KLHK Anggarkan 38 Miliar Untuk Reboisasi dan Agroforestry Sebanyak 555 Ha

KAB. BANDUNG, LJ – Pada tahun 2018 ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) fokus melakukan penanaman kembali hutan kritis di kawasan hulu sungai Citarum. Hal tersebut dilakukan selain untuk mengurangi banjir karena mampu menghasilkan kawasan resapan air, penghijauan ini pun sangat diperlukan untuk mengurangi pencemaran.

Penanaman kembali hutan kritis di kawasan hulu sungai Citarum fokus di atas 2.500 hektare lahan kritis. Bahkan KLHK, melakukan berbagai program terkait rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di daerah aliran sungai (DAS) telah digulirkan sejak 2015 silam.

Erosi di kawasan hulu menyebabkan pencemaran dan sedimentasi di sepanjang aliran sungai. Sedang hasil data KLHK menunjukkan sejak 2015, erosi di lahan kritis DAS Citarum mencapai 6,1 juta ton per tahun. Kondisi ini terjadi akibat adanya lahan kritis seluas 79.549 hektare. Rinciannya, di dalam kawasan hutan 38.963 hektare dan di luar 40.585 hektare.

“Oleh karena itu, sejak 2015 hingga saat ini, pihaknya telah melakukan RHL di seluas 18.925 hektare,” ujar Kepala Sub Direktorat Pemolaan KLHK Saparis Sudarjanto atau yang akrab disapa Toto saat meninjau lokasi RHL DAS Citarum, di Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, belum lama ini.

Toto sendiri menyebut, program tersebut saat ini telah membuahkan hasilnya. Yakni, saat ini erosi di lahan kritis DAS Citarum berkurang menjadi 5,2 juta ton per tahun. Pada 2018 ini, pihaknya kembali melakukan hal serupa di atas 2.500 hektare lahan kritis. Bahkan guna melanjutkan RHL di kawasan DAS, KLHK mengalokasikan anggaran Rp 38 miliar, masing-masing untuk reboisasi dan agroforestry di atas 555 hektare.

Program agroforestry sendiri diperlukan mengingat lahan-lahan kritis inipun merupakan milik masyarakat. Sehingga, warga yang memiliki lahan tersebut tidak menolak bila lahan-lahannya dihijaukan karena akan memberi nilai ekonomi. Agroforesteri  adalah  tanaman kombinasi antara tanaman Kehutanan dan tanaman pertanian, ciri hasnya  tataman kehutanan umurnya lebih dari 5 tahun hingga 6 tahun, tetapi kalau tanaman pertanian 2 tiga bulan sudah panen.

“Jadi selain ditanami tumbuhan kuat seperti kayu, dengan agroforestry inipun lahan-lahannya ditanami kopi, tomat, dan apapun yang memberi nilai ekonomi,” katanya.

Toto optimistis, target pemerintah yang akan menuntaskan persoalan di Citarum selama 7 tahun bisa tercapai. Asalkan, semua pihak memiliki komitmen yang sama untuk mengatasinya.

“Dengan catatan di sini, yang lain juga digerakkan. Kita persoalannya sinergi, koordinasi,” katanya.

Ia menilai, perlu instrumen baku untuk menyinergikan seluruh unsur terkait. Salah satunya dengan aturan terkait penataan ruang yang memiliki keberpihakan terhadap konservasi kawasan hulu. Yakni, melalui aturan tata ruang yang jelas.

Dengan demikian diharapkan, setiap wilayah hulu difungsikan sebagai kawasan lindung sehingga mampu mencegah terjadinya kerusakan yang mengakibatkan bencana. Terlebih, menurutnya dengan menjadikan wilayah hulu sebagai kawasan lindung, sama dengan menambah penampungan air yang kapasitasnya lebih besar dibanding waduk buatan.

Agroforestry Tingkatkan Ekonomi Petani

Program Quick Wins (QW) Agroforestry yang dilaksanakan sejak tahun anggaran 2015 bukan hanya penanganan rehabilitas lahan keritis saja, sebab disamping penanganan bencana longsor dan banjir juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya yang ada di Wilayah DAS. Tentunya langkah antisipasi pemerintah untuk merealisasikan program tersebut dipandang sangatlah tepat dan dinilai efektif.

Hal tersebut terbukti saat tim investigasi melakukan tugas liputan di Sub DAS Cirasea DAS Citarum Kabupaten Bandung pada Kelompok Giri Laya Desa Ciheulang Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung Kamis (1/3).

