Soal Teras Cihampelas, Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung Radea Respati Sampaikan 2 Rekomendasi

Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H., (Photo: Ist)

BANDUNG, LINTAS JABAR – Saat disinggung usulan Teras Cihampelas untuk dibongkar, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengungkapkan alasannya, sebab dinilainya ada masalah dengan tata ruang.

Selain menyebabkan kemacetan yang tidak pernah usai, Farhan menilai keberadaan Teras Cihampelas yang saat ini justru jarang dimanfaatkan masyarakat ataupun wisatawan dianggap mengganggu estetika Jalan Cihampelas yang bersejarah.

“Dampaknya adalah bahwa Jalan Cihampelas yang harusnya bisa kita lestarikan sebagai salah satu jalan bersejarah dengan pagar-pagar pohon yang luar biasa, dengan adanya Teras Cihampelas, menjadi terganggu,” belum lama ini.

Menyikapi usulan tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H., mengatakan bahwa menurutnya Teras Cihampelas pada awalnya dibangun bertujuan untuk menciptakan ruang publik dan menjadi wahana berkembangnya UMKM dalam hal ini PKL agar dapat direlokasi, supaya tidak macet, dan dibuat indah agar jadi tempat pariwisata menerapkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Jadi Teras Cihampelas keberadaannya menggabungkan area komersil, ruang publik dan pariwisata menjadi satu kawasan.

“Teras Cihampelas dibangun pada tahun 2017 dengan anggaran sebesar 48 M dengan pengerjaan yang menyita waktu, membuat kemacetan, menutup sinar matahari ke rumah disekitarnya dan membuat harapan besar akan dampak dan manfaatnya. Namun sayangnya kondisi hari ini, Teras Cihampelas begitu sederhana, tidak terurus, sepi pengunjung, fasilitas pada rusak, kios tutup, menciptakan hujan abadi karena rembesan air. Sering kali Pemerintah Kota Bandung beralasan hal tersebut diakibatkan COVID-19, alih-alih mencari sebab yang lebih dapat difahami, apakah salah perhitungan, salah lokasi, apakah gara-gara tidak ada tempat parkir, dan tentu juga pengelolaan dan pemeliharaan yang buruk berdampak sekali pada kesan orang yang berkunjung kesana. Sebagai Anggota DPRD Dapil1 yang meliputi daerah Cihampelas, banyak sekali warga masyarakat mengeluhkan. Sehingga kita harus berpikir keras dan berkolaborasi untuk mencari solusi,” tutur Radea Respati Paramudhita, kepada awak media, Senin 7 Juli 2025.

Sebagai legislator, Radea Respati Paramudhita kerap menerima aspirasi serta harapan dari warga masyarakat untuk solusi Teras Cihampelas yang keberadaannya kini dipandang tak sesuai ekpektasi awal.

“Untuk Teras Cihampelas saya banyak menerima aspirasi dan harapan, namun pada umumnya ada dua hal yang disuarakan, pertama meminta keseriusan pemerintah untuk merevitalisasi, merenovasi dan betul-betul konsen agar Teras Cihampelas sesuai yang dijanjikan. Kedua ya sesuai dengan saran Gubernur Jawa Barat agar dibongkar, dan dikembalikan seperti sebelum pembangunan,” jelas legislator Fraksi Golkar.

Namun demikian, berkaitan dengan hukum dan pemerintahan, juga tak kalah penting menyangkut terkait Aset daerah, Radea menegaskan bahwa adanya desakan maupun saran agar Teras Cihampelas harus dibongkar, tidaklah tepat.

“Perlu saya sampaikan dari segi hukum pengelolaan asset, berkaitan juga pada saran Gubernur Jawa Barat, namun bukan berarti saya mendukung itu ya. Terdapat saran agar teras cihampelas Dibongkar! Sepertinya lebih tepat bukan dibongkar ya..,” jelasnya.

Menurutnya, sebagaimana aturan pengelolaan asset, harusnya dilakukan Pemusnahan dan dengan dilanjutkan dengan Penghapusan Barang Milik Daerah, sebagaimana Permendagri No7 tahun 2024 yang merupakan Perubahan Permendagri No19 tahun 2016 tentang Pengelolaan Asset Daerah.

Karena itu, lanjutnya, secara singkat, barang milik daerah dalam hal ini Teras Cihampelas, itu dapat dilakukan pemusnahan dengan alasan tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan dilakukan dengan cara: dibakar; dihancurkan; ditimbun; ditenggelamkan; atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tentu cara yang paling tepat yaitu dihancurkan. Sementara dilihat prosedur atau pembongkaran/pemusnahan ada mekanismenya.

“Mekanisme berdasarkan aturan cukup jelas, pengguna barang dalam hal ini dinas terkait mengusulkan pemusnahan dengan alasan yang berdasar, baik hasil kajian maupun hasil kerjanya kepada pemegang kekuasaan pengelola barang milik daerah yaitu Walikota Kota Bandung. Dalam memutuskan persetujuan tentu dibantu dengan pertimbangan dari Pengelola Barang yaitu Sekda dan Pejabat Penatausahaan Barang yaitu Kepala BKAD. Namun perlu ditekankan disini, pihak Pengguna harus dapat menggambarkan betul-betul alasan dan pertimbangannya demi kebaikan Kota Bandung apabila memohonkan pemusnahan. Tentu bukan karena saran Gubernur Jabar semata, tapi harus alasan komprehensif dan berdasar,” terang Radea.

Berdasarkan aturan, walikota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, karenanya walikota diberi kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui berdasarkan alasan pengguna barang dan pertimbangan pengelola dan penatausahaan.

“Berbeda dengan ketika akan memindahtangankan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD, dalam hal pemusnahan tidak diatur demikian. Sehingga peran krusial ada di pemerintahan baik persetujuan pemusnahan, pelaksanaan pemusnahan dan juga pada penghapusan berdasarkan pemusnahan,” tandasnya.

Radea pun mengungkapkan sekiranya pada usulan tersebut ternyata permohonan pemusnahan disetujui, maka proses pemusnahan dilakukan oleh pengguna barang dan dibuatkan berita acara pemusnahan, setelah itu baru dilakukan penghapusan barang milik daerah yang disebabkan karena pemusnahan.

“Karena itu, ada mekanisme penghapusannya. Dan semuanya betul-betul harus sesuai prosedur,” tegasnya.

Atas hal itu, Radea Respati Paramudhita memberi dua catatan atau rekomendasi sebagai cara memandang sesuatu akan berpengaruh.

Kedua rekomendasi itu diantaranya adalah, Pertama, Pemerintah Kota Bandung harus berupaya keras untuk merevitalisasi, merenovasi, menjawab tantangan tantangan, meskipun tidak mudah dengan keterbatasan bahkan kesalahan awal yang berdampak sekarang.

“Jadi pemerintah harus memformulasikan strategi yang tepat dalam memaksimalkan kinerja OPD dan berkolaborasi dengan pihak ketiga jika dibutuhkan,” katanya.

Dan kedua, tentunya dalam mengambil langkah yang diperbolehkan dengan prosedur yang diatur dalam aturan pengelolaan barang milik daerah dengan menempuh Pemusnahan dan Penghapusan. Harus dilakukan dengan teliti, hati-hati dan juga berdasarkan aturan.

“Kedua rekomendasi tadi tentu selalu mempunyai resiko, namun apabila walikota dan pemerintahan berhasil memberikan solusi, maka itu akan sangat membuktikan kepiawaian dan realisasi spirit Bandung Utama. Dan masyarakat akan senang sekali. Saya yakin itu,” pungkasnya. (San)