[lintasjabar tkp=”Garut”] Pancasila adalah konsensus bersama sebagai jalan tengah antara pihak Islam dan nasionalis, sehingga Pancasila dianggap sebagai rumah besar bersama bagi bangsa Indonesia yang majemuk.
Maka itu, dalam bentuk negara, Indonesia bukan merupakan negara agama tapi juga bukan merupakan negara tanpa agama. Bukan juga negara Islam akan tetapi juga bukan negara sekuler.
Demikian disampaikan anggota MPR RI, Haerudin, S.Ag, MH dihadapan sekira seratue lebih jamaah Aisyiyah Kabupaten Garut dalam pemaparan dan sosialisasi empat pilar MPR RI di Aula STAI Darul Arqom Kabupaten Garut, Minggu, (12/7/2020).
“Dalam pidatonya pada 1 Juni, Bung Karno telah menawarkan pilihan apakah mau menggunakan Trisila atau Eka sila? Tetapi saat itu BPUPKI menetapkan dan tercatat dalam piagam Jakarta bahwa tetap pancasila sebagai Falsafah Negara,” papar legislator Fraksi PAN asal dapil Jabar XI meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya serta Kabupaten Garut ini.
Menurutnya, jadi kalau mengambil rujukan Presiden RI pertama, Ir. Soekarno atau dikenal Bung Karno justru ia menempatkan Pancasila itu bukan sebagai ideologi. Karena di lain sisi, Bung Karno pun menggunakan Marhaenisme sebagai ideologi partai PNI pada waktu itu.
“Kita memahami bahwa Pancasila bukan hanya milik Bung Karno tapi milik semua bangsa. Penggali Pancasila bukan hanya Bung Karno. Tetapi ada banyak tokoh-tokoh Islam dan nasionalis yang ikut serta merumuskan dan menggali nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
Dengan demikian, sambungnya, sangat ironis jika ada individu atau kelompok yang mengklaim paling pancasilais dan serta merta menuduh pihak lain sebagai anti-pancasila, anti-kebinekaan bahkan anti-NKRI. Hal demikian, ditegaskannya justru adalah orang yang sangat tidak memahami, menghayati sejarah apalagi mengamalkan sila demi sila dari Pancasila.
[xyz-ips snippet=”bacajuga”]
Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila seharusnya menjadi alat pemersatu bangsa. Jangan justru disalahgunakan dan dijadikan lima sila Pancasila sebagai alat pengotak-ngotakan.
“Pancasila memuat nilai-nilai luhur bangsa, jangan sampai digunakan untuk menjustifikasi dan pengotak-ngotakan bangsa. Janganlah satu kelompok merasa Pancasilais dan mengecam kelompok lain sebagai tidak Pancasilais,” katanya.
Di akhir acara Ketua PD Aisyiyah Garut, Hj. Yati Rosyati Damiri menyampaikan selain rasa terimakasih dan apresiasinya atas kehadiran politikus PAN asal daerah Kabupaten Garut ia pun berharap agar acara serupa terus berkesinambungan dan masif dilakukan sebagai upaya pencerahan sejarah Indonesia, terlebih pendidikan politik dan kebangsaan bagi masyarakat khususnya bagi jamaah Aisyiyah Kabupaten Garut.
Selain pengurus PD Aisyiyah Garut, juga tampak hadir Pimpinan Cabang Aisyiyah, pengurus Organisasi Otonom Putri Muhammadiyah, tokoh masyarakat Garut serta tamu undangan lainnya. (Dent)