BANDUNG (Lintasjabar.com),- Terhitung mulai tahun 2014, seluruh usaha waralaba atau franchise di Kota Bandung wajib mengantongi surat tanda pendaftaran waralaba (STPW). Kalau melanggar, usaha semacam minimarket, supermarket, dan restoran, bisa dilarang beroperasi. Hal ini setelah Pemerintah Kota Bandung melalui Komisi D DPRD Kota Bandung membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Waralaba atau franchise.
Waralaba atau franchisee sendiri adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Waralaba pun dalam pengertian lain yaitu ikatan hukum dan komersial yang dibuat antara individu atau kelompok atau pelaku binsis waralaba yang ingin menggunakan merek dagang atau nama dagang dengan pemilik merek dagang, nama dagang, merek layanan atau simbol iklan atau pemilik perusahaan atau franchisor. Pengaturan cara berbisnis antara kedua pihak diatur oleh waralaba. Pada umumnya, terwaralaba akan menjualkan barang atau jasa yang dimiliki oleh pemilik waralaba. Pemilik perusahaan waralaba adalah pemberi hak atau izin atas waralaba sedangkan franchise atau terwaralaba yang membeli atau yang menerima hak waralaba.
Pengertian tersebut secara garis besar, waralaba dapat didefinisikan dengan pengaturan usaha oleh pemilik perusahaan (franchisor) dengan memberikan atau menjual hak ke pihak penerima waralaba (franchisee) untuk menjual produk merek dagang dan atau jasa pemberi waralaba tersebut dengan aturan, tata cara, prosedure dan kriteria yang telah disepakti bersama dalam kontrak kerja yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Bisa dikatakan pula, waralaba adalah suatu strategi sistem, format bisnis, dan pemasaraan yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan usaha untuk mengemas suatu produk atau jasa. Waralaba juga dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen yang lebih luas.
Wewenang istimewa yang didapatkan perusahaan atau perorangan atas sebuah aturan main dengan ciri tersendiri dalam rangka menjual barang dan/ atau jasa yang digunakan oleh pihak lain atas dasar ikatan perjanjian merupakan pengertian waralaba menurut peraturan Pemerintah Nomor 42 thn 2007 tentang waralaba.
Waralaba atau franchise berlandaskan ikatan hukum dan komersial yang dibuat antara individu atau kelompok atau pelaku binsis waralaba yang ingin menggunakan merek dagang atau nama dagang dengan pemilik merek dagang, nama dagang, merek layanan atau simbol iklan atau pemilik perusahaan atau franchisor. Pengaturan cara berbisnis antara kedua pihak diatur oleh waralaba. Pada umumnya, terwaralaba akan menjualkan barang atau jasa yang dimiliki oleh pemilik waralaba. Franchisor atau pemilik perusahaan waralaba adalah pemberi hak / izin atas waralaba sedangkan franchise atau terwaralaba yang membeli atau yang menerima hak waralaba.
Dari rangkaian diatas yang diambil berdasar beberapa keterangan maupun subtansi dari waralaba atau franchisee, secara garis besar, waralaba dengan pengaturan usaha oleh pemilik perusahaan (franchisor) dengan memberikan atau menjual hak ke pihak penerima waralaba (franchisee) untuk menjual produk merek dagang dan atau jasa pemberi waralaba tersebut dengan aturan, tata cara, prosedure dan kriteria yang telah disepakti bersama dalam kontrak kerja yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bisnis waralaba adalah hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchisee dimana franchisor menawarkan dan wajib memelihara kepentingan yang terus menerus pada usaha waralaba, seperti bidang pengetahuan, pelatihan. Waralaba beroperasi dibawah merk / nama dagang yang sama, format dan prosedur dimiliki atau dikendalikan oleh franchisor dimana franchisee telah melakukan investasi didalamnya dengan sumber dananya sendiri.
Di Indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No 16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti : Waralaba adalah perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
Penerima waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Terkait hal ini, Ketua Komisi B DPRD Kota Bandung Ajat Sudrajat menuturkan, waralaba di Kota Bandung hanya dilindungi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dikatakannya pihaknya menilai perlu ada pengkhususan identitas karena pedagang jenis apapun saat ini masih dipayungi SIUP. Pemberi dan penerima waralaba belum diketahui jumlahnya.
Sementara itu, lanjutnya, STPW bisa mempermudah pendataan dan pembinaan terhadap mereka nantinya,” terang Ajat.
Demikian pula diungkapkan Ketua Panitia Khusus (Pansus) 2 DPRD Kota Bandung, Troy Adi G. Lukas saat ditemui di kantornya Jalan Aceh Kota Bandung, belum lama ini, dirinya menjelaskan makin marak dan berkembangnya minimarket atau usaha di bidang waralaba, maka pihaknya berencanan mengaturnya. Hal ini ditegaskan Troy, sangat diperlukan karena berimbas pada bagaimana menciptakan kondusifitas antara pasar modern dengan pasar-pasar tradisional serta agar pasar tradisional tetap bias berjalan dengan baik.
Namun demikian, lanjutnya, peraturan ini bukan untuk membatasi tetapi hanyalah demi menata atau pengaturan penyelenggaraan waralaba di Kota Bandung.
Sementara itu, urgensi STPW, dikatakannya untuk pengendalian keberadaan franchise di Kota Bandung. Waralaba bukan organisasi, tetapi perjanjian antara franchise dan franchiser yang selama ini belum ada totalnya, lokal dan luar negeri.
“Kalau sudah diklasifikasi, bisa diatur terkait perjanjian itu, jangan sampai merugikan salah satu pihak. Nanti ada perda tidak boleh ada pendirian waralaba sebelum ada STPW,” tegasnya.
Saat ini Panitia Khusus (Pansus) 2 tengah merumuskan perda waralaba masih pada proses tahap kajian naskah akademik dan belum masuk pada materi. Kalau tidak ada perubahan jadwal, rencananya Pansus 2 menargetkan aturan ini ditetapkan Juni mendatang.
“Walaupun selesai juni, berlakunya setelah ada pembuatan perwal dan rekomendasi gubernur. Jadi targetnya tahun depan,” katanya. (Advetorial)