
BANDUNG, LINTAS JABAR — Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) Jawa Barat menyoroti ketimpangan kesejahteraan antara rakyat dan wakil rakyat di DPRD Jawa Barat.
Besarnya tunjangan anggota dewan dianggap Hima Persis Jawa Barat tidak sejalan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Ketua PW Hima Persis Jabar, Riyan Hidayatullah, menyebut alokasi gaji dan tunjangan DPRD tahun anggaran 2025 yang mencapai Rp177,4 miliar sebagai bentuk ironi.
Bahkan dari jumlah itu, rata-rata seorang anggota DPRD menerima sekitar Rp123 juta per bulan, sedangkan rakyat yang mereka wakili bertahan hidup dengan upah minimum provinsi sekitar Rp2,1 juta.
“Ini bukan sekadar soal nominal, tetapi soal keadilan moral. Bagaimana wakil rakyat bisa memahami penderitaan masyarakat bila hidup mereka begitu jauh berbeda?,” ujar Riyan, Jumat (12/9).
Tumpukan Tunjangan
Data APBD menunjukkan adanya sejumlah pos tunjangan besar, mulai dari Tunjangan Alat Kelengkapan DPRD (Rp42,5 miliar), Tunjangan Komunikasi Intensif (Rp30,2 miliar), hingga Uang Jasa Pengabdian (Rp30,3 miliar).
Bahkan pembayaran pajak penghasilan anggota DPRD pun tercatat ditanggung APBD melalui bendahara dewan sebesar Rp610,8 juta.
“Di saat rakyat harus menghemat belanja dapur dan biaya sekolah anak, wakil rakyat justru menikmati fasilitas berlapis,” tambah Riyan.
Dari Kritik ke Solusi
Tidak berhenti pada kritik, Hima Persis Jabar kini menggandeng Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat untuk menghadirkan Pusat Layanan Pengaduan dan Konsultasi Layanan Publik.
Program ini ditujukan agar masyarakat memiliki akses lebih mudah menyampaikan keluhan dan aspirasi terkait pelayanan publik.
Menurut Riyan, langkah tersebut merupakan wujud komitmen Hima Persis menghadirkan kebermanfaatan nyata bagi umat.
“Kritik tanpa solusi hanya akan menjadi gema. Dengan pusat layanan ini, kami ingin hadir bersama masyarakat, mendengar dan mengawal hak-hak mereka,” ujarnya.
Hima Persis Jabar pun berharap, DPRD Jabar bisa lebih peka terhadap kondisi rakyat dan menjadikan kritik ini sebagai bahan evaluasi.
Sementara bagi masyarakat, pusat layanan hasil kolaborasi dengan Ombudsman diharapkan dapat menjadi saluran resmi memperjuangkan hak-hak pelayanan publik. (Acil)