BANDUNG, LJ – Pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil yang menyebut program revitalisasi Citarum Harum dinilai gagal justru menyulut polemik dan reaksi berbagai elemen yang selama ini telah bekerja untuk Citarum Harum.
Reaksi muncul diantaranya dari Ketua Dewan Pengawas Yayasan Citarum Harum, Profesor Dini Dewi Heniarti juga Ketua Gerakan Relawan Hejo, Eka Santosa yang menyesalkan adanya statement tersebut dari seorang kepala daerah.
Emil sendiri menilai kegagalan tersebut adalah soal kepemimpinan, sehingga mereka yang menjalankan program itu tidak kompak.
Pernyataannya itu dilontarkan pada saat Pencanangan Gerakan Nasional Pemulihan DAS (Daerah Aliran Sungai) tahun 2018, di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru Karawang pada Sabtu, 29 Desember 2018.
Kendati saat itu diakuinya sebagai Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Citarum Harum dirinya akan mulai menyinergikan program tersebut dengan berbagai kalangan.
Salah satu reaksi keras juga muncul dari Direktur Hubungan Masyarakat (Humas) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Lingkungan Jabar (Pelija), Ujang Fahpulwaton yang menyebut pernyataan itu sangat sepihak dan terkesan tidak bijak dalam menghargai jasa dan kerja orang lain yang selama ini telah berbuat untuk Citarum Harum.
“Sebagai Gubernur seharusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi dan mengambil sebuah kesimpulan. Jangan sampai menyakiti orang lain karenanya sebagai kepala daerah harus memunculkan diksi yang lebih mengarah pada optimisme, harapan pada masyarakat bukan malah memunculkan polemik,” tegas Mantan Anggota DPRD Jabar ini kepada wartawan di Bandung, Kamis (3/1/2019).
Diakui Ujang, dirinya sudah mengikuti dan mengawal citarum sebelum program Citarum Harum dimulai pada Maret 2018 lalu. Dan program tersebut menurutnya sudah menampakkan hasilnya walaupun belum maksimal.
“Kita bisa lihat, TNI yang dikomandoi Pangdam III/Siliwangi dikerahkan guna memfokuskan pada Citarum Harum hingga tiap Dansektor. Ditambah partisipasi masyarakat dan keterlibatan pihak-pihak lainnya. Sampah-sampah yang dulu teronggak di Sungai Citarum kini di beberapa tenpat mulai bersih,” paparnya.
Lebih penting lagi, sambungnya, di kalangan masyarakat khususnya masyarakat bantaran Citarum mulai tumbuh kesadaran untuk ikut menjaga lingkungan. Disamping juga dilakukan banyak penertiban dan penutupan saluran pembuangan limbah dari pabrik-pabrik nakal yang diduga kerap membuang limbahnya ke Citarum.
“Jadi jika program Citarum Harum dinilai belum maksimal, itu saya setuju. Tetapi bila dikatakan program Citarum Harum gagal, itu sama artinya tidak ada hasil. Bila demikian semua yang dilakukan untuk Citarum Harum bisa dikatakan mubadzir,” ujar Caleg DPRD Jabar dari Partai Demokrat untuk Dapil Jabar V (Kota/Kabupaten Sukabumi).
Justru dirinya mempertanyakan parameter gubernur yang menilai Citarum Harum gagal. Sebab payung hukum penanganan revitalisasi Citarum sudah jelas ada dalam Perpres nomor 15 tahun 2018. Oleh karenanya, Ujang memandang tidak berhak bila seorang gubernur menilai gagal, karena sesuai aturan yang ada yang berhak menilai adalah presiden.
“Saya sarankan agar tidak bermain politik di Citarum dan tidak jadikan Citarum alat politik,” pungkasnya. (San)