SUBANG, LINTAS JABAR – Hingga 10 September 2024, Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Wilayah (P3DW) Kab. Subang berhasil melampaui target penerimaan Pajak Air Permukaan (PAP) sebesar 102,31% atau Rp. 1.536.100.900 dari yang ditargetkan Rp. 1.501.437.216.
“Keberhasilan ini dapat diraih karena kami menerapkan strategi re-assessment PAP,” demikian penjelasan Kepala P3DW Subang, Lovita Adriana Rosa di ruang kerjanya (Kamis, 11/9/2024).
Lebih lanjut dikatakan Lovita, Re-Assesment Objek PAP adalah teknik pengujian ulang terhadap dokumen perizinan yang dimiliki serta data-data lapangan terkait dalam penghitungan Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP), serta analisis regulasi yang menjadi rujukannya. Produk inovatif ini dimunculkan pertama kali oleh Ahmad Zayyidin seorang Analis Kebijakan Ahli Muda yang bertugas Bapenda Provinsi Jawa Barat Kantor Wilayah Subang.
“Upaya tersebut merupakan bentuk peran aktif Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat dalam optimalisasi pengelolaan Pajak Air Permukaan melalui pengujian ketepatan dalam perhitungan NPAP bersama-sama dengan Dinas Sumber Daya Air (Dinas SDA) untuk mengantisipasi terjadinya ketidaksesuaian data di lapangan dengan data yang telah tercantum dalam sistem perhitungan NPAP yang dijadikan rujukan penetapan NPAP oleh Dinas SDA,” jelas Lovita.
Selanjutnya di tempat yang sama, Ahmad Zayyidin selaku penginisiasi re-assesment PAP menjelaskan tentang implementasinya.
Dikatakan Ahmad, PAP ditetapkan berdasarkan NPAP yang penetapannya menjadi kewenangan Dinas Sumber Daya Air. Dalam prosesnya, perhitungan NPA berpedoman kepada beberapa regulasi yang meliputi peraturan menteri, peraturan gubernur dan keputusan gubernur sebagai pedoman perhitungan dan penetapannya.
Selanjutnya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) hanya melakukan penetapan pemungutan sesuai tarif yang ditentukan oleh aturan perundang-undangan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa adanya keterbatasan ruang dari Badan Pendapatan Daerah dalam melakukan upaya optimalisasi, karena hanya berada di hilir dan menunggu hasil dari proses yang dilakukan oleh unit kerja lain.
“Kondisi tersebut berpotensi terjadi di berbagai wilayah lainnya, karena sebaran jumlah serta keterbatasan data dan informasi dari lapangan terkait beberapa faktor penting dalam perhitungan NPAP, dan hal itu dapat menjadi potensi terjadinya kekurangtepatan dalam proses perhitungan NPAP yang akan berakibat terhadap kekurangtepatan dalam penetapan Pajak,” papar Ahmad.
Selanjutnya, dalam situasi dilematis tersebut, upaya terobosan yang dirumuskan adalah melakukan Re-Assessment terhadap Objek PAP. Upaya tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap perhitungan NPAP yang menjadi dasar pengenaan pajak, sehingga dilakukan koreksi terhadap nilai penetapan Pajak atas pemanfaatan air permukaan oleh beberapa wajib pajak didasarkan pada hasil Re-Assessment yang dilakukan.
“Esensinya, sebagai fiskus kita perlu memiliki keyakinan tak terbantahkan atas kebenaran Dasar Pengenaan Pajak, sehingga penetapan pajak tidak salah, “ jelas Ahmad.
Upaya ini bermanfaat khususnya bagi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat dalam konteks optimalisasi Pengelolaan Pajak Air Permukaan. Adapun manfaat bagi Dinas SDA tercermin pada tingkat akurasi data dan informasi dalam proses perhitungan NPAP yang akan disampaikan kepada Bapenda Jabar sebagai dasar pengenaan Pajak.
Selanjutnya, manfaat bagi wajib pajak adalah mendapatkan proses penetapan pajak secara objektif, dan mendapatkan pengetahuan yang cukup atas kewajiban yang dibebankan dalam bentuk pajak.
Pada ujungnya, Kepala P3DW Subang Lovita menjelaskan re-assesment PAP akhirnya mendorong dikeluarkannya kebijakan, yakni perubahan kewenangan penetapan NPA semula oleh PSDA, menjadi kewenangan Bapenda atas pertimbangan teknis dari PSDA.
“Agar lebih optimal lagi, Bapenda menerapkan piloting smart water meter untuk pengujian akurasi volume, karena selama ini kita tidak punya kendali. P3DW Subang melakukan pemasangan meteran air pada pada pelaku usaha, dengan prioritas terhadap badan usaha dengan yang intensitas penggunaan air yang sangat tinggi pada Tahun 2024 ini,” pungkas Lovita. (Rls)