BANDUNG, Lintasjabar.com – Seyogyanya perubahan di era disrupsi itu harus disikapi dengan nalar sehat dan dipersiapkan secara optimal untuk mendapat manfaatnya.
Era disrupsi dinilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, H. Arif Hamid Rahman, SH hal yang tak bisa dihindari, maka sudah barang tentu semua pihak harus serta merta mempersiapkan diri pada realita yang ada, tak terkecuali bagi dirinya sebagai politisi.
Diakuinya kebutuhan pada teknologi mengubah semua asfek dan tatanan, dari fase konvensional hingga kini mengalami perubahan melalui digitalisasi. Menurutnya era disrupsi adalah sebuah era di mana terjadinya inovasi dan perubahan secara besar-besaran dan secara fundamental mengubah semua sistem, serta tatanan yang ada ke cara-cara baru.
Hal tersebut ia ungkapkan saat menggelar Reses III Tahun Sidang 2020-2021, dihadapan Keluarga Alumni Pesantren Persatuan Islam (KAPPI) angkatan 1995 di Aula RM Liwet Cipagalo Jalan Terusan Buahbatu Bandung, Kamis (5/8/2021).
Anggota Komisi I inj juga menandaskan banyak cara menghadapi era disrupsi, antara lain terciptanya SDM yang unggul berakhlak, terus berinovasi dengan belajar dari kesalahan, melek teknologi serta siap dengan perubahan.
“Jangan sampai kita tertinggal oleh perubahan itu, sebab banyak yang berhasil dari manfaat perubahan. Salahsatunya para pelaku usaha banyak memasarkan produk dagangannya melalui digital marketing. Dan ini tentunya diperlukan kesiapan dalam berinovasi,” bebernya.
Reses yang mengusung tema “Peranan Koperasi, Wadah Membangun Usaha Bersama Berasas Kekeluargaan & Demokrasi Ekonomi” juga menghadirkan pembicara diantaranya Iwan Ismail Marjuki, SH., M.Kn yang membahas terkait Asfek dan Legalitas Hukum Dalam Bisnis Koperasi serta Ust. Dedih yang mengupas tentang Membangun Sistem Ekonomi Umat Berbasis Syariah.
Pada kesempatan itu, muncul aspirasi yang dilontarkan Harun salah satu peserta yang kini tergabung dalam kelompok petani kopi. Dirinya berharap adanya perhatian instansi pemerintah dalam membangun dan memasarkan kopi agar lebih berkembang lagi.
Selain juga dirinya berharap adanya modal bersama khususnya KAPPI’95 dalam membangun warung kopi sebagai tempat usaha bersama sekaligus dapat memasarkan hasil kopi miliknya.
Kebutuhan adanya lembaga koperasi yang berbadan hukum akhirnya disepakati keumuman peserta KAPPI’95 yang hadir pada saat itu. Disamping sebagai usaha bersama, juga termotivasi dalam memajukan usaha-usaha yang kini tengah digeluti anggota KAPPI. (San)