Arif Hamid Rahman Menilai Peningkatan Ekonomi Pesantren Sangat Penting

[lintasjabar tkp] Anggota Panitia Khusus (Pansus) VII DPRD Jawa Barat, H. Arif Hamid Rahman, SH acapkali bersafari dan banyak menemui serta berdiskusi dengan para pimpinan pondok pesantren dalam upaya mencari informasi serta menyerap masukan terkait Raperda Penyelenggaraan Pesantren yang kini dalam pembahasan Pansus VII.

Anggota Pansus VII, H. Arif Hamid Rahman tengah berdiskusi dengan Mudir ‘Am serta pengurus Ponpes Persis 84 Ciganitri Kabupaten Bandung

Arif yang kental dengan latarbelakang kepesantrenan ini berharap, segala masukan dan informasi menjadi catatan Pansus VII agar selanjutnya dapat menghasilkan Perda yang komprehensif serta melahirkan Perda yang mengakomodir kebutuhan pesantren sebagai lembaga dakwah dan pemberdayaan.

“Pansus VII DPRD Jawa Barat kini tengah gencar roadshow ke beberapa ponpes baik di Jabar maupun ke beberapa ponpes luar Jabar, hal itu guna mencari informasi serta diskusi tentang peran dan keberadaan pesantren. Selain itu pula Pansus VII banyak mengundang para ulama dan pimpinan ponpes karena Perda ini dibuat berdasarkan kesepakatan dan dilaksanakan bersama sehingga diharapkan semua unsur terkait merasa memiliki Perda ini,” terangnya saat berdiskusi dengan Mudr ‘Am Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) 84 Ciganitri, Ustadz Zae Nandang di Kawasan Bojosoang Kabupaten Bandung, kemarin malam.

Dikatakan Arif yang juga anggota Komisi I ini, saat ini sudah terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 yang mengatur tentang pesantren meski belum ada Peraturan Pemerintah terkait hal itu. Ditambahkan, keberadaan hampir 10 ribu ponpes di Jabar membuat Raperda Pesantren layak menjadi penting bahkan urgensinya sangat kuat.


Termasuk soal kemandirian Ponpes, pasalnya sekarang ada UU Pesantren, dengan demikian pesantren berdiri sendiri tidak lagi bergabung dengan Kemendikbud atau Kemenag. Jadi wajar jika ada pengkajian untuk adanya dinas khusus (pesantren) di tingkat provinsi yang nanti diikuti kabupaten/kota sekaligus untuk merealisasikan Perda ini. Sementara selama ini di provinsi diatur oleh Kepala Bidang yang kewenangan dan staf berbeda dengan Kepala Dinas.

“Dari hasil keliling daerah, kami menemukan ada ponpes salah satunya di DI Yogyakarta dengan kemandiriannya bahkan hingga kini masih eksis tanpa sedikitpun bantuan dari pemerintah. Dan hal itu menjadi tolak ukur Raperda Penyelenggaraan Pesantren di Jabar,” papar Arif.

Arif menilai dengan nanti adanya Perda Penyelenggaraan Pesantren ini sedikit demi sedikit dapat membantu mengembangkan ataupun meningkatkan potensi pesantren tersebut.

[xyz-ips snippet=”bacajuga”]

“Ini yang menjadi fokus kami di Pansus bahwa sejatinya pondok pesantren itu bisa berdiri sendiri dengan didorong oleh pemerintah hingga membuat pesantren itu menjadi lebih kokoh. Termasuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi pesantren,” jelas legislator Fraksi Gerindra.

Peningkatan ekonomi pesantren, menurut Arif, adalah sangat penting mengingat pesantren sebagai salah satu lembaga pemberdayaan dengan segala kemampuan dan peranannya dalam manajemen pengelolaan pesantren, membina santri tetapi pula erat pula dengan partisifasi aktif dari lingkungan sekitar.

“Pesantren merupakan komunitas yang lebih dari sekadar mendidik para santri. Lebih dari itu, pesantren juga memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi, khususnya di daerah. Jadi pesantren yang belum punya usaha juga bisa menginisiasi kegiatan usaha, setelah itu kita dorong didalamnya buatkan kelembagaannya, lalu bantu permodalan, manajemen, termasuk pemasarannya juga,” katanya.

Karena itu, perlu diciptakan kelompok bisnis dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk apapun dalam lingkungan pesantren. Dengan jaringan antarpesantren, kelompok bisnis satu bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan dengan usaha dari pesantren.

“Kolaborasi itu sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis modern. Saat ini, tidak ada satu kelompok, komunitas, atau bahkan perusahaan yang bisa bergerak sendiri,” akunya.

Legislator Fraksi Gerindra DPRD Jabar, H. Arif Hamid Rahman, SH (Foto Dokumentasi Lintasjabar.com)

Bahkan Kementerian Koperasi dan UKM sangat merespon juga mendukung dalam membangun ekosistem kerja sama ekonomi antarkelompok dalam hal ini terbangun jaringan kerjasama ekonomi antar masyarakat dan pesantren atau pesantren ke pesantren atau lebih dari itu.

Hal tersebut sejalan dengan masukan yang disampaikan Ustadz Zae Nandang terkait penting adanya koperasi di pesantren yang berimbas pada penguatan ekonomi pesantren.

Bukan hanya itu, Zae Nandang juga mengharapkan agar pesantren memiliki layanan unit kesehatan dalam hal ini didorong agar setiap pesantren memiliki seorang dokter yang dapat melayani santri dan para guru atau asatidz. Pada kesempatan itu pun ia mendorong adanya perhatian serta bantuan kesejahteraan bagi para guru atau asatidz.

Tak ketinggalan dirinya juga menyoal mu’adalah yang kendati pihak pesantren menggunakan kurikulum muatan lokal (mulok) dan berbasis pelajaran pada umumnya pesantren tetapi ijazahnya bisa diakui dan diterima sebagai syarat santri setingkat aliyah atau mu’allimien bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

[xyz-ips snippet=”bacajuga”]

Dikatakan muatan pelajaran mu’adalah memiliki pelajaran dalam kategori kepondok pesantrenan bahkan tidak tertinggal dengan sekolah umum lainya seperti SMP dan SMA. Selain pondok yang disetarakan dengan SMA/MA yang wajib sekolah 6 tahun walaupun pondok tersebut tidak mengikuti Kurikulum Kemdiknas (SD, SMP, SMA) atau kurikulum (MI, MTS, MA) akan tetapi alumni pondok pesantren dapat diterima dan diakui di perguruan tinggi baik swasta ataupun negeri.

Sejauh ini keberadaan pesantren sendiri ada yang menginduk ke Dinas Pendidikan jika ada SD/SMP/SMK-nya, ada pula yang menginduk ke Kementerian Agama kalau ada tsanawiyah, aliyah, atau perguruan tinggi keagamaan. Jadi ada dua legalitas lembaga yang memayungi hukum ponpes. (San)

Tinggalkan Balasan