Buruan Sae Jadi Salah Satu Solusi Kota Bandung Hadapi El Nino

BANDUNG, LJ – Menghadapi musim kemarau dan fenomena El Nino, Kota Bandung perlu membentengi diri terutama dalam hal ketahanan pangan. Apalagi lebih dari 90 persen kebutuhan pangan Kota Bandung diperoleh dari daerah lain.

Salah satu solusi yang terus digencarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung adalah Buruan Sae. Sampai saat ini sudah ada 375 titik kelompok Buruan Sae di Kota Bandung. Salah satunya di RW 02 Kelurahan Sukamiskin.

Kelompok kebun Buruan Sae di RW 02 Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik ini sudah dimulai sejak Juni 2020 bersamaan dengan diterapkannya program Kang Pisman.

Ketua RW 02 Sukamiskin, Deny Sukirman menjelaskan, lahan seluas 300 meter persegi yang ada di lingkungannya digunakan sebagai lahan terintegrasi.

“Lahan ini tidak hanya digunakan untuk Buruan Sae, tapi juga berbarengan dengan Kang pisman dan pengolahan sampah. Lahan yang digunakan untuk Buruan Sae itu sekitar lebih dari 30 persennya atau 100 meter persegi,” jelas Deny, Selasa 22 Agustus 2023.

Di Buruan Sae RW 02 Sukamiskin bisa ditemui beragam jenis sayuran. Namun, sayuran yang paling sering ditanam yaitu kangkung dan pakcoy. Selain itu, ada pula tanaman obat keluarga (toga) dan bawang-bawangan.

“Selain tanaman, Buruan Sae kami juga ada budikdamber dan ayam petelur. Prinsipnya memanfaatkan lahan. Ada yang ditanam langsung di tanah, polibag, dan organic tower garden (OTG). Memanfaatkan lahan yang sempit supaya tepat guna,” paparnya.

Bibit tanamannya, kebanyakan diperoleh dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP). Namun, kata Deny, terkadang para anggota Buruan Sae juga membeli sendiri dari hasil penjualan.

Hasil Buruan Sae biasanya mereka jual ke warga sekitar. Sebab menurut Deny, peminatnya memang banyak dari kelompok berkebun sendiri atau warga sekitar.

“Itu pun sudah langsung habis sama warga di sini. Biasanya panen dua bulan sekali, seperti kangkung dan pakcoy. Itu kalau kita jual semua hasil sayurannya bisa dapat sekitar Rp100.000-Rp200.000,” ungkapnya.

Ia mengaku, kebermanfaatannya sangat dirasakan warga sekitar. Melalui hasil Buruan Sae, pihak RW bisa membantu PKK untuk penuntasan stunting.

“Meski memang di wilayah kami tidak ada yang stunting, tapi ini sebagai bentuk pencegahan. Minimal memberi bantuan pangan hasil sayuran dan lele. Kadang kita bagikan juga telur,” ucap Deny.

Selain kepada yang membutuhkan, ia juga memberikan hasil Buruan Sae kepada warga yang aktif dalam pemilahan sampah sebagai reward untuk mereka.

Merespon program tersebut, Lurah Sukamiskin, Farida Agustin mengatakan, Buruan Sae menjadi salah satu program andalan di wilayahnya. Bahkan, melalui program Buruan Sae, Kelurahan Sukamiskin bisa menyabet Juara 1 Kelurahan Terbaik se-Jawa Barat.

“Buruan Sae ini juga merupakan upaya kami untuk mencegah stunting. Kita lakukan penanaman sayur mayur pertanian di lahan tidur. Hasil panen digunakan untuk kebutuhan masyarakat sekitar,” kata Farida.

Ia menyebutkan, secara keseluruhan, angka rentan stunting di Sukamiskin pada tahun 2022 tercatat ada 94 anak. Angka ini menurun dari tahun 2021 yakni sebanyak 202 anak.

Tak tanggung-tanggung, anggaran Kelurahan Sukamiskin Rp3,3 miliar digelontorkan untuk pemberdayaan dan sarana prasarana.

“Ada yang melalui program PIPPK, LPM, Karang Taruna, PKK, dan RW. Ini kami sebar ke beberapa program, salah satunya Buruan Sae. Bahkan, kami juga berkolaborasi dengan pihak swasta untuk CSR,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala DKPP Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar menyampaikan, tepat pada hari ulang tahun Republik Indonesia, 17 Agustus silam, program Buruan Sae Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mendapatkan penghargaan tertinggi Piala Abdibaktitani 2023 yang langsung diberikan Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Ia mengungkapkan, sejak tahun 2021 sampai sekarang, banyak perkembangan baru dari Buruan Sae. Hal ini menjadi salah satu penilaian lebih dari pihak kementerian.

“Dari jumlah kelompok pun semakin signifikan. Pada 2021 baru sampai 150 kelompok. Kini sudah ada 375 titik kelompok Buruan Sae di Kota Bandung,” sebut Gin Gin.

Buruan Sae tidak hanya mengembangkan ketersediaan pangan, tapi juga jadi solusi pengendalian inflasi. Bahkan, ia optimis Buruan Sae bisa menjadi solusi ketahanan pangan di tengah musim kemarau dan fenomena El Nino.

Meski mendapat penghargaan, Gin Gin mengakui, Kota Bandung belum sepenuhnya mampu untuk memproduksi kebutuhan pangan sendiri. Namun, dengan kehadiran Buruan Sae, masyarakat mampu mengembangkan ketersediaan pangan.

“Dari hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) tahun 2020, sebanyak 96,42 persen kebutuhan pangan Kota Bandung diperoleh dari daerah lain. Lalu di tahun 2022 kita melakukan perhitungan itu lagi. Hasilnya ternyata ada penurunan cukup signifikan menjadi 90,16 persen,” ucapnya.

Selain menambah jumlah kelompok Buruan Sae, program lain yang sedang dikembangkan Pemkot Bandung adalah pangan berkualitas.

“Pangan bukan hanya bicara mengenai produksinya, tapi juga harus sehat dan memiliki nilai. Itu yang sedang kita kembangkan,” tuturnya.

Salah satu produksi pangan non beras yang sedang dikembangkan adalah shorgum. Ini diharapkan bisa menjadi model pengembangan pangan yang baru di Kota Bandung.

“Nantinya Kota Bandung bisa mengembangkan pangan alternatif lokal yang bisa menggantikan beras dan menambah pendapatan. Juga menjadi pakan ternak yang saat ini sedang mahal,” ujarnya.

Selain itu, ada pula program pemanfaatan pangan diolah menjadi makan yang punya nilai gizi dan kesehatan. Sehingga bisa bermanfaat untuk kesejahteraan.

“Kita juga punya PR di pangan hewani, ini harus semakin ditingkatkan. Sebab, kebutuhan pangan hewani di Kota Bandung cukup tinggi,” imbuhnya.

Penulis: DinaEditor: SanReza