Hoerudin: Kekuatan Ideologi Akan Membangun Kekuatan Kehidupan Berbangsa Bernegara

Anggota MPR RI Muhammad Hoerudin Amin saat menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Tarogong Kidul Kabupaten Garut, Jumat 13 Desember 2024.

KAB. GARUT, LINTAS JABAR – Anggota MPR RI Muhammad Hoerudin Amin kembali menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan.

Kali ini, sosalisasi yang membahas tentang Pancasila, UUD 1945, NKRI & Bhineka Tunggal Ika sebagai media Sosdap MPR RI digelar di Tarogong Kidul Kabupaten Garut, Jumat 13 Desember 2024.

Pada kesempatan itu, dihadapan warga, Hoerudin biasa disapa, memaparkan kekuatan ideologi akan membangun kekuatan kehidupan berbangsa bernegara.

“Oleh karenanya upaya kita adalah bagaimana membangun ideologi Pancasila menjadi ideologi masa depan,” terang legislator Fraksi PAN itu.

Menurutnya, kekuatan ideologi masa depan tak akan mungkin terbentuk dari nilai kalau nilai lainnya tidak terus dipupuk. Maka perlu untuk terus secara masif disosialisasikan dan dipropagandakan untuk membangun kepercayaan.

“Membangun ideologi Pancasila tak mungkin kita lepas tanpa membangun ideologi keyakinan yang akan menjadi preferensinya, sehingga dengan demikian akan terus menerus berkesinambungan menjadikan akar. Akar atau asas keyakinan hanya dibangun dari agama, maka ideologi agama dan ideologi Pancasila harus saling menguatkan saling menyempurnakan dan saling mengokohkan,” urai anggota Komisi X DPR RI ini.

Ditambahkannya, dibutuhkan kajian dan gerakan riil guna memeratakan pemahaman tentang nilai dan Pancasila pada tiap kalangan terutama kalangan generasi muda.

Yang disampaikan Hoerudin tersebut senada apa yang juga diungkapkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti bahwa semua pihak harus melakukan kajian yang seksama terhadap fenomena pemahaman nilai dan Pancasila di kalangan generasi muda. Menurutnya setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan itu terjadi.

Menurut Abdul Mu’ti, pertama, bagi anak muda sekarang ideologi bukan sesuatu yang penting. Mu’ti menerangkan generasi milenial cenderung sangat longgar tidak hanya menyangkut ideologi negara. Juga terhadap ideologi agama dan berbagai hal yang selama ini dianggap sebagai nilai-nilai dan tradisi yang sudah mapan.

Kedua, lanjutnya, kurangnya penanaman dan pemahaman nilai-nilai tentang Pancasila.

“Ketiga, mereka tidak melihat dan menemukan adanya kebanggaan dengan ber-Pancasila itu. Sebabnya, berbagai kontradiksi dan paradok dalam kehidupan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai dan sila Pancasila. Tentu ini harus kita secara komprehensif, tidak single poin terhadap anak-anak milenial saja,” jelasnya. (*Red)