BANDUNG LJ – Dewasa ini mulai dikenal cara bertani, berkebun, beternak di lahan perkotaan dikenal dengan Urban Agriculture. Hal itu adalah proses memproduksi dan mendistribusikan bahan makanan secara lokal. Berkebun atau bertani dapat dilakukan dimana saja asalkan ada media tanam bahkan di lahan yang sempit sekalipun, terutama di Indonesia khususnya Kota Bandung terdapat banyak sekali lahan terbengkalai bahkan hingga ke tengah kota, hal ini dapat dimanfaatkan sebagai lahan Urban Agriculture

Kegiatan Urban Agriculture dalam skala kecil (komunitas) biasa disebut Community Garden. Di Kota Bandung kegiatan ini diprakarsai oleh sebuah komunitas bernama Bandung Berkebun. Komunitas ini berusaha mengenalkan gaya hidup berkebun kepada masyarakat kota Bandung, hingga akhirnya gerakan ini menyebar ke kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Kegiatannya berupa berkebun di beberapa lahan terbengkalai di kota Bandung, bertambah dengan beberapa kerjasama dengan sekolah-sekolah dan instansi lain. Skala berkebunnya masih kecil (gardening) dan hasil kebun sampai saat ini masih sebatas dimanfaatkan oleh komunitas pekebun untuk konsumsi pribadi.
Gardening School sendiri merupakan kepedulian pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertapa) Kota Bandung dalam menyosialisasikan urban farming di kawasan atau lingkungan sekolah.

Keterlibatan serta tingkat partisifasi siswa dalam hal ini sangat diandalkan guna mensukseskan gardening school. Disamping juga memberikan pemahaman kepada para siswa atau anak didik tentang bagaimana bercocok tanam atau berkebun dengan lahan yang ada.
“Dengan Gardening School, kami pihak Dispertapa Kota Bandung mencoba memberikan pemahaman terhadap masyarakat sejak dini kepada para siswa atau adik-adik pelajar terhadap pentingnya serta manfaat pertanian,” ujar Kepala Dispertapa Kota Bandung, Ely Wasliah di ruang kerjanya baru-baru ini.
Menurutnya, Dispertapa Kota Bandung bekerjasama dengan pihak sekolah untuk mensosialisasikan program gardening school guna untuk menciptakan iklim nyaman, segar dan asri di lingkungan sekolah selain pula melibatkan dan memberikan pemahaman serta edukasi kepada siswa bagaimana cara berkebun, merawat dan menghasilkan manfaat dari berkebun tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan yang sering disampaikan Walikota Bandung, Ridwan Kamil bahwa nuansa alam atau hutan harus diciptakan kendati ada keterbatasan lahan. Salah satunya green house tempat penanaman hidroponik, sebab akan menimbulkan suasana istimewa.
“Green house, merupakan contoh bahwa warga Bandung tidak hanya bisa mengonsumsi tapi juga bisa berkebun. Terutama di lingkungan sekolah, agar para anak didik bias terdidik secara langsung bagaimana arti penting bertani dan bercocok tanam,” terang Kang Emil sapaan akrab Walikota Bandung.
Dengan sistem bercocok tanam gardening school, lanjut Emil, diharapkan nantinya tidak ada alasan lagi mengenai keberadaan lahan kosong yang tidak ditanami. Sebab melalui system hydroponic sekecil apapun lahan, dan media tanaman dapat dimaksimalkan.
Harapan Emil, ini menjadi budaya baru di Kota Bandung, bahwa urban farming, gardening school bisa dilakukan oleh setiap warga juga para siswa. “Bukan hanya keren-kerenan sesaat, lalu nanti hilang lagi ketika sudah tidak musim,” harapnya.

Menurut Kepala Bidang Produksi Dispertapa Galih Praasih, manfaat sayuran hidroponik yang miliki nilai ekonomis tinggi. Sebagai alternatif pemberdayaan lahan pekarangan perumahan dan lahan tidur, atau lahan pekarangan di lingkungan sekolah.
“Kita mencoba bukan hanya memberikan wawasan dan pendidikan bertani kepada para petani kota saja melainkan kepada anak-anak didik di sekolah sejak usia dini agar ditingkatkan. Bahkan keterampilan ini lebih bersifat ketrampilan yang mudah mendapatkan penghasilan,” terangnya. (Lintasjabar/Adv)