Opini  

Terkait Revisi Perda 19/2011, Pansus III Soroti Pelayanan, Penataan Serta Retribusi Pemakaman

logoDprdkotabandungPeraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2011 terkait Ketentuan Pelayanan Pemakaman Umum dan Pengabuan Mayat dan Retribusi Pelayanan sudah direvisi dan disahkan pada Paripurna DPRD Kota Bandung belum lama ini. Ada beberapa poin sebelumnya yang menjadi sorotan serta fokus Panitia Khusus (Pansus) III DPRD Kota Bandung yang membahas Perda tentang Pemakaman dan Pengabuan Mayat, dan retribusi pemakaman serta pengabuan mayat, diantaranya dalam hal penataan dan pelayanan makam, rumputisasi pemakaman, pengaturan fasilitas umum dan sosial bagi pengembang atau developer, serta penyesuaian retribusi pelayanan terutama untuk warga miskin.

Ade-Fahruroji-S.SosKetua Pansus III, Ade Fachruroji, S.Sos menegaskan pemakaman di Kota Bandung sejauh ini kurang layak, sehingga diperlukan penataan makam serta harus dilakukan rumputisasi. Dipaparkannya, dari 32 Taman Pemakaman Umum (TPU) di Kota Bandung, baru beberapa TPU yang sudah ditata, seperti di Ranchacili. Selebihnya TPU masih banyak yang belum dibenahi.

Dengan revisi pada poin tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dituntut agar ke depan dapat memberikan kemudahan pelayanan seiring tingginya mobilitas masyarakat Kota Bandung sekarang ini. Serta penataan pemakaman agar tampak tertata rapih, sehingga pemakaman bukan hanya dikramatkan oleh masyarakat tetapi keberadaan pemakaman memberikan nilai estetika.

“Sejauh ini, di area pemakaman tidak sedikit warga pengantar jenazah atau peziarah merasa kesulitan untuk mencapai lokasi yang dituju akibat lahan satu makam ke makam lainnya yang berdempetan, bahkan diantara mereka terpaksa harus melangkahi makam padahal etikanya tidak boleh,” tutur anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi Hanura ini.

Menurutnya, semua makam di TPU yang dikelola Pemerintah Kota Bandung tidak boleh lagi dibuat bangunan seperti yang banyak terdapat di Pemakaman Jalan Pandu. Rumputisasi, sambung Ade, dimaksudkan agar semua TPU di Kota Bandung kembali pada fungsinya sebagai salah satu ruang terbuka hijau (RTH).

Selain masalah penataan dan pelayanan, ditambahkan Ade, Pansus III dalam perda tersebut menyoal terkait beberapa pengembang perumahan besar tentang fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang sebelumnya belum jelas aplikasinya. Hal itu dinilai Ade, lantaran di lapangan developer belum bisa memenuhi dua fasilitas itu, padahal hal tersebut sudah tertuang dalam aturan.

“Berdasarkan peraturan, developer yang akan melakukan pembangunan harus menyumbangkan dua  persen dari seluruh lahan yang akan dibangun, untuk lahan pemakaman,” ujarnya kepada Lintasjabar.com melalu telpon selulernya belum lama ini.

Ade mengatakan, sebelumnya Pansus III telah melakukan uji petik terhadap beberapa pengusaha besar atau developer di Kota Bandung, seperti Sumarecon, Adipura dan Pinus Regency. Hal itu dilakukannya karena pihaknya belum mengetahui perihal penyerahan fasum dan fasos tersebut. “Ketersediaan fasum fasos ini menjadi salah satu syarat keluarnya izin dari pemerintah kota kepada pengembang. Sehingga, disini jelas diharapkan tidak ada lagi permainan dari pengembang. Dan lahan pemakamannya sendiri, ditentukan oleh pihak pemerintah, salah satunya, di kawasan Nagrog,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Ade, untuk mengurangi pungutan liar di TPU, Pansus III juga membuat payung hukum dalam mensejahterakan atau menggaji pekerja harian lepas (PHL). Gaji yang diberikan kepada PHL, adalah Rp1,2 juta.‎ Dengan digajinya PHL, diharapkan pungutan liar bisa ditekan.

“Pungutan liarnya bisa mencapai Rp 2juta untuk menggali lubang satu makam. Padahal peraturannya hanya Rp350 per lubang,” katanya.

Poin selanjutnya yang menjadi penekanan Pansus III yakni menyangkut penyesuaian retribusi pelayanan serta pelayanan bagi warga miskin termasuk “mister x” atau jenazah tanpa identitas. Pasalnya selama ini, ketentuan restribusi pelayanan di lapangan tidak lagi sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.

“Restribusi harus disesuaikan kembali. Jadi nanti tidak ada lagi masyarakat yang membayar lebih dari nominal yang telah ditetapkan, misalnya Rp 375 ribu, ya masyarakat bayar segitu tidak lebih,” ujarnya.

Pelayanan Makam Online

Di tempat berbeda, Kepala Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung Arief Prasetya mengatakan dari beberapa poin yang menjadi fokus revisi dalam Perda Nomor 19 Tahun 2011 pihaknya berencana memudahkan pelayanan pemakaman untuk masyarakat. “Salah satunya dari segi pelayanan dengan teknologi. Kita akan membuka makam online,” kata Arief menjawab terkait revisi perda di Bandung.

Dengan sistem online tersebut, nantinya masyarakat dimudahkan untuk berinteraksi dengan Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bandung melalui aplikasi khusus pada ponsel pintar. untuk semua layanan. Dalam hal rumputisasi, dimana seluruh makam di Kota Bandung tidak lagi ada bangunan. Hal ini dimaksudkan agar semua TPU di Kota Bandung kembali kepada fungsinya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).

“Kalau RTH kan tidak boleh ada bangunan. Nah kita sedang dalam tahap pemetaan. Nanti 13 TPU akan seragam, semua menggunakan rumput. Makanya kita akan buat aturan yang kita tekankan supaya bisa diikuti,” terang arief. (Adv-Redaksi)

gedung-dprd-kota-bandung logoDprdkotabandung

Respon (1)

Tinggalkan Balasan