TERKAIT pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung, kini DPRD Kota Bandung tengah membahas usulan Rancangan Peraturan Daerah (Rapeda) tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung nomor 15 tahun 2009. Perubahan atau revisi Perda no 15 tahun 2009 tersebut merubah modal dasar PDAM yang semula Rp 200 miliar menjadi Rp 2 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Panitia khusus (Pansus) II, Eko Sesotyo SE belum lama ini. Diterangkannya, penambahan modal sebanyak Rp 2 trilliun harus dikaji dan dibahas karena untuk memberikan modal tidak mudah apalagi dananya cukup besar.Eko mengatan draft Raperda yang diajukan Pemkot dan saat presentase masih banyak yang harus dilengkapi.
“Saat ekpose tak ada rincian dana Rp 2 triliun, hanya disebutkan untuk meningkatkan pelayanan dan menambah cakupan layanan,” ujar Eko seraya menambahkan, seharusnya ada rincian dana kebutuhan, jika ingin menambah cakupan layanan berapa pelanggan dan dana yang dibutuhkan.
“Jika menambah modal sudah menjadi kebiasaan dari dulu, tanpa merinci satu persatu dan detailnya kebutuhan berapa panjang pipa yang dibutuhkan atau sebagainya dan itu selalu dikabulkan. Tapi sekarang kebiasaan begitu tak bisa lagi dan harus berubah, terperinci termasuk manfaatnya,” tegasnya.
Dirinya menilai, keinginan menambah modal tidak hanya sekedar diatas kertas tapi harus sesuai bisnis plan seperti semangat juara. Untuk itu, dewan berharap adanya penambahan modal yang cukup besar tidak hanya menambah kuantitas pelanggan, sementara di sisi lain pelanggan lama tetap harus mendapat pelayanan yang lebih baik.
“Seharusnya PDAM fokus dulu ke pelanggan lama menambah durasi yang biasa hanya tiga jam mengalir menjadi 10 jam,” ujar Eko.
Sementara itu PDAM menargetkan tahun 2015 cakupan layanan air bersih untuk warga Kota Bandung 90 persen. Namun demikian, Eko menilai, terkait pengajuan penambahan modal, pihaknya (Pansus II) akan melihat secara objektif bila selama dipandang rasional hal tersebut pasti disetujui, namun tentunya secara bertahap.
Guna membahas penambahan modal tersebut, tim Pansus mengadakan studi banding ke Tabanan Bali. Dipilihnya Tabanan Bali, karena PDAM Bali dianggap bisa melayani air bersih 85 persen kepada warganya dengan sumber air dari waduk dan tiga sungai. Sementara Kota Bandung juga akan mendapat suplai air dari waduk milik Provinsi dengan debit air 350 meter/detik dan Kota Bandung tinggal pengadaan pipa.
Dalam Perda pembentukan PDAM Tirtawening Kota Bandung mengatur tentang tata cara pembentukan jajaran Direksi harus satu paket. PDAM memiliki empat direksi yaitu Direktur Utama, Direktir Umum, Direktur Air Minum dan Direktur Air Limbah.
“Pengangkatan direksi harus satu paket yaitu pengangkatan harus bersamaan diangkat dan diberhentikan oleh Wali Kota,” jelasnya.
Ditambahkan Eko, jika salah satu direksi mundur, meninggal dunia atau diberhentikan maka yang menggantikannya hanya Plt bukan definitif tapi hanya Pejabat pelaksana.
Perekrutan Direksi harus memenuhi syarat selain menguasai masalah PDAM juga batasan usia untuk internal PDAM maksimaal 55 tahun sedangkan untuk ekternal maksimal 50 tahun.
Selain itu, Perda Pembetukan PDAM Tirtawening diatur juga tentang dewan pengawas yang berasal dari unsur perangkat daerah, profesional atau masyarakat konsumen yang diangkat dan diberhentikan oleh wali kota. Syarat calon anggota dewan pengawas mengusai manajemen PDAM, tidak terikat hubungan keluarga dengan wali kota/wakil wali kota, atau dewan pengawas yang lain atau direksi sampai derajat ketiga baik lurus atau kesamping termasuk menantu dan ipar.
“Jumlah dewan pengawas minimal 3 orang dan maksimal 5 orang dengan masa jabatan 3 tahun,” terangnya.
Selain itu, Pansus II pun menyarankan PDAM Tirta Wening Kota Bandung bekerja sama dengan pihak swasta terkait pengelolaan produksi air minum kemasan dengan merek Hanaang, sebagai anak perusahaan dari PDAM tersebut.
Sebab, dikatakan Eko, selama lima tahun beroperasi, produk tersebut belum memiliki nilai jual, hal itu dapat dilihat dari wilayah pemasarannya yang masih terbatas di lingkungan koperasi dan karyawan PDAM.
“Kami menyarankan untuk bekerja sama dengan orang-orang yang lebih ahli di bidangnya, agar pengelolaan ini bisa lebih menguntungkan karena PDAM punya modal yang cukup dengan memiliki air sendiri,” katanya. Sehingga, lanjut Eko, jika sudah bekerja sama dengan pihak lain, produk air kemasan tersebut dapat bersaing dengan produk lain yang sudah ada di pasaran.
Adapun dikatakan Humas PDAM Tirta Wening Kota Bandung, Dra. Meliana, modal awal untuk memproduksi air minum kemasan “Hanaang” sekitar Rp 4,75 miliar dengan produksi per hari mencapai 850 kardus untuk ukuran cangkir (cup), sedangkan untuk galon mencapai 4.200 galon per 7 jam. (Adv/Ihsan)