
KAB. GARUT, LINTAS JABAR – Dihadapan warga Kadungora, anggota MPR RI, Muhammad Hoerudin Amin menegaskan gotong royong merupakan budaya di Indonesia yang sangat perlu dilestarikan.
Karena itulah, budaya gotong royong yang dilakukan bukan karena paksaan melainkan berangkat dari semangat dan rasa kekeluargaan yang tinggi.
“Gotong royong dilakukan secara sukarela, masing-masing akan melakukan bagiannya dan sesuai kemampuan yang dimiliki. Maka itu, jika dikerjakan secara bergotong royong akan menjadi lebih ringan. Gotong royong pun semakin mempererat tali silaturahmi bertetangga dan juga persaudaraan. Karena itulah, penting bagi kita untuk tetap melestarikan budaya gotong royong,” terang Hoerudin -sapaan akrabnya- saat menggelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan sebagai media Sosialisasi Dapil (Sosdap) MPR RI, di Kadungora, Kab Garut, Jumat pagi 3 Oktober 2025.
Ditambahkan anggota Komisi X DPR RI ini, gotong royong adalah nilai penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang tertuang dalam Pancasila, terutama sila ketiga “Persatuan Indonesia”.
Nilai tersebut, sambungnya, menekankan pentingnya kerja sama dan solidaritas sosial dalam mencapai tujuan bersama.
Begitu pula, alam konstitusi Indonesia, gotong royong dapat dihubungkan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
“Prinsip ini menjadi landasan bagi hubungan industrial di Indonesia yang mendorong kerja sama antara pengusaha dan pekerja,” jelasnya.
Berangkat dari hal itu, legislator Fraksi PAN menilai bahwa budaya gotong royong memerlukan sikap sukacita sebagai prinsip berkehidupan dari setiap lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
“Bagi masyarakat pedesaan, gotong royong masih menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja bakti membersihkan desa, panen bersama, dan pembangunan infrastruktur desa. Begitu juga untuk masyarakat perkotaan. Bahwa Gotong royong terlihat dalam kegiatan sosial, seperti membantu korban bencana atau kegiatan amal yang melibatkan banyak pihak,” bebernya.
Namun Hoerudin turut ironis dan menyayangkan karena budaya gotong royong yang kian memudar dalam berkehidupan akibat timbulnya banyak faktor.
“Tantangan dalam menerapkan gotong royong di kehidupan masyarakat begitu kompleks. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Namun itu tentunya bukan untuk menjadi kita pesimistis dalam membangun dan melestarikan kembali gotong royong,” tegasnya.
Diakuinya, faktor penyebab memudarnya sikap gotong royong karena individualisme. Perubahan gaya hidup dan pengaruh budaya asing itu disebutnya dapat mengikis semangat gotong royong.Ditambah lagi, Urbanisasi. Sehingga interaksi sosial yang minim di perkotaan dapat mengurangi kegiatan gotong royong.
“Yang justru menjadi ironis adalah faktor kurangnya dukungan institusional. Pemerintah dan pemimpin masyarakat seharusnya dan perlu mempromosikan nilai gotong royong melalui kebijakan dan program yang mendukung. Agar upaya pelestarian gotong royong terus dapat berkesinambungan,” tegas Hoerudin.
Oleh sebab itu, ia menilai bahwa butuh memasukkan nilai-nilai gotong royong dalam kurikulum pendidikan karakter. Dengan kata lain, adanya pendidikan karakter berbasis pancasila.
“Kita (DPR RI) juga mendorong program-program yang mempromosikan gotong royong di lingkungan masyarakat. Terutama penguatan program sosial berbasis komunitas. Serta pemanfaatan teknologi. Dimana menggunakan platform digital untuk memfasilitasi kegiatan gotong royong,” pungkasnya. (*Red)