Oleh: Drs. H. Daddy Rohanady*
JAWA BARAT merupakan provinsi dengan banyak keistimewaan. Namun, provinsi yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Jakarta itu tidak membuat statusnya berubah menjadi Daerah Istimewa Jawa Barat.
Terlepas dari itu semua, Provinsi Jawa Barat (Jabar) merupakan provinsi yang sangat strategis. Bukan hanya karena letak geografisnya semata. Jabar memang dikenal dengan banyak kelebihan—keistimewaan. Jabar memiliki 27 kabupaten kota. Dengan penduduk lebih dari 50 juta jiwa, Jabar memang Istimewa, minimal dari segi jumlah penduduk.
Bisa dibayangkan jika 50 juta jiwa itu berkontribusi secara positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika satu persen saja –sekitar 500.000 putra-putri Jabar berkiprah di kancah politik nasional, bisa dipastikan bahwa Jabar kian berkibar. Jika satu persen putra-putri Jabar menguasi iptek dan menjadi “pemain aktif”, pasti Jabar pun kian tenar. Sekarang bagaimana? Di mana mereka?
Sosok-sosok yang bertarung dalam pesta demokrasi –pemilihan kepala daerah—yang akan digelar 27 November mendatang merupakan salah satu arena menampilkan sosok putra-putri Jabar pilihan itu. Dari pilkada itu pulalah akan lahir pilihan rakyat yang akan memimpin Jabar selama lima tahun ke depan (2025-2030).
Ada 4 pasangan yang akan bertarung: Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan, Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie, Acep Adang Ruhiyat-Gitalis Dwi Natarina, dan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja.
Dedi-Erwan diusung paling banyak partai: Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, dan PSI. Selain itu, pasangan calon (paslon) tersebut juga didukung 9 parpol non-parlemen: Hanura, Gelora, Garuda, PKN, Partai Buruh, Prima, Perindo, PBB, dan Partai Ummat. Syaikhu-Ilham diusung PKS, Nasden, dan PPP. Acep-Gita diusung PKB. Adapun Jeje-Ronal diusung PDI Perjuangan.
Melihat parpol yang mengusung keempat paslon gubernur/wakil gubernur Jabar, tampaknya demokrasi di Jabar sesungguhnya masih berjalan sangat baik. Betapa tidak, koalisi parpol di Jabar ternyata berbeda dengan koalisi yang terjadi di Pusat, apalagi jika kita mencermati koalisi yang ada di 27 kabupaten kota di Jabar.
Kita akan melihat aneka koalisi yang ada di 27 kabupaten/kota yang benar-benar berbeda dengan koalisi di Pusat. Hal itu tentu saja kita bisa pahami. Selain sebagai konsekwensi logis diberlakukannya Keputusan Mahkamah Agung Nomor 60 dan 70 tahun 2024, ada fnomena lain yang tak bisa dinafikan begitu saja. Salah satunya, kedekatan antar-pengurus parpol di daerah masing-masing. Sangat jelas hal itu sangat kuat pengaruhnya pada koalisi yang dibangun.
Sepanjang masa pemerintahan –setidaknya dua gubernur sebelumnya, yakni Ahmad Heryawan dan Ridwan kamil— Jabar meraih ratusan penghargaan, baik dari pemerintah pusat maupun lembaga lain di luar pemerintah. Bahkan, ada penghargaan dari lembaga internasional. Hal positif juga dilanjutkan oleh Pj. Gubernur Bey Machmudin. Jabar juga Istimewa karena sudah 13 kali berturut-turut mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh siapapun gubernur terpilih. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jabar per akhir 2023 adalah 74,24 poin. Meskipun angka ini naik 0,83% dari tahun sebelumnya, Jabar masih berada di peringkat 16 dari 38 provinsi secara nasional. Artinya, indeks pendidikan, indeks kesehatan, dan laju pertumbuhan ekonomi Jabar masih harus ditangani.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jabar juga masih nomor 2 tertinggi di Indonesia. Artinya, masih banyak pengangguran yang membutuhkan tenaga kerja. Padahal, TPT yang tinggi pasti akan menjadi pemicu tingginya tingkat kerawanan sosial. Jadi, TPT butuh penanganan secara serius.
Nilai tukar petani (NTP) Jabar juga masih cukup memprihatinkan. NTP Jabar per Mei 2024 adalah 108,76%. Ternyata, dengan NTP seperti itu masih belum menjadi magnit besar yang mampu menarik minat para generasi muda untuk menjadi petani. Mereka mayoritas lebih memilih profesi lain ketimbang jadi petani. Tampaknya hidup sebagai petani tidak dilihat sebagai profesi yang menjanjikan jaminan kesejahteraan di masa depan.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik juga mencatat bahwa gini rasio Jabar per Maret 2024 saja masih tercatat 0,421. Itu artinya, ada kesenjangan pembagian pendapatan yang masih menganga begitu dalam. Ini juga harus ditangani secara serius.
Ini menjadi kenyataan paradoks yang harus diluruskan. Betapa tidak, Jabar pernah secara berturut-turut menjadi provinsi dengan total investasi tertinggi secara nasional, yakni Rp 175 triliun. Bisa jadi, itu menunjukkan bahwa investasi yang masuk lebih banyak merupakan investasi padat modal. Padahal, Jabar membutuhkan pula investasi padat karya demi menggerus TPT yang masih tinggi.
Menarik memang apa yang diinginkan pemerintah Pusat untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045. Hal itu diimplementasikan, salah satunya, dengan menyamakan keinginan mulia tersebut. Caranya? Kita bisa lihat penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Penyelarasan itu berlaku untuk visi-misi, sasaran, maupun indikator kinerja utama (IKU). Dengan penyelarasan itu, diharapkan Indonesia Emas diharapkan benar-benar dapat terwujud sebelum 2045. Indonesia Emas baru bisa terwujud jika kabupaten/kota dan provinsi berusaha secara maksimal dan Bersama-sama untuk mewujudkannya.
Langkah konkret dukungan kea rah itu digaungkan oleh paslon Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan. Dengan jargon “Jabar Istimewa”, paslon Dedi-Erwan ingin membuktikan peran positif Jabar di kancah nasional.
Memang paslon gubernur/wagub tidak mungkin merealisasikan cita-cita mulia itu hanya berdua saja. Mereka harus dibantu oleh semua organisasi perangkat daerah yang ada. Selain itu, mereka juga harus bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jabar. Itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Saya yakin semua masyarakat Jabar pun akan sepakat mewujudkan Jabar Istimewa. Saya sangat yakin pula bahwa seluruh masyarakat Jabar menginginkan terwujudnya keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, dan keamanan. Dengan demikian, hidup yang diidam-idamkan itu bukan hanya sebatas mimpi belaka.
Mari kita dukung dan wujudkan Jabar Istimewa.
*Penulis: Anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jawa Barat