
Oleh: Daddy Rohanady*
TRANSFER Keuangan ke Daerah (dari Pemerintah Pusat) dicanangkan mengalami penurunan secara drastis pada tahun 2026. Itu berdampak pada terjadinya Turbulensi jilid III dalam APBD Provinsi Jawa Barat. Turbulensi jilid III diproyeksi sekitar 3 triliun lebih.
Turbulensi APBD Jabar kali ini disebabkan dua hal. Pertama penurunan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 2,458 triliun. Selain itu, tidak tercapainya target pendapatan asli daerah tahun 2025 sebesar Rp 1 triliun lebih.
Turbulensi APBD Jabar Jilid I terjadi ketika covid melanda. Kala itu APBD Jabar turun sekitar Rp 10 triliun. Lalu, turbulensi jilid II ketika diberlakukan Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemeriintah Pusat dan Daerah (HKPD). Turbulensi jilid II membuat APBD Jabar turun sekitar Rp 6 triliun.
Setiap turbulensi tersebut pasti membutuhkan solusi untuk prmbangunan. Mengapa? Setiap turbulensi pasti berdampak pada berkurangnya kemampuan daerah untuk membiayai program dan kegiatan.
Semua membutuhkan kesadaram masyarakat bahwa pajak sangat dibutuhkan untuk penbangunan. Terkadang ada potensi tetapi tak sedikit yang selalu macet.
Oleh karena itu, dibutuhkan peraturan daerah (perda) yang secara spesifik mengatur Pajjak dan Retribusi Daerah (PDRB). Di dalam Perda PDRB Jabar yang akan datang diatur pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak air permukaan (PAP), dan retribusi.
Masih butuhnya kesadaran masyarakat dapat dilihat dari masih banyaknya kendaraan belum melakukan daftar ulang (KBMDU) dan kendaraan tidak melakukan daftar ulang (KTMDU).
Dialog wakil rakyat dengan masyarakat diharapkan akan lebih meningkatkan kesadaran peran pajak dalam pembangunan.
Dengan demikian, kemampuan pemerintah akan meningkat dalam melakukan percepatan pembangunan di segala sektor. Semoga.
*Penulis: Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat