SALAH SATU tujuan kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 ialah mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dapat hidup setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Tujuan itu akan dicapai melalui pendidikan dalam arti yang luas, pendidikan dalam keluarga, masyarakat, dan lembaga-lembaga pendidikan formal dan nonformal. Melalui proses pendidikan sepanjang hayat diwujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki kepribadain dengan kecerdasan intelektual, spiritual, dan sosial yang seimbang. Melalui proses pendidikan yang demikian maka setiap insan Indonesia akan dapat mengembangkan diri dan lingkungannya sehinggi memiliki kualitas hidup yang lebih baik serta mampu berkolaborasi dan bersaing dengan bangsa lain. Proses pendidikan yang mencerdaskan dan bermartabat memerlukan aneka sumber sumber belajar yang salah satunya adalah buku.
Adalah juga menjadi cita-cita bangsa dan negara Indonesia mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta berakhlak mulia secara merata yang merupakan jati diri bangsa yang maju dan beradab. Salah satu cara untuk mewujudakan bangsa yang sejahtera, maju, dan berkeadilan adalah melalui pembentukan masyarakat terdidik (educated society) dan bermartabat yang gemar belajar (learning society) serta memiliki budaya gemar membaca di dalam berbagai aspek kehidupannya (reading society) . Masyarakat yang adil dan makmur adalah masyarakat terdidik karena gemar belajar dari berbagai sumber informasi yang antara lain dalam bentuk bahan bacaan yang memadai dilihat dari jenis, jumlah, mutu serta kemudahan memperolehnya.
Buku sebagai salah satu media informasi tertua dan konvensional, masih tetap dibutuhkan walaupun dewasa ini media elektronik berkembang pesat dan maju sebagai perwujudan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bahkan, industri buku mendayagunakan kemajuan teknologi itu untuk menghasilkan buku yang lebih murah, lebih menarik, lebih bermutu dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan pula publikasi berbagai informasi dalam bentuk elektronik dengan tampilan media cetak seperti jurnal dan buku. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam industri buku mempengaruhi tata penulisan naskah, penerbitan, pencetakan, pendistribusian , dan perdagangan buku. Buku dalam tampilan elektronik (e-book) dapat terbit dan tersebar mendahului penerbitannya dalam wujud media cetak. Lebih jauh lagi, dengan berkembangnya penerbitan buku elektronik, definisi buku yang selama ini mengacu pada hasil cetak, perlu dikaji kembali dan disesuaikan sehingga mencakup buku elektronik.
Di sisi lain lagi, kemajuan teknologi khususnya di bidang reprografi memberikan dampak negatif pada perkembangan industri perbukuan. Revolusi teknologi reprografi memudahkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan pembajakan buku dalam waktu cepat dan jumlah banyak. Pembajakan yang demikian melanggar Undang-Undang Hak Cipta serta merusak tata niaga buku yang merugikan tidak hanya penulis/pengarang/penerjemah, tetapi juga penerbit, toko buku, dan masyarakat pengguna buku. Pembajakan buku juga merugikan Pemerintah, karena pembajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya.
Buku sebagai media cetak atau elektronik dengan berbagi kelebihan yang dimilikinya masih diandalkan untuk menyimpan, menyampaikan atau menyebarluaskan berbagai jenis informasi berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, agama, serta pembentukan karakter. Buku sebagai sumber informasi utama dicari dan dipergunakan oleh manusia dengan berbagai karakteristik dilihat dari bangsa, suku, ras, agama, golongan, usia, latar belakang pendidikan, profesi, gender, tingkat sosial dan ekonomi. Bahkan buku menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi mereka yang terus belajar sepanjang hayat dan di dalam masyarakat yang gemar membaca dan belajar.
Namun perlu disadari, buku sebagai mana juga media informasi lainnya adalah bebas nilai dalam arti dapat memuat informasi yang positif dan negatif. Psitif dalam arti dapat dipergunakan sebagai sumber belajar untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan kepribadian serta dapat juga dijadikan sebagai hiburan. Namun, buku dapat juga diisi dengan informasi yang bersifat negatif sehingga merusak kepribadian dan ahlak, melemahkan keyakinan kepada Tuhan Yang Mahaesa, serta profokatif/agitatif untuk berbuat melawan hukum. Dengan demikian, nilai buku pada khususnya dan bahan bacaan pada umumnya bergantung kepada penulis, pengarang, atau penerjemah serta kepada pengguna atau pembaca buku itu.
