah Subang dan Karawang.
Rebana Pengungkit Roda Perekonomian
Tak ketinggalan, Daddy Rohanady pun menyikapi soal Kawasan Rebana. Sebuah kawasan metropolitan baru di bagian utara dan timur Jawa Barat yang mencakup tujuh daerah, yaitu Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, Kuningan, dan Kota Cirebon, yang dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2021 untuk mempercepat pembangunan dan mendongkrak perekonomian.
Kawasan ini memanfaatkan tiga hub utama diantaranya Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati, dan Pelabuhan Cirebon untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Kalau proyeksi awal seperti dalam Perpres no 87 dari pusat menggelontorkan sampai 400 triliun yang awalnya begitu, pastinya hal itu akan menjadi pengungkit roda perekonomian Jawa Barat. Itulah namanya pengembangan kawasan rebana karena paket Perpres 87 Itu bukan cuma rebana sesungguhnya dan (termasuk) pengembangan kawasan Jabar Selatan,” urainya.
Oleh karenanya, Daddy memandang, jika itu betul-betul diterapkan dengan sebenarnya tetmasuk dengan adanya Bandara Internasional Kertajati dan Pelabuhan Patimban, maka kawasan Rebana seharusnya betul-betul menjadi atau sebagai roda pengungkit perekonomian Jawa Barat.
“Jika itu terjadi, barulah kemudian semua beban yang disampaikan RPJMN yang dituangkan menjadi RPJMD yang titik ujungnya adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 7,95% pada tahun 2029 saya kira mestinya bukan menjadi kekhawatiran lagi, tetapi itu bisa direalisasikan secara bertahap oleh semua stakeholder dan bukan hanya Pemprov Jabar saja,” urainya.
Sebab, sambungnya, Pemprov Jabar hanya agregat dari kabupaten kota. Jadi DPRD Jabar mendorong bagaimana seluruh stakeholder dapat merealisasikannya secara bertahap.
“Sesuai tagline pak gubernur itu sudah bagus, Jabar Istimewa lembur diurus desa ditata. Jadi kalau hal itu terjadi maka saya kira LPE 7,95% bisa dilewati,” tutupnya. (San)