BANDUNG (Lintasjabar.com),- Sejak tahun 1998 hingga 2011 atau 13 tahun setelah masa reformasi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jabar menemukan 427 kasus indikasi penyimpangan uang negara di seluruh pemerintah kabupaten/ kota di Jabar. Besaran kerugian negara dari hasil audit yang dilakukan mencapai Rp 1 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Kepala BPKP Perwakilan Jabar, Tahria Syafrudin kepada wartawan usai peringatan HUT ke-28 BPKP Perwakilan Jabar di kantor BPKP Perwakilan Jabar, Jln. Cibeureum, Senin (30/5).
Dirinya menegaskan, sebagaimana tugasnya, BPKP merupakan lembaga yang ikut membantu pemberantasan kasus korupsi. BPKP membantu tugas aparat penegak hukum dalam hal menyingkap korupsi, atau ada tidaknya kerugian negara yang terjadi.
“Untuk kasus-kasus yang dinilai merugikan negara, sejak tahun 1998 hingga 2011 ini, kita temukan 427 kasus atau rata-rata 40 kasus per tahun. Berkas itu semua sudah diserahkan kepada penegak hukum. Sebanyak 421 berkas dilimpahkan ke Polda dan Kejaksaan serta 6 ke KPK,” paparnya.
Dari seluruh temuan yang dihasilkan melalui audit BPKP dan sudah dilimpahkan ke lembaga penegak hukum, Tahria yang didampingi Kabid Investigasi Danny Kusnandar menyatakan, sebagian besar sudah diputus di pengadilan.
Dari jumlah itu, ada yang dinyatakan bersalah dan ada yang tidak. Sebagian kasus lain masih dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Hanya saja, Tahria menuturkan, pihaknya tidak bisa memberikan informasi kepada publik di daerah mana saja temuan-temuan tersebut.
“Sebagian besar, mungkin hampir 50 persennya sudah diputus di pengadilan. Tapi kita tidak mengetahui secara menyeluruh. Kita tidak bisa merinci daerah mana atau kasus apa saja yang ditemukan. Semuanya kita limpahkan kepada aparat penegak hukum, dan kewenangan mereka yang melakukan,” tambahnya.
Tahria menjelaskan, dari temuan-temuan tersebut, mayoritas tindak pelanggaran yang dilakukan yaitu dalam pengadaan barang/jasa dan mark-up harga. Selain itu, kasus-kasus bantuan juga ada dan menjadi temuan.
Tahria mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan berangkat dari bukti-bukti yang kuat dan bisa diangkat di pengadilan. Hal itu merupakan prinsip dari BPKP karena biasanya ketika kasus berlanjut hingga pengadilan, pihak BPKP selalu dihadirkan sebagai saksi ahli.
“Kita sangat objektif dalam menangani sebuah kasus. Objektif dengan bukti-bukti yang cukup kuat,” tutur Tahria.
Untuk menangani kasus-kasus tersebut, BPKP selain berusaha objektif, juga berupaya menekan terjadinya kasus tersebut di pemerintah daerah. BPKP. Dijelaskannya, dalam momentum usianya yang ke-28, BPKP akan terus meningkatkan komunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang ada di Jabar. Terutama dalam penyusunan laporan keuangan.
Tahria menyatakan, peran BPKP sendiri saat ini sangat berbeda dibandingkan sebelum reformasi. “Dulu sebelum reformasi jika ada kesalahan laporan keuangan, bisa disposisi uang dikembalikan ke negara tapi sekarang harus selalu melalui jalur hukum,” ujarnya.
Untuk lebih meningkatkan akuntabilitas serta upaya pencegahan korupsi, Tahria menyatakan, pihaknya sudah mengajak seluruh inspektorat di Jabar untuk sama-sama menandatangani ikrar aparatur pengawasan.
Tahria menilai, koordinasi dan sinergi akan menjadi omong kosong, ketika tidak ada komunikasi antara inspektorat seluruh Jabar dengan BPKP.
Jauh sebelum saat ini, BPKP kata Tahria, selama 10 tahun terakhir terus fokus pada capacity building, peningkatan kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola keuangan. Agar pengelolaan tetap pada jalurnya, BPKP juga melakukan audit reguler hingga investigasi sebagai penjabaran dari audit reguler, seandainya ditemukan ada penyimpangan ketika melakukan audit reguler.
“Kita lebih banyak ke pembinaan. Dan sekarang kita lebih fokus pada pekerjaan yang sifatnya lintas sektoral, seperti masalah ketahanan pangan,” katanya. (Zaen)