Penting dan strategisnya kedudukan buku sebagai sumber informasi untuk berbagai keperluan mendorong banyak negara berpacu mengembangkan industri buku di negerinya. Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Prancis, dan German masih merupakan negara yang mendominasi penerbitan buku. Kemudian Rusia, Spanyol, Cina, India, Mesir, dan beberapa negara lainnya, terus meningkatkan produksi bukunya tidak hanya untuk kebutuhan di dalam negeri tetapi juga untuk keperluan internasional. Sedemikian giatnya industri buku di Denmark dan Israel sehingga rasio antara jumlah judul buku yang diterbitkan dan jumlah pendidiknya lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, Ingris dan Prancis. Tingginya produksi buku di sejumlah negara yang disebutkan tadi mengakibatkan pasar buku internasional dikuasai oleh negara-negara tersebut dan negara-negara lain menjadi konsumen dari produksi buku mereka.
Sementara itu, dalam kondisi perbukuan tersebut tidsak terlepas dari masyarakat sebagai pembaca. Pada sensus 2010 ditemukan bahwa terdapat 234 181 000 jiwa penduduk Indonesia dan tinggal 7,42% saja yang berusia 15 tahun ke atas masih buta aksara. Jumlah penduduk Indonesia yang sudah mampu membaca dan menulis sangat besar. Mereka yang sudah melek aksara tentu memerlukan bahan bacaan termasuk buku. Apalagi kalau semua masyarakat yang sudah melek huruf itu menyadari pentingnya belajar sepanjang hayat dengan menggunakan buku sebagai salah satu sumber belajar maka kebutuhan akan buku sangat besar. Akan tetapi ternyata kegemaran membaca dan belajar masih tergolong rendah di Indonesia
Berdasarkan data Unicef minat baca masyarakat Indonesia menempati urutan 52 di Asia Timur dan budaya lisan masih dominan dibandingkan dengan budaya baca dan tulis. Dengan demikian, sungguhpun jumlah calon konsumen buku sangat besar akan tetapi buku belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kebutuhan akan buku baru sangat terasa di kalangan lembaga pendidikan.
Sistem pembelajaran di lembaga pendidikan juga belum berhasil membentuk budaya baca di kalangan peserta didik dan pendidik/tenaga kependidikan. Dalam perhitungan Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009, Indonesia menempati posisi ke 58 dari 66 negara yang diukur tingkat kemampuan siswa dalam membaca, matematika dan ilmu pengetahuan alam. Kemampuan membaca yang rendah merupakan indikasi minat dan kegemaran membaca di kalangan peserta didik dan pendidik di Indonesia juga masih rendah.
Untuk meningkatkan minat baca, Pemerintah telah melakukan berbagai gerakan yang bersifat monumental seperti penetapan bulan Mei sebagai Bulan Buku Nasional, Bulan September sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan, serta Gerakan Wakaf Buku dalam Bulan Desember. Melalui pendidikan nonformal dikembangkan pula Taman Bacaan Masyarakat mengarah pada pusat sumber belajar masyarakat. Akan teapi upaya-upaya mewujudkan masyarakat gemar membaca dan belajar masih perlu ditingkatkan secara terpadu sehingga berbagai hambatan yang ada dapat diatasi.
Pemerintah menyadari bahwa buku merupakan sumber informasi dan saran pendidikan dalam mencerdakan bangsa, oleh karena itu industri buku dengan komponen-komponennya perlu dikembangkan. Melihat kompleksnya masalah industri buku dan menyangkut berbagai dan lintas sektor seperti pendidikan, perindustrian, perdagangan, dan keuangan, maka melalui Keppres No 5 Tahun 1978, Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan dan Pengembangan Buku Nasional (BPPBN) yang bertugas melakukan berbagai kajian dan merumuskan konsep-konsep kebijakan di bidang perbukuan nasional. Badan ini pulalah yang melakukan kajian perbukuan secara nasional dan mengidentifikasi perlunya Undang-Undang untuk mengatur perbukuan secara nasional.
