Dirut bjb: Era Digital Perbankan Tak Bisa Ditawar Lagi

BANDUNG, LJ – Direktur Utama bank bjb Ahmad Irfan menilai perbankan nasional kini menghadapi tantangan ekonomi digital yang bergerak cepat sehingga para pelaku indusutri harus segera mengikuti tren ini agar mampu bersaing di era digital ekonomi ini.

Ahmad Irfan mengemukakan saat ini dunia dikuasai oleh generasi Y dan Z yang sangat paham dan akrab dengan teknologi, sehingga semua sektor industri termasuk perbankan harus mengikuti tren di era digital ini.

“Bank harus mengikuti tren yang berkembang. Kini dunia dikuasai oleh generasi Y dan Z yang mengedepankan teknologi. Artinya bank akan ketinggalan jika tidak melakukan pemutakhiran teknologi. Adaptasi teknologi tidak dapat ditawar,” ujar Direktur Utama bank bjb Ahmad Irfan saat menjadi pembicara pada Bandung Year-End Conference, Festival of Resolution, di Bandung 19 Desember 2017, lalu.

Ahmad Irfan mengemukakan catatan gemilang yang diraih bank bjb sepanjang tahun 2017 tidak lepas dari kesigapan dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan zaman. Adopsi teknologi, inovasi dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia menjadi tiga aspek penting yang selalu ditekankan manajemen bank bjb.

Menurutnya, generasi Y dan Z memiliki preferensi serta karakteristik yang berbeda dengan para pendahulunya. Generasi yang disebut milenial ini mempunyai perbedaan selera dan ekspektasi, termasuk soal produk perbankan. Pasalnya, generasi Y dan Z lebih menggemari pola interaksi berbasis online yang dapat memberikan solusi secara digital.

“Generasi baby boomers dan generasi X sebentar lagi akan hilang. Maka mau tidak mau perbankan harus dapat mengikuti generasi penerus agar produknya dapat bertahan. Ini permintaan pasar maka perbankan harus mengantisipasi,” ujar Ahmad Irfan.

Dengan perkembangan itu, bank bjb kini sudah mengambil langkah strategis dengan melakukan pendekatan produk dan jasa yang sesuai dengan perkembangan zaman. Alasan yang kemudian tetap menjadikan bank bjb sebagai Regional Champions.

Salah satunya, dengan berkomitmen meningkatkan inovasi pada produk dan jasa melalui layanan berbasis digital seperti bjb mobile, bjb sms, bjb digi, e-money server based hingga card based.

“Sekarang sudah masuk pada digital banking dan bank bjb sudah mengarah kesana. Sudah banyak perbankan yang hilang karena perkembangan milenial dan teknologi. Perkembangan teknologi tidak dapat ditawar lagi,” ujar Ahmad Irfan.

Salah satu wujud teknologi terdapat pada layanan fintech yang dalam kurun waktu dua tahun terakhir telah mampu meraup transaksi hingga Rp 3 triliun. Ahmad Irfan memprediksi di tahun 2020 fintech akan mampu menghasilkan Rp 7 triliun. Artinya jika perbankan dan regulator tidak bergerak cepat maka akan tertinggal dari sisi payment.

Lalu bagimana dengan kredit yang konvensional? bank bjb telah menyiapkan pondasi terkait kredit berbasis online. Tentu tetap mengedepankan lima prinsip yakni karakter, kapasitas, kapital, kolateral dan kondisi.

“Kami sudah memilah dan bisa melakukan kredit secara online. Namun tetap melakukan mitigasi risiko. Jangan takut dengan fintech karena bukan musuh perbankan,” ujar Ahmad Irfan.

Konsep tersebut bukan tidak mungkin dilakukan oleh BPD. Namun, lantaran BPD memiliki keunikan yang terletak pada dukungan kuat pemerintah daerah, baik dari sisi supply maupun demand, yang justru kerap membuatnya berada pada zona nyaman.

“Catat! bank bjb jangan berada pada zona nyaman. Bangkit dan terus lakukan inovasi karena kualitas sumber daya manusia bank bjb sudah sangat menjanjikan,” ujar Ahmad Irfan.

Sementara untuk captive market utama bank bjb memang berada pada penyaluran kredit konsumer yang mayoritas bersumber dari nasabah PNS. Setidaknya bank bjb memiliki sekitar 400.000 payroll PNS di Jabar dan Banten yang menjadi tonggak dalam mengembangkan bisnis. Lalu kredit komersial hadir sebagai pilar kedua bisnis bank bjb.

“bank bjb tetap akan fokus pada core business utama yaitu kredit konsumer sebagai pilar pertama. Di pilar kedua akan fokus pada kredit komersial untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuannya agar berimbang antara produktif dan konsumtif,” ujar Ahmad Irfan.

Diikuti oleh kredit Mikro serta KPR sebagai pilar ketiga dan keempat dalam mendukung laju pertumbuhan bisnis internal. Untuk itu bank bjb menargetkan kredit mikro tumbuh sekitar 29% pada tahun 2018 mendatang melalui beragam fasilitas yang diberikan seperti program CSR Kewirausahaan bjb dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Terpadu (Pesat).

Selain itu bank bjb juga akan mengembangkan sistem transaksional banking untuk mempertahankan likuiditas yang sustainable. Lalu penyaluran kredit yang berkualitas akan ditingkatkan serta menekan rasio kredit bermasalah.

“Saya punya mimpi pada tahun 2018 hingga 2020, bank bjb menjadi transaksional banking. Tinggalkan kredit beresiko tinggi namun hadapi kredit beresiko rendah,” ujar Ahmad Irfan. (***)

Tinggalkan Balasan