Braga Culinary Night, Wisata Malam Di Kota Bandung

Jalan Braga jalan intelek
tidak boleh masuk keretek
becak roda bemo honda jalanna muter
ber datang ti kaler har kaburu lieur

Jalan Braga mobil plat beureum
perhiasan emasna reunceum
tahan harga jaga gengsi meuli tarasi
duh kukurilingan har teu beubeunangan “

Begitulah petikan lagu pop sunda yang di populerkan Hetty Koes Endang menggambarkan kondisi Jalan Braga. Jalan Braga sebagai salah satu tujuan wisata di Kota Bandung tampaknya semakin populer belakangan ini. Di banyak situs internet berupa weblog dapat dengan mudah kita temui tulisan-tulisan ringan mengenai ruas jalan yang panjangnya hanya sekitar setengah kilometer ini. Kebanyakan tulisannya bercerita tentang kesan para penulisnya berjalan-jalan di kawasan Braga. Sebagian lain sedikit lebih serius dengan menyampaikan juga data-data sejarah yang berkaitan dengan perkembangan modern Jalan Braga sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini.

Jalan Braga sangat kental bernuansa suasana tempo dulu, yang di sepanjang jalannya masih dapat terlihat dari sebagian kecil bangunan “jaman baheula”. Para wisatawan baik domestik, maupun mancanegara tak sedikit dari mereka membawa peralatan seperti kamera foto atau perekam video untuk mengabadikan berbagai obyek yang menarik perhatian. Kadang di lokasi atau gedung tertentu para wisatawan terlihat sampai memperhatikan berbagai detail yang masih tersisa.

Yang juga cukup menarik adalah fenomena banyaknya kelompok remaja yang mengunjungi Jalan Braga terutama pada akhir minggu dan hari-hari libur. Sejak pagi hingga menjelang malam, berbagai kelompok remaja tampak silih berganti berjalan-jalan atau berfoto bersama di sudut-sudut jalan Braga. Obyek foto paling populer tentunya gedung-gedung tua peninggalan masa kolonial yang sebagian tampak masih kokoh berdiri dan menyisakan keindahan masa lalunya. Tak jarang pula bisa kita saksikan berbagai kegiatan pemotretan untuk keperluan fashion atau pernikahan, dan bahkan untuk pembuatan film, dilakukan di sepanjang Jalan Braga dengan latar gedung-gedung tuanya. Tak pelak lagi, Jalan Braga memang merupakan salah satu daya tarik wisata yang cukup penting di Kota Bandung.

Jalan Braga sebelum abad ke-20 hanyalah jalanan becek dan berlumpur yang sering dilalui oleh pedati pengangkut kopi dari koffie pakhuis (di lokasi Balaikota sekarang) yang menuju Grote Postweg (Jalan Asia-Afrika sekarang). Itulah sebabnya di masa lalu Jalan Braga dikenali dengan nama karrenweg atau pedatiweg. Menjelang berakhirnya abad ke-19, Jalan Braga mengalami berbagai perkembangan seiring dengan pembangunan Kota Bandung secara umum.

Memasuki dekade pertama abad ke-20, kawasan Braga perlahan menjadi semacam pusat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung, terutama para Preangerplanters yang biasanya berdatangan ke Bandung bertandang menikmati indahnya panorama Jalan Braga. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, para preangerplanters mendapatkannya dari sejumlah toko di ruas Jalan Braga yang saat itu sudah dikenal dengan nama Bragaweg. Berbagai mode pakaian, perhiasan, dan aksesoris tubuh lainnya tersedia di toko-toko yang mulai bermunculan di ruas Bragaweg. Toko pertama yang berdiri adalah toko kelontong milik Hellerman, yang kemudian disusul oleh berbagai toko dan perusahaan lain dengan andalan jualan yang yang lebih spesifik seperti de Concurrent untuk perhiasan, Au Bon Marche untuk pakaian, dan Maison Bogerijen untuk makanan. De Concurrent hingga sekarang masih dapat ditemui di Jalan Braga, dan barang yang ditawarkannya pun relatif masih sama, perhiasan. Sedangkan Maison Bogerijen sudah berganti rupa namun masih tetap beroperasi sebagai restoran dengan nama Braga Permai.

Bandung memang tidak memiliki kompleks kota tua seperti di Jakarta atau Semarang. Namun mengingat usia kota Bandung yang juga relatif muda dibandingkan dengan Jakarta atau Semarang misalnya, maka tak heran bila peninggalan-peninggalan tua berupa bangunan di Bandung tak banyak yang berumur lebih dari satu abad. Bahkan dengan mudah dapat diperhatikan bahwa kondisi seperti ini juga terjadi di Jalan Braga. Sebagai salah satu tujuan wisata, Jalan Braga sudah cukup lama kehilangan perhatian dan ditelantarkan dalam keadaan hidup segan, mati tak mau. Beberapa gedung dibiarkan kosong dan tidak terawat. Belum lagi kepadatan lalu-lintas yang membuat Jalan Braga sering dalam keadaan macet dan bising sehingga tidak nyaman untuk dilalui, apalagi dijadikan sebagai tempat bersantai.

Sebagai upaya revitalisasi, Pemerintah Kota Bandung melakukan pembenahan Jalan Braga yang dimulai dengan penggantian jalan aspal dengan susunan batuan andesit. Dengan harapan revitalisasi Jalan Braga bisa lebih memperhatikan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Misalnya, dengan menjadikan Jalan Braga sebagai kawasan pedestrian, tentunya mesti diperhatikan pula obyek-obyek yang akan ditawarkan kepada para calon pengunjung. Para pedestrian pasti tak ingin mendapati sebuah kompleks wisata dengan gedung-gedung kosong dan kumuh atau pusat pertokoan yang senyap karena tak banyak obyek yang cukup menarik hati sehingga tak mampu membuat pengunjung bertahan berlama-lama dan berbelanja di kawasan itu.

Sejumlah usulan tentang revitalisasi Jalan Braga sudah pernah diungkapkan masyarakat melalui berbagai media, salah satunya adalah dengan menjadikan Jalan Braga sebagai sentra FO, distro, atau pusat perbelanjaan yang bergengsi seperti di masa lalu. Atau mencontoh yang sudah dilakukan oleh beberapa kota besar di Indonesia, dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata kota tua.

Namun, apapun yang direncakan untuk revitalisasi Jalan Braga, pasti memerlukan rancangan yang matang dan kerja sama yang melibatkan banyak pihak seperti arsitek, sejarawan, pengusaha, tokoh masyarakat, dan yang jangan dilupakan, para pemilik toko dan bangunan yang ada di Jalan Braga. Karena merekalah para pegiat sehari-hari yang melangsungkan kehidupan di Jalan Braga dan yang akan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat dan para pengunjung wisata kota tua.

Kini, di bawah kepemimpinan Walikota Bandung, Ridwan Kamil bersama pasangannya Wakil Walikota Bandung, M. Oded Danial dan mencoba menghadirkan sesuatu yang baru dan boleh dikatakan berusaha menyenangkan hati dan memberikan kegembiraan pada warganya dengan cara yang berbeda. Braga Culinary Night 2014 atau biasa disingkat BCN, adalah salah satu terobosan Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil.

Sabtu (11/1/2014) malam, Braga Culinary Night diselenggarakan untuk pertama kalinya di Bandung, Jalan yang penuh sejarah dan dielu-elukan ini dimulai pukul 17.00 hingga pada pukul 01.00 WIB. Rekayasa arus lalu lintas di sekitar Jalan Braga pun dilakukan.

Kang Emil menuturkan bahwa BCN 2014 baru pertama kali dilaksanakan. Itu merupakan salah satu dari mimpi Pemerintahan Kota Bandung untuk memperbanyak car free night, yaitu menutup jalan di seluruh pelosok kota Bandung. Dan Braga dipilih Emil sebagai lokasi uji coba untuk gebrakan barunya tersebut.

“Temanya pun sederhana, menutup jalan kemudian ada yang jualan makanan. Maksudnya, agar orang menikmati kegembiraannya dengan cara sederhana, makan,” katanya. Sebagai pemilik ide, Kang Emil sadar betul bahwa acara tersebut masih banyak kekurangan.