Tahun 1997, BPPBN menyusun draf awal UU tentang perbukuan nasional tetapi tidak ditindak lanjuti sampai Badan ini dibubarkan. BPPBN dirasakan kurang fungsional dalam mengatasi berbagai masalah serta lebih berfokus pada kajian-kajian dan rekomendasi kebijakan serta tidak melakukan kegiatan operasional, maka tahun 1999 sesuai dengan salah satu rekomendasi hasil Kongres Perbukuan Nasional tahun 1995, dibentuk Dewan Buku Nasional (DBN) yang diketuai oleh Presiden RI dengan sejumlah Menteri dan wakil masyarakat perbukuan sebagai anggotanya. Akan tetapi DBN tersebut tidak dapat berfungsi seperti yang diharapkan karena anggota-anggotanya memiliki tugas pokok utama lain. Sejak dibentuk tidak pernah terlihat hasil nyata dari DBN ini dan pembinaan dan pengembangan perbukuan nasional semakin tidak jelas. Oleh karena itu belakangan ini ada rencana untuk membubarkan DBN ini.
Dalam hal tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, telah berhasil melaksanakan amanat undang-undang terkait perbukuan serta penggalakkan program minat baca masyarakat yang pada akhirnya pada acara Pameran Buku Islami 2013, yang berlangsung di Gedung Landmark Convention Hall, Jalan Braga, Rabu (1/5), Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jawa Barat memberikan anugerah Life Achivement kepada Wali Kota Bandung Dada Rosada atas kepeduliannya terhadap perbukuan dan minat baca masyarakat.
Penghargaan diserahkan langsung oleh Ketua Ikapi Jawa Barat, H. Anwaruddin kepada Wali Kota Bandung. Pada kesempatan itu, walikota mengaku bangga dan bersyukur atas penghargaan yang diterimanya tersebut Dada mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
“Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas penghargaan ini, meskipun kerjasama terus kita lakukan dengan Ikapi tetapi saya tidak menyangka dan mengharapkan penghargaan ini,” Jelas Dada.
Lebih lanjut Dada mengungkapkan dirinya bekerjasama dengan Ikapi membangun Bandung sebagai kota buku sejagat yang antara lain membuat cara agar masyarakat senang membaca. Drinya menambahkan, bahwa ada peribahasa yang mengungkapkan bahwa buku adalah gudangnya ilmu dan membaca merupakan kuncinya. Sehingga apabila kita ingin maju dan diperhitungkan, maka kita harus dapat menanamkan budaya membaca.
“Tentu saja, mendorong masyarakat senang membaca perlu juga mendukung para penulis dan pengarangnya. Kita bisa meniru kehidupan bangsa-bangsa yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Inggris dan negara-negara lainnya, dimana mereka tidak memiliki kekayaan alam, tetapi mereka mengandalkan kreativitas dan inovasi sumber daya manusia yang dibangun oleh budaya membaca,” pungkasnya.
Diakui Dada, penghargaan ini menjadi cambuk untuk meningkatkan minat baca bagi warga Kota Bandung. Dia mengungkapkan dirinya bekerjasama dengan Ikapi membangun Bandung sebagai kota buku sejagat yang antara lain membuat cara agar masyarakat senang membaca.
“Tentu saja, mendorong masyarakat senang membaca perlu juga mendukung para penulis dan pengarangnya,” ucap Dada.
setiap tahunnya, Ikapi Jabar selalu mengadakan pameran-pameran buku dengan banyak tema yang diusungnya. Dari pameran buku, Islamic book fair atau Pameran Buku Islami dan sebagainya. Bahkan Ikapi pada satu tahun bisa melaksanakan hajat pameran sebanyak lebih dari tiga kali. Keberhasilan Ikapi menggelar pameran tersebut tidak terlepas juga dari dukungan Pemerintah Kota Bandung. (Advertorial)