Selaras dengan program agroforestry ini, tampak lahan-lahan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Giri Laya Desa Ciheulang yang sejak tiga tahun lalu melakukan kegiatan penanaman pepohonan kini lahanya tampak rimbun dengan jenis pepohonan selain pula jenis tanaman konsumtif lainnya.

Menurut Pendamping Sub DAS Cirasea, Aceng Anwar dirinya selama ini mendampingi 4 (empat) kelompok salah satunya adalah kelompok Giri Laya, dengan lokasi kegiatan penanaman berada di Blok Palawija dengan luas lahan 25 ha. Adapun jenis pohon yang ditanam diantaranya eucalyptus, manggelina, pohon kopi, sedangkan jenis pohon Multipurpose Tree Species (MTPS) antara lain alpukat dan lainnya. Sementara pola tanam di kelompok tersebut adalah tanam pohon campuran, baik tanaman jenis sayuran baik kol, sosin, ataupun jenis tanaman umbi-umbian.

“Sementara dalam pelaksanaan kami juga pokus mendampingi kelompok, sehingga dalam pelaksanaan sesuai dengan RUKK yang ada. Kami juga sebagai pendamping akan tetap mendampingi setelah panca panen untuk kerjasama dengan pihak  pengusaha sehingga kelompok dan Masyarakat yang dapat program itu ke depan  ekonominya meningkat,” pungkasnya.

Di tempat berbeda, Pelaksana Teknis Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) QW Sub DAS Cirasea, Wawan mengatakan, kegiatan Agroforestry di wilayah Sub DAS Cirasea pada tahun anggaran 2015 luas lahan 1470 Ha yang meliputi 64 Kelompok, adapun kegiatan tersebut adalah Pembuatan Dam Pengendali (DPi) sebanyak 1 unit, Pembuatan Dam Penahan (DPn) sebanyak 50 unit, Pengendali Jurang (gully plug) sebanyak 100 unit, dan Pembuatan Sumur Resapan Air (SRA) sebanyak 525 unit yang tersebar di 5 Kecamatan diantaranya Kecamatan Pacet, Ibun, Paseh,dan Kertasari. Sementara Desa yang mendapatkan program tersebut dari 5 kecamatan sebanyak 30 desa, katanya.

Menurut Wawan, dengan program Agroforestry berawal dari Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RTkRHL) yang ditindaklanjuti Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RPRHL), lalu ditindak lanjuti pula Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RTnRHL). DAS Citarum dinilai sungai strategis nasional yang perlu ditangani maka dari sanalah muncul awalnya program QW Agroforestry, dengan  Agroforestry mengadakan kegiatan observasi tanah dan air (KTA) seperti untuk sumur resapan, Dam Penahan, Dam Pengendali dan Gully Plug.

Lebih lanjut Wawan menerangkan, tujuan dari pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu melaksanakan dengan Agroforestry di luar kawasan hutan (pegetatif) dan sipil teknis, sama pelaksanaanya bisa diluar kawasan hutan tapi masih dilahan masyarakat berupa bangunan konservasi seperti beronjong.

“Yang utama dalam kegiatan Agroforestry adalah melibatkan kelompok-kelompok tani, dimana dalam pelaksanaannya dengan cara sewa-kelola tipe 3 antara Balai Pengelolaan DAS dan kelompok tani,” paparnya.

Dari kegiatan Agroforestry ini diharapkan dapat terkendalinya erosi dan luas lahan kritis bisa berkurang dan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena dalam kegiatan ini ada upah sehingga bisa menambah ekonomi rakyat dan diharapkan diakhir Agroforestry ini masyarakat yang punya lahan meningkat penghasilannya, selain dari hasil pertanian petani juga akan mendapatkan keuntungan dengan mempunyai cadangan kayu.

Sementara dalam beberapa kesempatan, diungkapkan Kepala Balai Pengelolaan DAS Hutan dan Lahan (BPDAS HL) Citarum-Ciliwung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Djonli MF, program dari Kementerian LH dan Kehutanan melalui program quick wins salah satunya sejak tahun 2015 ada kegiatan Agroforestry di Citarum Ciliwung dan Cisadane. Bahkan tahun lalu target program quick wins, bisa memperbaiki lahan kritis di DAS Citarum, seluas 5.500 hektare lewat agroforesty. Kemudian, di Ciliwung bisa memperbaiki 500 hektare, dan Cisadane 100 hektare.

Program agroforesty  menurutnya, untuk DAS Citarum difokuskan di 5 Sub DAS. Yakni, Subdas Cirasea, Subdas Cisangkuy, Subdas Ciwidey, Subdas Ciminyak, dan Subdas Cihawur. Sedangkan di Ciliwung program agroforesty ini memperbaiki 7 Subdas dan Cisadane 4 Subdas.

