BANDUNG, LJ – Diakui atau tidak, fakta menunjukan Citarum telah menjadi tempat sampah raksasa yang tidak hanya dijejali limbah rumah tangga, tetapi juga limbah kimia B3 yang dihasilkan dari aktifitas ratusan bahkan ribuan industry di sepanjang DAS Citarum.
Padahal jika melihat keberadaannya, Citarum menjadi tumpuan hidup bagi 28 juta jiwa. Citarum juga menjadi pemasok 85% kebutuhan air baku warga DKI. Citarum pun menjadi sumber pengairan atau irigasi persawahan di wilayah Jawa Barat, dan menjadi pemasok utama PLTA Saguling, PLTA Cirata serta PLTA Jatiluhur.
Demikian terungkap dalam forum diskusi dwi-mingguan yang menyangkut isu-isu kontemporer pemerintahan yang diselenggarakan oleh Eksplorasi Dinamika & Analisa Sosial (EDAS) serta didukung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia. Forum diskusi publik kali ini mengangkat tema Citarum (tak) Harum “Antara Harapan dan Kenyataan”, di Raozeun Kafe Arcamanik Bandung, Sabtu (5/5/2018).
Pada kesempatan itu, diskusi menghadirkan narasumber Ketua/Faunder Forum Indonesia Peduli Citarum, Gai Suhardja Ph.D, Anggota DPR RI dari Jawa Barat, H. Aceng H, M Fikri S.Ag serta Analis Politik dan Kebijakan Public EDAS, Dr. Wawan Gunawan.
“Fakta Citarum hari ini yang sangat memprihatinkan karena imbas dari terjadinya pembiaran terhadap pencemaran selama puluhan tahun sehingga kandungan-kandungan limbah kimia termasuk ecoli sangat pekat dan kuat,” papar Gai Suhardja.
Untuk itu, Gai mengharapkan upaya kerjakeras untuk kembalikan Citarum sebagai tempat peradaban manusia.
Stigma Citarum sebagai sungai terkotor di dunia, akhirnya menyadarkan semua pihak tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dikawasan DAS Citarum. Dengan kondisi Citarum tersebut Presiden Joko Widodo turun langsung dalam upaya pembenahan DAS Citarum.
Melalui program Citarum Harum, Jokowi mendorong seluruh stakehorlder untuk terlibat dalam gerakan massif tersebut. Dan untuk memperkuatnya, program Citarum Harum dipayungi Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Melalui Perpres ini Satuan Tugas (Satgas) Citarum Harum tidak hanya memiliki kewenangan kuat untuk melakukan pengawasan hingga tindakan terhadap pelaku pencemaran, tetapi juga penyusunan program dan anggaran untuk melaksanakan tugas khusus tersebut.
Inti dari perpres no. 15 tahun 2018 adalah menggerakan seluruh elemen untuk ikut bertanggungjawab memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan di DAS Citarum. Tak terkecuali adalah peran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Sedang Aceng H. M Fikri menegaskan dirinya sebagai senator yang duduk di parlemen khususnya anggota DPD dari Jabar memiliki tanggung jawab lebih dalam mensukseskan dan mewujudkan Citarum Harum.
Sambungnya, tidak hanya untuk tujuh tahun ke depan tetapi juga 10, 20, 30 tahun ke depan, Citarum harus menjadi destinasi dan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dan memberikan kesejahteraan terutama bagi masyarakat sekitar.
“Untuk mewujudkan Citarum Harum pada tujuh tahun mendatang dibutuhkan blueprint sebagai perencanaan pembangunan, penataan, pengelolaan dan pengawasan DAS Citarum. Dengan demikian setiap tahunnya ada target dan capaian progress yang dapat dipertanggungjawabkan kepada public,” jelasnya.
Sehingga, tambah Aceng penggunaan anggaran kegiatan tersebut tidak lagi terkesan pemborosan anggaran dan hanya membuang-bunag uang.
“Citarum Harum bukanlah upaya pemerintah pertama yang dilakukan untuk menyelamatkan kondisi Citarum. Jauh sebelumnya, setiap tahun anggaran, setiap rejim selalu menjadikan pembenahan Citarum sebagai isu pembangunan. Namun sayangnya hingga kini kondisi Citarum tidak mengalami perbaikan, bahkan semakin terpuruk hingga stigma Citarum sebagai sungai terkotor di dunia terlanjur disematkan,” ungkapnya.
Ditegaskan pula pihaknya memiliki tugas dan fungsi pengawasan terhadap Perpres yang kini telah menjadi payung hukum atas penanganan dan recovery kondisi Citarum agar berbanding lurus dengan dampak terlebih besarnya anggaran yang telah digelontorkan untuk permasalahan ini.
Adapun Dr. Wawan Gunawan atau yang akrab disapa Kang Wagoen memaparkan diskusi publik dwi-mingguan yang digagas EDAS diharapkan melahirkan pemikiran dan solusi alternative terhadap permasalahan pembangunan, terutama yang terjadi diwilayah Jawa Barat.
Menyinggung tema kali ini, dikatakan Wagoen terdapat pertanyaan besar, mengapa Citarum kian buruk kondisinya? Maka dari itu, persoalan koordinasi dan tata kelola pembangunan menjadi persoalan krusial untuk segera dibenahi.
“Penanganan Citarum yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi perlu diperkuat dengan mendorong keterlibatan seluruh elemen di pemerintahan. Baik eksekutif, legislative maupun yudikatif, TNI dan masyarakat,” pungkasnya.
Menurutnya, ketika sungai sudah tidak lagi berfungsi sebagai sungai, maka yang terjadi adalah bencana. Maka tentang Citarum, sambungnya, dibutuhkan political action dari seluruh elemen termasuk dalam hal ini pemerintah yang memiliki otoritas dan anggaran.
Usai sesi tanya jawab, tercetus gagasan pemikiran dan ide untuk melakukan laskar mujahid for Citarum dengan sampah sebagai musuh guna melindungi serta memberikan kamaslahatan kehidupan bagi manusia. (San)