Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial Sudah Alami 2 Kali Perubahan

BANDUNG, LINTAS JABAR – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung setelah sebelumnya sudah dua kali melakukan pertemuan. Saat pertama, menggelar ekpose dengan dinas terkait dan saat pertemuan kedua, menelisik perubahan-perubahan yang akan dilakukan pada raperda. Setidaknya, ada 19 perubahan dan akan menjadi fokus pembahasan.

Kini Pansus 12 mulai membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Bandung tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Diungkapkan Ketua Pansus 12 DPRD Kota Bandung, H. Iman Lestariyono, S.Si., S.H. aturan soal Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial sudah dua kali mengalami perubahan pada tahun 2012 dan tahun 2015.

“Hal ini karena ada regulasi di atasnya dalam hal ini Peraturan Menteri Sosial yang mengalami perubahan, sehingga mau tidak mau harus ada penyesuaian di tingkat bawah,” ujar Iman Lestariyono.

Perubahan yang dilakukan, kata Iman, salah satunya soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). “Kemudian, ada beberapa hal yang memang tidak diatur lagi sehingga terjadi perubahan. Contoh terkait udian, itu diserahkan pada aturan yang ada, kita tidak akomodir di sana (di raperda, red),” ungkapnya.

Sebetulnya, kata Iman, perubahan raperda bukanlah hal baru, karena kerap harus menyesuaikan dengan aturan di atasnya baik undang-undang maupun peraturan menteri. Untuk aturan yang bersifat given atau aturan secara nasional, tidak akan ada perubahan.

“Kita lebih pada penguatan muatan lokal. Karena LKS ini kan sebenarnya mitra, tidak secara struktural di bawah kita (Pemkot Bandung, red), tapi perizinannya ke pemkot,” ungkap Iman.

“Kita punya urusan terkait dengan penyelenggaraan sosial yang tidak bisa dilakukan pemerintah saja. Contoh, untuk bantuan itu syarat mutlak harus masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), atau DTSEN (Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional) dengan kategori desil 1 sampai 5,” imbuhnya.

Namun fakta di lapangan, kata Iman, ada beberapa masyarakat yang tidak masuk desil 1 sampai 5, tapi membutuhkan bantuan. Untuk bantuan bagi masyarakat yang tidak masuk kategori ini bisa lewat LKS. Pasalnya, LKS ini memungkinkan untuk mendapatkan hibah dari Pemkot Bandung.

“Misalkan warga butuh kursi roda, kalau di Pemkot Bandung tidak serta merta langsung dikasih karena harus pengajuan dulu sehingga harus menunggu, bisa saya tahun depan,” ungkapnya.

“Lewat LKS ini memungkinkan warga bisa mendapat bantuan. Makanya kita harus bermitra erat dengan mereka, berbagi peran. Nanti kita petakan kebutuhan kita keluarkan, belanja masalah dan cari solusi. Lalu bisa enggak kita duduk bareng untuk menyelesaikan persoalan warga Kota Bandung,” tambahnya.

Berdasarkan data dari Dinas Sosial, kata Iman, tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif sekitar 60 LKS. Beberapa LKS yang aktif seperti Rumah Zakat, Runah Yatim dan lainnya. “Nanti kita akan cek kembali lembaga-lembaga yang sudah berbadan hukun itu mana saja,” ungkapnya.

Dikatakannya, raperda ini memiliki 40 pasal, namun jumlahnya bisa saja berubah seiring pembahasan yang dilakukan. “Masih penyesuaian karena ada yang dihapus, ada yang berubah. Kita lihat finalnya ada berapa,” pungkasnya. (*)