Haerudin: Jangan Sampai Gagal Paham Dalam Memahami Perspektif Pancasila

Anggota MPR RI, Haerudin S.Ag MH tengah mensosialisasikan empat pilar MPR RI di Padepokan Manda Agung Pameungpeuk Garut

[lintasjabar tkp=”Kab. Garut”] Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Haerudin, S.Ag., MH menegaskan agar masyarakat jangan sampai gagal paham dalam memahami perspektif Pancasila.
Dirinya menekankan bahwa Pancasila sebagai falsafah dan norma dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara atau philosophische grondslag yang dibangun dari nilai-nilai yang sudah ada dalam kehidupan keragaman bangsa bukanlah ideologi impor dari negara manapun.

“Sebab kalau Pancasila dijadikan ideologi maka akan menegasikan nilai-nilai Islamisme, Nasionalisme yang berkembang di negara kita. Hal itu pernah terjadi pada masa orde baru dengan penerapan Asas Tunggal, dan bangsa kita tidak ingin kembali pada fase tersebut,” ungkap politisi Fraksi PAN ini saat menyampaikan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI terkait Pancasila, UUD45, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika di Padepokan Manda Agung Pameungpeuk Kabupaten Garut, Jumat (26/6/2020).

Acara yang diinisiasi bersama Yayasan Manda Agung ini selain dihadiri Pengurus Yayasan Manda agung Dudi Kusnadi, tokoh masyarakat Garut Selatan, perwakilan pengurus Kecamatan Pameungpeuk serta tamu undangan dan ratusan warga lainnya.


Pada kesempatan itu, Haerudin menyerukan penolakan terhadap faham Komunisme sebab komunisme sebagai faham yang anti terhadap keberagaman. Selain itu, sambungnya, dalam fakta sejarah komunisme atau PKI merupakan ideologi yang anti terhadap demokrasi.

“Komunisme merupakan ideologi yang menghalalkan segala cara dalam melaksanakan tujuannya, dan ini jelas bertentangan dengan ideologi Pancasila,” ujarnya.

Dirinya menekankan dalam kaitan gagasan memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila dengan budaya gotong royong, hal itu sebetulnya sudah ada sejak dahulu bahkan acapkali disampaikan Presiden RI Pertama Soekarno pada rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosa-kai pada 1 Juni 1945.

“Akan tetapi forum saat itu tidak menghendaki usulan perubahan tersebut sehingga akhirnya BPUPKI menetapkan Pancasila sebagai falsafah, dan dasar negara,” terangnya.

Adapun tujuan negara berketuhanan, sambungnya seperti dikutip yang disampaikan Bung Karno adalah negara melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama setiap warganya. Nilai-nilai ketuhanan harus dijadikan sumber etika dan spiritualitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

[xyz-ips snippet=”bacajuga”]

“Dorongan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu menentukan kualitas dan derajat kemanusiaan seseorang diantara sesama manusia dengan kata lain terciptanya insan kamil,” kata legislator dari Dapil Jabar XI meliputi Kabupaten Garut, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.

Di akhir acara, Haerudin menegaskan setiap kelompok manapun yang ingin menghilangkan nilai-nilai Pancasila tidak boleh hadir di Indonesia, diantaranya adalah PKI. (Dent)