GARUT – Dasar negara merupakan pondasi berdirinya sebuah negara. Oleh karena itu, sebuah dasar negara sebagai pondasi harus disusun sebaik mungkin. Sejarah mencatat hal itu berawal dalam pidato Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat di awal sidang pertamanya 29 Mei-1 Juni 1945, yang menyatakan bahwa untuk mendirikan Indonesia merdeka maka diperlukan suatu dasar negara Indonesia merdeka.
Kemudian beberapa tokoh pendiri negara mengusulkan rumusan dasar negara. Rumusan dasar negara yang diusulkan dari Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo serta Ir. Soekarno masing-masing memiliki perbedaan. Namun dibalik perbedaan tersebut memiliki persamaan dari segi materi dan semangat yang menjiwainya.
Akhirnya Di akhir pertemuan tersebut, Soekarno saat itu mengambil inisiatif membentuk Panitia Kecil beranggotakan 9 orang, yang kemudian dikenal sebagai “Panitia Sembilan”. Terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H. Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).
Al hasil terciptalah Naskah Mukadimah yang ditandatangani oleh Panitia Sembilan, yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Mukadimah tersebut selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945, mukadimah disepakati oleh BPUPKI.
Demikian paparan tersebut disampaikan Anggota DPR/MPR RI, Haerudin, S.Ag., MH dari F-PAN dalam Sosialisasi Konstitusi (Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tungga Ika) di Pondok Pesantren (Ponpes) Persatuan Islam 19 Bentar Garut, Sabtu (20/02).
Sampai sejauh ini, terang Haerudin, UUD 1945 telah mengalami satu kali amandemen serta telah mengalami 4 kali perubahan, hal itu karena sifat UUD 45 dinamis. Haerudin juga menegaskan, yang tidak kalah penting juga adalah soal hak dan kewajiban warga negara. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 dan diatur di pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratis.
Acara yang dihadiri lebih dari 300 santri putera Rizalul Ghad (RG), santri puteri Ummahatul Ghad (UG) berjalan cukup dinamis, dengan dialog santai. Selain dihadiri Pimpinan Ponpes (Mudirul ‘Am) H. Uban Subandi, Mudir Mauallimien, Mulyana, BA, Mudir Tsanawiyah, Hudan Mushafudin, S.Th.I. juga mendapat respon positif dari para Undangan diantaranya Sekretaris DPD PAN Garut, Ricki Prayitno, Sekretaris PD Persis Garut, Ust. Edi Surahman, Ketua PD Persistri, Ela Nurhafsari serta para guru Asatdiz /Asatidzah Pesantren Bentar.

Dijelaskan Haerudin, sebagai warga negara terlebih untuk generasi muda harus mampu mamahami, menghayati bahkan mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung dlm konstitusi negara, maupun hak serta kewajiban sebagai warga negara.
“Setiap warga negara harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Masih banyak rakyat kecil selama ini masih kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya,” terangnya.
Haerudin menilai, ideologi pancasila, mengandung banyak nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Membangun masyarakat Indonesia yang memiliki moral tidak terlepas dari religius.
“Slama ini pesantren jarang tersentuh dan jarang terkomunikasikan terkait kenegaraan. Kami dari legislatif mensosialisasikan bagaimana kaum santri bisa memahami betul soal UUD RI. Terlebih juga sejarah mencatat, dari sebagian perumus UUD 45 yang tergabung dari BPUPKI merupakan dari kaum santri atau para ulama,” ujar Haerudin menjawab pertanyaan Ketua UG, Bella Rizki Fauziah terkait kenapa dilaksanakan di pesantren.
Usai acara, Pimpinan Ponpes atau Mudirul ‘Am Persis 19 Bentar, H. Uban Subandi mengatakan acara sosialisasi ini memberikan pencerahan bagi santri sebagai generasi muda pelanjut bangsa. Terlebih mengenai bagaimana menyerap nilai-nilai sejarah dan menghargai pengorbanan serta semangat para pendiri bangsa.
Disamping Haerudin, acara tersebut menghadirkan pula narasumber dari Akademisi UIN Bandung, Lamlam Pahala, MH serta dari Aktivis Pergerakan, Irwan S Amir. Sehari sebelumnya, Jumat (19/02) di Kecamatan Kersamanah Garut Haerudin juga menggelar dengar pendapat atau Hearing dengan tema yang sama. (Dent)