Mengenal Lebih Dekat Kiprah Anggota DPRD Jawa Barat H. Arif Hamid Rahman, SH

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Arif Hamid Rahman, SH. (Photo istimewa)

BANDUNG, LINTAS JABAR – H. Arif Hamid Rahman, SH, merupakan salah seorang jebolan pondok pesantren yang kini berstatus sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat periode 2019-2024. Hingga kini ia terus berkiprah dan berkontribusi memberikan yang terbaik bagi masyarakat Jawa Barat.

H. Arif Hamid Rahman, SH sendiri kini duduk di Komisi I. Komisi yang bergerak di Bidang Pemerintahan, meliputi Pemerintahan, Ketentraman dan Ketertiban, Kependudukan, Penerangan dan Pers, Hukum Perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia, Kepegawaian, Aparatur dan Penanganan KKN, Perijinan, Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, Pertanahan, Kekayaan Daerah, Telematika, Kerja Sama dan Penyelesaian Perselisihan, Polisi Pamong Praja, Pendidikan dan Pelatihan Aparatur.

Bagi legislator Fraksi Gerindra ini, lima tahun duduk di Parlemen adalah bentuk mengemban amanah rakyat yang harus dengan segenap hati dilakukan dengan penuh tanggung jawab, serta menghasilkan produk kinerja yang tentunya harus memberikan dampak manfaat dan kemaslahatan bagi masyarakat Jawa Barat.

DPRD Provinsi Jawa Barat sendiri merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sebagai representasi rakyat, DPRD mempunyai fungsi Pembentukan Peraturan Daerah, Anggaran dan Pengawasan.

Tidak sedikit kiprah H, Arif Hamid Rahman, SH selama dirinya berada di Komisi I DPRD Jawa Barat, salah satunya turut mendorong adanya Command Center dan hingga saat ini ada sebanyak 13 kabupaten/kota di Jawa Barat yang sudah memiliki Command Center.

Dijelaskan H. Arif Hamid Rahman, SH command centre yang saat ini dimiliki Jawa Barat tak lepas dari support juga dukungan Komisi I, mengingat masih banyak daerah di Jawa Barat yang memiliki daya jangkau luas. Sehingga, dirinya berharap dengan adanya command centre ini data-data semakin terintegrasi dan memudahkan pemimpin daerah dalam pengambilan keputusan.

“Command Centre ini kan pusat data dan setiap kebijakan itu harus berbasis data. Data yang akurat itu berdasarkan data dasar mulai dari RT, RW, desa maupun kelurahan. Data-data ini harus terintegrasi agar presisi sehingga menjadi akar dari command centre,” ujar politisi yang pernah duduk di DPRD Kota Bandung sebagai Ketua Fraksi Gerindra belum lama ini di Bandung.

Bukan hanya demikian, H. Arif Hamid Rahman, SH juga mendorong bagaimana upaya dalam pengembangan dan optimalisasi BumDes, pembinaan UMKM di Jabar serta menghasilkan Perda Desa Wisata yang sebelumnya merupakan rancangan peraturan daerah inisiatif Desa Wisata di Jabar begitu juga pengembangan desa yang merata di seluruh Jawa Barat.

Dan satu produk Perda DPRD Jawa Barat yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi H. Arif Hamid Rahman, SH saat ia bergabung pada Pansus VII waktu Juni 2020 yang lalu, Pansus yang membahas mengenai Rancangan Perda Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren yang setelah disahkan dikenal dengan nama Perda Pesantren.

Tepatnya Senin 1 Februari 2021, DPRD Provinsi Jawa Barat dalam rapat paripurna telah mengesahkan Peraturan Daerah tentang Fasilitasi Pesantren (Perda Pesantren). Dengan lahirnya Perda Pesantren, Pemerintah Jawa Barat berkewajiban untuk memberikan fasilitasi terhadap perkembangan pesantren, yang selama ini hanya ditangani Biro Pengembangan dan Pelayanan Sosial (Yansos).

