[lintasjabar tkp=”GARUT”] Sektor Pertanian di Indonesia saat ini masih menjadi ruang untuk rakyat kecil menengah. Kurang lebih 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah rakyat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Karenanya, harus adanya berbagai upaya dalam membina dan menyejahterakan para petani agar menjadi pondasi yang kuat dalam mendukung ekonomi Indonesia termasuk kedaulatan dan ketahanan pangan.
“Pertanian khususnya ketahanan pangan masih bertumpu pada level menengah kecil, untuk itu sektor ini harus dijadikan ruang ekonomi, makanya harus ada gerakan masif dari pemerintah sehingga ruang ini menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia. Sebab upaya menyejahterakan dan memberikan kedaulatan pangan bukan hanya tanggung jawab politik para pemimpin saja tetapi adalah tugas dari Pancasila,” papar anggota MPR RI Fraksi PAN, Haerudin pada saat menyampaikan sosialisasi empat pilar di Desa Nanjung Jaya Kersamanah Kabupaten Garut, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya, dengan menjaga harga agar para petani hidup sejahtera, begitu pula petani memiliki daya saing bahkan punya nilai tukar karena petani kita unggul adalah sebuah keadilan yang harus diperjuangkan.
“Bagi golongan orang yang berbicara bahwa Pancasila tak bermakna bagi para petani adalah sikap ketidakpahamannya atas nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa kita. Karena pertanian kita, basis pangan kita dan hidup dan matinya bangsa kita bergantung pada bagaimana memuliakan petani, menjaga ladang dan lahan sawah kita adalah merupakan tanggung jawab yang dipikul para pemimpin bangsa,” ungkap Haerudin yang juga anggota Komisi IV DPR RI.
Karenanya, diharapkan usaha menegah kecil di Indonesia bisa menjadi pondasi yang kuat dibidang pertanian, sebab jika dibandingkan negara lain pertumbuhan ekonomi rata-rata dikuasai oleh industri besar, sehingga rakyat kecil tidak punya ruang ekonomi rakyat.
“Masalah pangan merupakan sektor yang selalu dibutuhkan manusia terlebih konsumen di Indonesia sangat besar. Untuk itu, berharap petani dengan lahan dan hasil ladangnya sebagai salah satu komoditas dapat dijaga. Begitupula mewujudkan inovasi dalam sektor pertanian agar bukan hanya menguasai pasar di Indonesia saja, melainkan ekspor untuk komoditas-komoditas tertentu,” jelasnya dihadapan peserta dan tamu undangan.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
Tampak hadir pada kesempatan itu, Kepala Bidang Konsumsi dan Penganekaragaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan Garut Yani Yuliani, Sekdes Nanjungjaya Suprihat, Babinsa Desa Nanjungjaya Yudianto, Badan Penyuluh Pertanian Kersamanah : Dadi Imanudin serta Ketua Kelompok Tani Berkah Tani Aa Sukmaja.
Haerudin berpandangan Pancasila dan pertanian memiliki keterkaitan sebab itu di dalam Pancasila berbicara nilai luhur, berbicara tanggung jawab kesetaraan dan kesejahteraan, berbicara pula keadilan bangsa, bahkan Pancasila berbicara mengenai kebersamaan dan gotong royong bangsa Indonesia.
Hal tersebut baginya menandaskan bahwa dalam Pancasila telah tersusun bagaimana hak-hak bangsa menjadi tanggungjawab dan amanah negara untuk dijaga dan disejahterakan tanpa melihat sosio kultural ataupun profesi warganya termasuk dalam hal ini petani.
Legislator dari Dapil Jabar XI ini mengutarakan nilai luhur dalam dunia pertanian telah hadir di Indonesia sejak zaman para wali. Bahkan, sambungnya, Sunan Kalijaga sempat memberikan wejangan kepada Ki Ageng Sela saat itu tentang alat dan cara bercocok tanam.
“Yang didasari dari nilai-nilai luhur sebagai sebuah filosofis bangsa adalah menguatkan agar unggul dan mampu berdikari. Tentunya tak ada sebuah peradaban pertanian kita tanpa nilai-nilai keyakinan. Tak ada juga kemuliaan hidup tanpa nilai-nilai keyakinan, tanggung jawab terhadap warisan alam semesta yang dianugerahkan Tuhan secara gift. Konsepsi keyakinan keimanan yang akan mampu menjangkau ranah tanggung jawab atas amanah warisan luhur pertanian di Nusantara,” bebernya.
Mendasari hal itu, jelas Haerudin, Sunan Kalijaga mewejangkan nilai-nilai luhur dari makna pacul sebagai alat mencangkul sehingga ada lagu suluk yang digubah Syekh Malaya hingga populer sampai hari ini. Bahwa Pacul terdiri dari 3 bagian, yang pertama adalah plat besi dinamakan sebagai Pacul itu sendiri. Yang kedua adalah bawak, yang merupakan bagian melingkar pada pacul dan dimasukkan doran. Sedangkan yang ketiga adalah doran, yaitu gagang dari cangkul.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
“Pacul dari kata “ngipatake barang kang muncul lan mendugul” karenanya kita bisa mengambil makna tentang membuang bagian yang tidak rata. Bahwa sifat memperbaiki ada pada kondisi ini. Disamping juga sadar sebagai manusia yang tak rata adalah sadar sebagai manusia yang terdapat banyak dosa, oleh karenanya kita harus selalu berbuat baik yaitu dengan cara membuang hal-hal yang ‘mendugul’ berujud dosa tadi. Sedang Bawak adalah obahing awak alias gerakan tubuh. Ini memiliki makna filosofi bahwa sudah semestinya sebagai orang hidup harus tetap bergerak supaya memperoleh kesehatan ragawi. Lain dari itu adalah satu keniscayaan badan ini tetap bergerak untuk bekerja agar segala kegiatan duniawi ini mampu tercukupi. Sementara Doran bisa didefinisikan sebagai “Donga Marang Pangeran” yaitu Berdoa terhadap Tuhan. Mengkondisikan kita sebagai umat sudah sepantasnya meminta pertolongan kepada Tuhan, berdo’a adalah salah satu medianya,” pungkasnya. (Dent)