BANDUNG (Lintasjabar.com),- Rumah sakit wajib menerima dan memberikan pelayanan kepada ibu-ibu pengguna Jaminan Persalinan (Jampersal) atau persalinan gratis. Bila warga menemukan adanya penolakan pelayanan persalinan, maka mereka bisa mengadukannya kepada Komisi D DPRD Kota Bandung.
Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, Achmad Nugraha mengatakan, surat edaran menteri terkait Jampersal ini sudah ada sejak 2010. Berdasarkan surat edaran, Jampersal ini berlaku di puskesmas, rumah sakit dan juga klinik. Meski pelayanan gratis, namun rumah sakit dan klinik harus tetap memberikan pelayanan terbaik karena biaya ditanggung negara.
“Dokter dan juga rumah sakit serta klinik yang ada di Bandung harus memberikan pelayanan terbaik agar bayi dan ibu selamat,” ujar Achmad di gedung DPRD Kota Bandung, Jln. Aceh, Rabu (20/4).
Pelayanan persalinan ini, kata Achmad, berlaku di rumah sakit milik swasta dan pemerintah. “Sebenarnya sebelum ada surat edaran terkait Jampersal ini, kita sudah memberikan pelayanan bagi warga miskin baik warga yang sakit maupun menjalani persalinan. Karena untik persalinan ini bisa diantisipasi lewat Bawaku Sehat,” ungkapnya.
Namun dengan adanya Jampersal, persalinan warga gratis karena ada jaminan dari pemerintah. “Dalam surat edaran tidak ditentukan untuk warga miskin saja, jadi kalau begitu bisa untuk seluruh warga,” tutur Achmad sambil menambahkan, pelayanan persalinan gratis di kelas 3 harus sama dengan kelas lainnya, termasuk VIP.
Ia mengatakan, warga yang menemukan pelayanan buruk atau penolakan terkait persalinan gratis ini bisa melaporkannya ke Komisi D DPRD Kota Bandung. “Kami menerima pengaduan masyarakat terkait Jampersal ini,” tandasnya.
Menurut penilaiannya, saat ini pelayanan rumah sakit terhadap warga miskin sebagian besar sudah baik. Namun ada beberapa yang masih terjadi miskomunikasi pada sistem administrasi. “Sistem administrasi memang harus diperbaiki. Semua warga miskin yang menggunakan SKM (surat keterangan miskin) harus terima. Rumah sakit jangan dulu bicara uang, harus dilayani dulu nanti juga diganti,” tandasnya.
Achmad memahami kebutuhan rumah sakit akan anggaran. Tapi khusus rumah sakit pemerintah, mereka didanai uang rakyat sehingga harus melayani semua warga dari berbagai kalangan. “Untuk anggaran pemerintah ini ada sistem pengeluarannya dan pihak rumah sakit harus pahami itu,” ungkapnya.
Namun diakuinya ada siasat yang dilakukan rumah sakit terutama swasta. Di mana rumah sakit tak menerima pasien dari SKM namun dari surat keterangan tidak mampu (SKTM). Rumah sakit yang bersangkutan malah merujuk pasien SKM ini pada rumah sakit pemerintah. “Kalau semua dirujuk ke rumah sakit pemerintah, bakal penuh. Semua rumah sakit harus menerima, kalau ada yang menolak warga bisa melaporkannya pada Komisi D,” tegasnya. (Her)