Masyarakat Tetap Sambut Antusias Program Prona

BANJAR (Lintasjabar.com),- Legislasi tanah sebagai hak milik saat ini merupakan salah satu skala prioritas masyarakat secara administrasi. Untuk itu, pemerintah kembali meluncurkan program prona guna memaksimalkan tertib administrasi kepemilikan tanah. Tentu saja, masyarakat antusias menyambut program tersebut karena proses pembuatan sertifikat bagi warga kelas menengah ke bawah, hal ini sangat membantu mereka dalam keringanan biaya dan proses administrasi.

Sayangnya, kendati pihak BPN menegaskan bahwa program ini tidak dipungut biaya alias gratis masih saja ada oknum-oknum yang memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan pribadi. Sementara itu masih ada juga pihak desa maupun kelurahan yang seolah-olah membiarkan praktek pungli ini berkeliaran mencari mangsa.

Biasanya, untuk kelancaran proses pembuatan sertifikat melalui program prona, pihak desa/kelurahan bersama masyarakat menggelar rapat guna menyepakati biaya pendamping. Biaya pendamping itu sendiri meliputi materai, operasional sampai pengukuran tanah. Masing-masing desa memiliki kebijakan tersendiri dalam menentukan biaya pendamping untuk setiap bidang tanah yang diajukan.

Kesepakatan harga mengenai biaya pendamping antara warga dengan pihak desa maupun kelurahan seperti yang terjadi dikelurahan Hegarsari rupanya mendapat keluhan dari sejumlah warga yang merasa telah menjadi korban pungli oknum aparat pemerintah. Dari keterangan warga yang namanya enggan dikorankan, praktek pungli itu sendiri dilakukan ketua RT dengan meminta uang diatas harga yang telah disepakati untuk biaya pendamping pembuatan sertifikat massal tersebut.

“Kami sudah mengetahui harga yang telah disepakati sebesar tiga ratus ribu rupiah, namun pelaksanaannya, RT meminta tigaratus lima puluh ribu rupiah perbidang diatas kesepakatan harga. Kendati ini sangat membebani kami namun kami tidak bisa menolak karena program ini sangat kami tunggu-tunggu”, ungkap salah seorang warga kelurahan Hegarsari.

Saat dikonfirmasi, Kepala Kelurahan Hegarsari, Engkus Kustiawan membenarkan adanya permasalahan tersebut namun dirinya berkelit apabila hal ini dianggap sebagai pungli karena RT tersebut pernah memberikan penjelasan kepadanya.

“Menurut pengakuan RT, justru warga yang memberikan bonus kepada RT sebagai ungkapan terimakasih atas kinerja RT jadi tidak diminta ataupun dilakukan pungli. Kita harus bisa membedakan antara pungli dan Sodaqoh. Jauh-jauh hari saya sudah menegaskan apabila ada pihak yang meminta biaya pendamping lebih dari harga kesepakatan, maka kami tidak bertanggungjawab dan resikonya silahkan ditanggung sendiri,” terang Engkus seraya menambahkan bahwa dirinya secara pribadi enggan menerima program prona apabila tidak melihat kebutuhan masyarakatnya.

“Disamping rentan penerapannya, BPN selalu lamban dalam menyelesaikan sertifikat warga karena normatifnya, program prona tahun ini maka harus selesai tahun ini juga jangan sampai rampung dalam beberapa tahun kedepan karena itu tentu saja membebani kami pihak kelurahan,” pungkas Engkus. (susi)

Tinggalkan Balasan