“Agroforestry di DAS Citarum ini targetnya dalam lima tahun bisa merehabilitasi  84.173 hekatare lahan di Citarum, memperbaiki 994 lahan di Das Ciliwung  haktere dan Cisadane 2019,” katanya.

Ia juga mengaku, dalam merehabilitasi lahan kritis pihaknya memiliki berbagai kendala. Salah satunya, masyarakat yang menggarap lahan kritis banyak yang tidak memperhatikan aspek konservasi. Sehingga, pihaknya akan mencoba untuk mengubah mindset penggarap lahan tersebut. Agar, sambungnya, program rehabilitasi lahan kritis agroforestry ini bisa dikembangkan di semua lahan yang sekarang ada di wilayah tersebut.

Sejalan dengan itu, dukungan di kewilayahan pun diberikan Panglima Kodam III Siliwangi serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam penanganan persoalan rehabilitasi lahan kritis. Diakui Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan di lapangan memang ada persoalan yang harus dihadapi Pemprov Jabar, apabila ingin mentransformasi jenis tanaman yang ditanam masyarakat. Sebab sejauh ini tanaman sayur-mayur serta tanaman musiman yang selama ini ditanam masyarakat di sekitar daerah aliran Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk, diyakini menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di sejumlah titik di Jawa Barat. Dan akan mengganti serta mengkombinasikannya dengan jenis pohon kopi.

Ditegaskannya, harga kopi lebih tinggi dibandingkan sayur-mayur dan tanaman musiman lainnya. Terlebih, kualitas kopi asal Jawa Barat, diyakini merupakan salah satu yang terbaik di dunia.

“Kopi terbaik di dunia kopi asal Jawa Barat, harganya sangat mahal, secara ekonomi sangat menguntungkan petani. Dan secara konservasi akan membuat hutan hijau. Selain itu, kopi saat ini sudah dapat dipanen dalam waktu dekat setelah ditanam. Jika sebelumnya, kopi baru dapat dipanen setelah lima tahun ditanam, kini cukup setahun sudah dapat dinikmati hasilnya,” katanya.

Fokus dan keseriusan terhadap penanganan lahan kritis pada DAS Citarum pun bukan hanya dilakukan stakeholder terkait, bahkan belum lama ini Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Kamis (22/2).

Presiden didampingi oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono, Seskab  Pramono Anung, Teten Masduki, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Pangdam III Siliwangi  Mayjen Doni Monardo dan Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto serta Bupati Bandung Dadang M Naser.

Sekitar pukul 10.00 WIB, Jokowi datang ke lokasi penanaman pohon di area petak 73, Gunung Wayang dan langsung menanam pohon manglid. Presiden juga melepas dua ekor elang Jawa di kilometer nol Citarum tepatnya di Situ Cisanti.

Presiden mengatakan kedatangannya ke hulu Sungai Citarum di Kecamatan Kertasari dalam rangka melihat gerakan rehabilitasi di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Citarum.

“Jadi sudah dimulai (rehabilitasi). Ini bukan seremonial seperti yang sudah-sudah. Ini pekerjaan besar. Mungkin Insya Allah bisa diselesaikan dalam tujuh tahun. Tetapi bukan dihulunya saja tapi tengahnya dan di hilir semua terintegrasi,” ujarnya.

Menurutnya, rehabilitasi yang dilakukan mulai dari lahan, limbah dan polusi industri akan dikerjakan secara terintegrasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota serta kementerian.

Dan untuk memastikan program rehabilitasi berjalan, Presiden akan turun langsung melihat setiap kurun waktu 3 bulan atau 6 bulan. Bahkan, lanjutnya, saat ini PTPN VIII telah memberikan lahan seluas 950 hektar untuk ditanami dan relokasi. Selain itu, Perhutani pun memberikan lahannya yang diharapkan bisa segera dihijaukan kembali.

Menyikapi keseriusan Pemerintah Pusat untuk mengantisipasi bencana longsor dan banjir, era kepemimpinan Persiden Joko Widodo melalui kabinet kerjanya, memang pantas diberikan acungan jempol. Sebab terobosan–terobosan baru pun bermunculan, hal tesebut bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan  meningkatkan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Termasuk salah satunya penanganan DAS Citarum yang berimbas pada penanganan lahan kritis dengan melakukan agroforestri yang cukup menguntungkan para petani. (Adv/San)

Tinggalkan Balasan