[lintasjabar tkp=”KAB. BANDUNG”] Anggota Komisi I DPRD Jawa Barat, H. Arif Hamid Rahman, SH mendorong penuh agar mahasiswa dapat menguasai teknologi serta membangun kualitas komunikasi yang efektif, baik secara lisan maupun maupun tulisan terlebih pada era disrupsi. Begitupula ditegaskannya agar mahasiswa untuk bisa menekan hoaks atau berita bohong dengan cara tabayun terlebih dahulu, seperti yang acapkali berseliweran dalam media sosial dan informasinya tak bisa dipertanggungjawabkan.
Hal tersebut ia sampaikan pada saat menjadi pemateri pada acara Ospek Jurusan Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Persis Bandung, di Villa Esduabelas Kabupaten Bandung Minggu, (25/7/2021).
Menurutnya, era disrupsi adalah sebuah era di mana terjadinya inovasi dan perubahan secara besar-besaran dan secara fundamental mengubah semua sistem, serta tatanan yang ada ke cara-cara baru.
“Kita sederhanakan adalah bagaimana perkembangan teknologi digital mampu menggantikan pekerjaan manusia. Misalnya informasi-informasi yang ditampilkan tidak lagi secara konventional tetapi sudah dalam bentuk dunia ataupun teknologi digital,” papar legislator Gerindra dari dapil I Kota Bandung dan Kota Cimahi ini.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
Pada kesempatan tersebut, Arif didaulat memberikan paparan terkait tema “Pola Komunikasi Mahasiswa di Era Disrupsi”. Ditambahkannya, salah satu ciri pada era disrupsi adalah penggunaan sosial media atau medsos yang semakin masif dan tidak sedikit menimbulkan dampak positif dan juga negatif.
Diungkapkan informasi dunia digital banyak ditemukan seperti media sosial seperti, Facebook, WhatsApp app, Instagram, Twitter atau medsos lainnya. Belakangan ini, pola interaksi masyarakat atau lebih ramai disebut netizen di era disrupsi menjadi kegelisahan tersendiri bagi sebagian manusia.
Banyak cara menghadapi era disrupsi, Arif memandang antara lain terciptanya SDM yang unggul berakhlak, terus berinovasi dengan belajar dari kesalahan, melek teknologi serta siap dengan perubahan sebab sejatinya yang abadi adalah perubahan.
“Perlu diketahui bahwa kita berada di era disrupsi yang perlu direspon dengan positif dengan nilai-nilai ketimuran. Jangan sampai justru penggunaan sosial media dapat merugikan diri sendiri ataupun masyarakat lain sehingga terkena jerat hukum akibat melanggar UU ITE No 11 Tahun 2008,” harapnya.
Maka itu, lanjut Arif, ketika mendapatkan informasi maka haruslah melalui proses saring sebelum sharing. Sebab kualitas mental yang diperlukan untuk bertahan dalam era disrupsi adalah memiliki nilai-nilai atau value dan believing yang artinya individu harus memegang nilai dan prinsip agama agar tidak disorientasi dalam membuat langkah ke masa depan, kedua problem solving yaitu skill atau kemampuan memecahkan persoalan yang dihadapi dengan cara positif dan konstruktif, mau berkreasi dan berinovasi, berpikir secara kritis, kerjasama, peduli terhadap sesama.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
Dan tentu saja membudayakan menulis berawal dari soal kebiasaan. Sosmed saat ini sangat menguntungkan, diantaranya bisa dimanfaatkan untuk berdiskusi keilmuan akademik, sharing informasi, menulis dan sharing terkait kajian dan analisa sosial, bahkan bisa juga dijadikan ladang mencari nafkah.
“Bijak menggunakan medsos artinya menggunakan bahasa dan komunikasi yang sepatutnya atau beretika, menghargai adanya perbedaan pendapat dan tidak menjadikan sebagai ajang saling menjustifikasi. Lebih-lebih jangan gunakan facebook atau sosmed sebagai curhatan sebab tidak semua orang akan bersimpati dan beremphaty karena bisa jadi akan sebaliknya,” terangnya dihadapan puluhan mahasiswa baru KPI.
Dan tentu saja, ia sangat mewanti-wanti agar medsos harus dimanfaatkan sebagai bentuk improvisasi diri dan harus memelihara nilai-nilai agama agar terhindar dari konsep diri negative sebagai akibat penggunaan medsos.
Terakhir ia menyampaikan agar pada masa pandemi Covid-19 ini, untuk senantiasa menjaga dan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan harapan pandemi segera berakhir. (AdiPar)