Tapi, antusiasme warga yang sungguh luar biasa besarnya tak dapat dielakan. Secara tak langsung itu menandakan bahwa perlu diadakan acara serupa di lokasi lainnya.

“Braga identik dengan identitas Bandung. Makanya, antusiasme warga begitu besar,” katanya menambahkan. Dijelaskan Emil yang juga seorang arsitektur ini, agar terlihat berbeda dan memudahkan pengunjung dalam mengatur pengeluarannya, di BCN itu dibagi menjadi tiga zona yang disesuaikan dengan kantong pengunjungnya. Yaitu zona PKL, makanan kafe, dan find dining. Bahkan patut diacungi jempol, setiap kali BCN berlangsung, tak henti-hentinya Kang Emil yang selalu menyempatkan hadir di ajang itu, memilih duduk dan mengevaluasi tata letak dari lokasi BCN tersebut. Emil bahkan tampak serius membuat sketsa tata letak yang seharusnya di atas secarik kertas.

“Zona PKL itu murah meriah. Kawasan ini untuk jomblo-jomblo galau dan anak kos yang duitnya terbatas. Untuk yang kafe, kita mau mejanya di luar agar ada interaksi,” kata Emil menambahkan

BCN sebagai event mingguan yang di buka pada sabtu malam, dikatakan Kang Emil adalah upaya dari Pemkot Bandung yang memiliki kegiatan yang sifatnya rutin, bergembira, dan sederhana sehingga masyarakat dapat menikmati keindahan berwisata malam hari tanpa ada rasa ketakutan. Di BCN juga menyajikan banyak penjual makanan, baik cita rasa lokal maupun internasional. Anda pun bisa sepuasnya menikmati makanan mulai dari sosis, steik, es krim, hingga bandrek yang merupakan minuman khas Tanah Parahyangan. Dalam pelaksanaan BCN, Jalan Braga Panjang ditutup. Stand makanan pun ada di sana-sini di sepanjang jalan yang kemudian sering disebut sebagai Jalan Braga Andesit.

Selain BCN, pertokoan yang ada di lokasi tetap buka. Mereka memanfaatkan momen tersebut dengan memberikan potongan harga lumayan besar. Di beberapa bar, anda akan dihibur dengan sajian live music. Setiap bar menampilkan live music dengan genre berbeda, mulai dari rock, reggae, bahkan dangdut. Hal itu menambah semarak malam minggu di Jalan Braga.

Terkait penutupan jalan, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polrestabes Bandung Ajun Komisaris Besar Polisi Diki Budiman di Balaikota Bandung, Jalan Wastukencana, Bandung, mengatakan untuk rekayasa arus lalu lintas, yaitu meliputi kendaraan yang melaju dari arah Jalan Tamblong belok kanan menuju ke Jalan Naripan sifatnya buka tutup. Kemudian, kendaraan yang melaju dari arah Jalan ABC tidak bisa belok kiri melalui Jalan Braga, tetapi kendaraan hanya bisa lurus ke Jalan Naripan dan belok kanan ke Jalan Braga pendek.  .

“Jalan Braga panjang kita tutup, kecuali Braga pendek, kita tidak mengganggu Jalan Braga pendek. Kemudian dua jalan kecil, yaitu Jalan Markoni dan Jalan Kejaksaan kita tutup juga,” kata Diki.

Diki menambahkan, penutupan Jalan Braga panjang dan rekayasa beberapa ruas jalan di sekitar Jalan Braga diberlakukan setiap hari Sabtu, mulai pukul 17.00 dan kembali dibuka pukul 01.00 WIB. “Ini kan instruksi Wali Kota yang meminta mengadakan event ini setiap malam minggu. Ya, ini (penutupan dan rekayasa jalan) kita berlakukan seminggu sekali,” kata Diki.

Wara-wiri di sepanjang Jalan Braga memang asyik. Terlebih adanya BCN, nah, tunggu apa lagi? Jadikan Jalan Braga sebagai destinasi akhir pekan Anda bersama keluarga. (Adv)

Tinggalkan Balasan