“Alhamdulillah ini adalah perda tentang pesantren pertama di Indonesia setelah keluarnya Undang-Undang tentang Pesantren tahun 2019 lalu,” kata H. Arif Hamid Rahman, SH yang kini kembali mencalonkan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 untuk Dapil I meliputi Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Ditambahkannya, dengan adanya Perda Pesantren, maka pesantren di Jawa Barat memiliki payung hukum untuk berkembang atas fasilitasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Sehingga pesantren akan lebih leluasa menjalankan tiga fungsinya sebagai sarana pendidikan, dakwah dan pengembangan sumber daya,” ujarnya.

Diakuinya, dalam masa-masa pembahasan Raperda Pesantren pada saat dirinya duduk sebagai Pansus VII pada tahun 2020, ia mendapatkan banyak masukan dari pemilik dan pengasuh Pondok Pesantren termasuk dimasukkannya Koperasi Pesantren atau Klinik Kesehatan di lingkungan Pesantren.

Dan salah satu pondok pesantren yang dikunjungi untuk menyerap informasi atau hal-hal bagaimana Perda yang dihasilkan menjadi pedoman yang dapat mengakomodasi segala aspek kebutuhan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah adalah Pondok Pesantren Persatuan Islam Rancabango Kabupaten Garut.

Kunjungan ke Pesantren Rancabango saat itu bahkan menjadi ajang memori tersendiri bagi H. Arif Hamid Rahman, SH yang dulu sempat mengecap sebagai santri disana. Hingga ia mengetahui serta mendapatkan informasi seluas-luasnya bagaimana kondisi objektif di lapangan tentang tugas peranan pesantren, oleh karena apa yang dihasilkan lebih mengutamakan Pondok Pesantren sebagai lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan.

Perda yang lengkapnya bernama Peraturan Daerah Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, lahir sebagai turunan peraturan perundang-undangan dari Undang-Undang Pesantren Republik Indonesia No. 18 tahun 2019. Selain itu, Perda tersebut telah ditetapkan, diundangkan dan diberlakukan sejak 10 Februari 2021.

Dikatakan alumnus Pesantren Persatuan Islam No 1 Bandung, dengan adanya Perda itu, Pesantren di Jawa Barat memiliki payung hukum yang kuat. Dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkewajiban untuk memfasilitasi segala upaya pesantren dalam menjalankan fungsinya, terutama dalam hal pendanaan.

“Sejauh ini usai ditetapkan menjadi Perda, tahap sekarang masih dalam sosialisasi, belum pada pemberlakukan hingga akhirnya saya meminta rekan-rekan untuk kembali menyampaikan dan mensosialisasikannya kepada kerabat atau keluarga yang berkaitan dengan kepemilikan pondok pesantren agar Perda yang telah ditetapkan itu menjadi optimal kebermanfaatannya,” terang Arif yang juga alumni Al Azhar University Cairo Mesir ini.

Dijelaskannya, ruang lingkup Perda Pesantren utamanya meliputi Pembinaan Pesantren, Pemberdayaan Pesantren, Rekognisi Pesantren, Afirmasi Pesantren, dan Fasilitasi Pesantren. Selain itu, Perda Pesantren turut membahas koordinasi dan komunikasi, kemitraan, hingga pendanaan.

“Termasuk juga disitu ada pemberdayaan, yaitu adanya penghargaan terhadap ijazah syahadah pesantren diakui oleh kami, yang nanti teknisnya diatur oleh Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat,” pungkasnya.

Menurut Arif, dari sisi keberpihakan pemerintah kepada pesantren, Jawa Barat menjadi provinsi pertama yang memiliki perda tentang pesantren. Sehingga tidak boleh ada anak-anak di Jawa Barat yang memilih sekolah di pesantren tapi tidak mendapatkan dukungan dari negara.

Dan dengan adanya Perda Pesantren ini, maka ribuan pesantren di Jawa Barat yang sudah menjadi ciri sosiokultural Jabar bisa didukung dan dibantu sehingga Jabar bisa lebih banyak menghasilkan kualitas SDM yang berkarakter religius tanpa ada diskriminasi, melahirkan cendekiawan muslim dan lebih dari itu melahirkan pula para alim ulama. (San)