Oleh: Daddy Rohanady*
Dijual? Calon pembelinya Arab Saudi dan India? Banyak kawan seolah tidak percaya dengan berita seputar rencana penjualan Bandara Internasional (BIJB) Kertajati. Rencana tersebut memang menyeruak di tengah maraknya isu pemberitaan lain. Lalu, mengapa pula harus dijual? Bukankah BIJB Kertajati merupakan bandara kebanggaan Jawa Barat?
Berapa nilai yang layak? Manfaat apa yang akan diperoleh dari penjualan itu? Penjualan sebuah aset negara pasti haruslah didasari dengan pertimbangan yang sangat matang. Namun, bisa jadi hal itu sudah dipikirkan pula oleh Pemerintah Pusat.
Lantas, bagaimana nasib PT BIJB Kertajati yang merupakan pemegang saham mayoritas di bandara yang dirintis oleh para senior Jabar sejak 2003 itu? Bagaimana nasib lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat? Bukankah yang di-imbrenk-kan hanya 300 hektare. Padahal, lahan yang dibebaskan sudah 1.040 hektare?
Apapun kebijakan yang diambil, tentu selayaknya sudah memikirkan segala plus-minusnya. Bisa jadi hal itu dilakukan, salah satunya, karena manajemen yang ada dianggap tidak mampu mengembangkan bandara tersebut.
Padahal andai rencana Presiden Jokowi dilakukan saja, semestinya BIJB Kertajati bisa beroperasi dengan baik. Betapa tidak, relokasi PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad ke Kertajati semestinya membuat BIJB Kertajati menggeliat.
Apalagi jika BIJB Kertajati dijadikan bandara tempat pemberangkatan haji-umrah Jawa Barat. Belum lagi ada amanat Presiden Jokowi pula yang tak kalah hebatnya, yakni BIJB Kertajati dijadikan sebagai pusat perawatan pesawat TNI dan Polri yang jumlahnya tidak sedikit. Dapat dibayangkan jika itu semua terjadi. Pastilah BIJB Kertajati sudah maju sedemikian pesat.
Jika amanat Presiden Jokowi dilakukan saja, sesungguhnya BIJB Kertajati bisa menjadi sebuah bandara yang sangat sibuk. BIJB Kertajati pun akan benar-benar menjadi jendela sekaligus pintu besar untuk keluar-masuknya wisatawan mancanegara andai saja jalur penerbangannya dibuka oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Belum lagi potensi penumpang yang sesungguhnya sangat besar. Betapa tidak, Jabar merupakan provinsi dengan penduduk muslim terbesar. Artinya, kalau toh jumlah jamaah haji masih terbatas, tidak demikian halnya dengan jumlah jamaah umrah yang bisa terbang ke Tanah Suci sepanjang tahun.
Muslim Jabar memilih menunaikan ibadah umrah (haji kecil) karena antrean haji begitu panjang. Bahkan, ada yang harus menunggu hingga sepuluh tahun lebih. Jadi, dengan kondisi seperti itu bisa dipastikan jumlah jamaah umrah asal Jabar pasti amat sangat banyak.
Selain itu, ada pasar yang juga tidak kalah banyak. Jabar merupakan salah satu pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) yang cukup besar. Potensi itu, juga masih dilengkapi dengan calon wisatawan, pelaku perjalanan dinas di lembaga pemerintahan, dan para pelaku bisnis dari dan ke 27 kabupaten/kota yang ada.
Jika itu terjadi, bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka tersebut akan mampu mewujudkan apa yang dipikirkan oleh para pemikirnya, yakni menjadi salah satu pengungkit roda perekonomian Provinsi Jawa Barat.
Masihkah kita akan tetap menjual BIJB Kertajati? Mengapa pula gagasan itu justru muncul ketika Tol Cisumdawu segera dioperasikan? Bukankah hambatan utama untuk BIJB Kertajati adalah masalah aksesibilitas?
Bukankah dengan beroperasinya Tol Cisumdawu akan membuat BIJB Kertajati sangat layak dipertahankan? Bukankah kita tinggal memikirkan kelengkapan lain dari BIJB Kertajati menjadi sebuah bandara berstandar internasional seperti tersemat dalam namanya?
Semoga dengan penjualan itu, BIJB Kertajati akan beroperasi penuh secepatnya. Semoga pula penjualan tersebut membawa hikmah dan berefek positif untuk semua. Mari kita tunggu kebijakan Pemerintah Pusat terkait rencana penjualan BIJB Kertajati itu.
*Penulis: Anggota DPRD Provinsi Jabar