BANDUNG LJ – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.Memberikan predikat opini wajar tanpa pengeculian (WTP)kepada 11 Pemerintah daerah di Jawa Barat. Tujuh pemerintahan daerah yaitu Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Cianjur, Kota Cimahi, Majalengka, Sumedang, dan Kabupaten Tasikmalaya berhasil mempertahankan opini WTP dari tahun sebelumnya. Sedangkan empat pemda lainnya baru pertmakali memperoleh WTP, yaitu Kabupaten Bogor, Garut, dan Kabupaten Purwakarta .
Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Barat, Arman Syifa mengatakan, berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 71 tahun 2010 (PP/2010) tentang standar akuntansi pemerintahan, tahun 2015 ini merupakan tahun pertama bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia menerapkan akuntansi berbasis Akrual, baik pada penerapan sistem akuntansinya maupun pada penyajian laporan keuangannya.
“Manfaat akuntansi berbasis Akrual adalah dapat memberikan gambaran utuh atas keuangan pemerintah daerah, menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah, serta memberikan informasi yang lebih berkualitas dalam mengevaluasi kinerja pemerintah daerah,” katanya di auditorium Kantor BPK Perwakilan Jabar, Senin (6/6/2016).
Diungkapkannya, opini WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksaan mengenai kewajaran laporan keuangan, bukan merupakan jaminan tidak adanya fraud yang ditemui ataupun kemungkinan timbulnya fraud di kemudian hari.,tuturnya seraya mengatakan hal ini penting disampaikan mengingat masih banyak terjadi kesalahpahaman oleh sebagian kalangan mengenai makna opini BPK,” katanya.
Menurutnya, beberapa permasalahan terkait dalam penerapan akuntansi berbasis Akrual yang masih di hadapi oleh pemda diantaranya adalah masalah penyusutan (termasuk beban penyusutan yang tersaji di LO dan akumulasi penyusutan di neraca, masalah penyajian dana BOS dan dana lainya di luar APBD.
“Adapun temuan yang perlu mendapat perhatian pada beberapa pemda diantaranya adalah, pembukaan rekening oleh bendahara SKPD tanpa melalui persetujuan kepala daerah dan atau BUD, aset tetap tanah yang dimiliki pemda yang masih belum bersertifikat, tanah fasos fasum yang belum diserahkan kepada pemda setempat, kesalahan alokasi penganggaran, dan pengelolaan PBB P2 Etela pelimpahan dari pemerintah pusat,” katanya.
Lebih lanjut Arman pun mengatakan sesuai dengan pasal 20 Undang undang Nomor 15 Tahun 2014 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan, dan jawaban atau penjelasan disampaikan kepada BPK selambat lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima melalui rencana aksi.
“BPK membuka kesempatan bagi pimpinan atau anggota DPRD yang memerlukan penjelasan lebih lanjut terkait rekomendasi dan pelaksanaan action plan melalui pertemuan konsultasi. Pertemuan tersebut diharapkan dapat membantu fungsi pengawasan para anggota DPRD dalam rangka bersama sama mewujudkan akuntabilitas tata kelola keuangan daerah,” katanya. (Zaen)