BANDUNG (Lintasjabar.com),- Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara mengatakan, bahwa Bank Jabar Banten selain PT dan Perbankan adalah perusahaan yang dibiayai pemerintahan. Untuk itu jika ada hal yang bersangkutan dengan Bank Jabar Banten maka Dewan harus tahu.”Seyogyanya harus dibicarakan yang jelas karena di Perda ada mengenai modal Bank Jabar, kenapa kami tidak dilibatkan?” tegasnya kepada wartawan di gedung Dewan jalan Diponegoro no 22 Bandung, Senin (2/8).
Sebelumnya sudah diagendakan DPRD Jabar memanggil direksi dan unsur pimpinan Bank Jabar Banten (BJB) pada Senin (2/8) . Pemanggilan itu terkait program Initial Public Offering (IPO) atau go public-nya BJB melalui penjualan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diduga cacat hukum.
Menurut Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, pemanggilan direksi BJB untuk mengklarifikasi berbagai persoalan terkait penjualan saham ke publik beberapa waktu lalu.
di Jakarta,imbuhnya seraya menerangkan kepada wartawan soalnya, banyak yang harus diklarifikasi, terutama soal IPO itu,terang Irfan kepada wartawan di ruang kerjanya.
Lebih lanjut diterangkannya, diantara persoalan yang akan diklarifikasi itu katanya, Perda No. 10/2009 tentang BJB. Dalam perda tersebut jika ada suatu kebijakan hendaknya dikonsultasikan dulu dengan DPRD Jabar, misalnya, dalam pra-Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selama ini DPRD tidak pernah diajak konsultasi dan kondolidasi. Sejak diterbitkannya perda tersebut, kami belum pernah diajak rapat pra-RUPS. Termasuk saat RUPS yang membahas rencana penjualan saham kepada publik,tegas legislator dari Partai Demokrat ini..
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jabar, Helmy Attamimi. Menurutnya, selama ini DPRD tidak pernah diajak konsultasi atau konsolidasi terkait IPO BJB. Padahal dalam Perda No. 10/2009 disebutkan, jika terjadi perubahan modal dasar perseroan atau penyertaan saham pemerintah daerah yang mengakibatkan pembebanan terhadap keuangan daerah atau pengembangan usaha, maka sebelum diselenggarakan RUPS, harus dilakukan pra-RUPS.
“Pra-RUPS dilakukan untuk konsultasi dan konsolidasi internal pemerintah daerah dengan DPRD. Selama ini, DPRD Jabar tidak pernah dilibatkan mengenai penjualan saham BJB, go public-nya Bank Jabar ini jelas cacat hukum,” tutur Helmy kepada wartawan.
Menurutnya, dalam Perda No. 10/2009 dijelaskan juga bentuk-bentuk pemindahtanganan barang milik daerah, khususnya dalam pasal 44 dan 45 bab XV, di mana bentuk-bentuk pemindahtanganan seperti penjualan, tukar-menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan gubernur setelah menadapat persetujuan dari dewan. “Dalam Perda No. 10/2009 tersebut, soal pemindahtanganan aset daerah harus mendapat persetujuan dewan jika penjualan modalnya lebih dari 20 persen,” jelas Helmy.
Sementara itu Sekretaris Fraksi PDIP yang juga anggota Komisi C DPRD Jabar, Ineu Purwadewi Sundari mengatakan, pihaknya mendukung pemanggilan direksi dan pimpinan BJB untuk mengklarifikasi masalah IPO. ” Penjualan saham BJB di atas 20% itu melanggar atau tidak memang harus di jelaskan manajemen Bank Jabar Banten karena perusahaan ini milik Pemprov sudah selayaknya dewan diajak koordinasi,” ujar Ineu. (Zaen)