BANDUNG (Lintasjabar.com),- Perkembangan sosial ekonomi Kota Bandung dibarengi tingginya aktivitas masyarakatnya, mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk memenuhi kebutuhan sarana transportasi angkutan umum. Untuk itu ke depan, pentingnya dibangun sistem transportasi pelayanan angkutan publik yang bersifat massal, diantaranya pengoperasian bis Trans Metro Bandung. Ditata sampai pada posisi yang benar-benar memberikan kenyamanan bagi masyarakat.
Hanya saja pengoperasian bis ini membutuhkan dukungan infrastruktur memadai, satu diantaranya pengadaan shelter sebagai tempat henti menaikan dan menurunkan penumpang. Shelter yang tidak saja representatif tapi juga memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Namun mengingat fasilitas ini relatif mahal, Pemkot Bandung menjalin kerjasama dengan badan usaha yang mengacu kepada Perpres RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
“Pembiyaan tidak lagi menggunakan APBD tetapi melalui investasi pengusaha dengan kompensasi pengelolaan reklame,” kata Wali Kota Bandung, H Dada Rosada, memulai pengadaan 32 shelter TMB dengan meletakan batu pertama pembangunannya, di salah satu titik strategis koridor I TMB trayek Cibeureum-Cibiru, tepatnya depan pusat perbelanjaan Carefure, Jalan Sukarno-Hatta, Selasa (08/02).
Secara bertahap tapi pasti, imbuh Dada, pada 2013 nanti pelayanan transportasi Kota Bandung lebih bagus, pelayanan transpotasi anggkutan umum yang lebih memberikan kenyamanan. Bhkan Dada menandaskan, TMB bagian penting dari penataan sistem transportasi terintegrasi peningkatan pelayanan publik pada sektor angkutan darat. Diharapkan, tidak saja mampu mengatasi peresoalan kemacetan lalu lintas tapi juga polusi udara. “Seharusnya shelter dibuat sebelum TMB dioperasikan. Mudah-mudahan shelter bisa selesai tepat waktu. Ketika selesai, dijaga kebersihan lingkungannya, dioperasikan dan dirawat secara konsisten agar shelter tidak rusak sebelum habis masa pakainya,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Prijo Soebiandono mennyebutkan, keterlambatan pengadaan shelter dan sarana penunjangnya, selain persoalan pendanaan yang besar, juga disebabkan aspek perijinan yang tidak mudah. “Perijinan pembangunan shelter dan sistem tiketing elektronok ini, karena letaknya Jalan Soekarno-Hatta yang berstatus jalan nasional, diterbitkan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah IV Kementerian Pekerjaan Umum.
Prijo menegaskan, TMB adalah bagian dari reformasi sistem angkutan umum perkotaan. Angkutan umum berbasis bus ini, dikatakannya memiliki ciri utama, diantaranya pemberangkatan terjadwal, berhenti di halte khusus, aman, nyaman, biaya terjangkau dan ramah lingkungan. TMB di koridor I ini, nantinya akan ditingkatkan menjadi 39 dari 10 bus yang sudah ada sekarang.
“Pengoperasian sementara kini masih oleh Perum Damri Bandung. Pengelolaan ke depan, diupayakan harus dalam bentuk konsorsium. Siapapun yang berminat, terutama pengusaha angkot bisa bergabung dalam wadah konsorsium,” tandasnya.
Terkait PT Horison Komunikasi selalu pemenang lelang investasi pembangunan 32 shelter, Prijo menjelaskan, badan usaha ini dengan investasi Rp 13,5 milyar, memperoleh hak pengelolaan reklame disetiap shelter selama 15 tahun dengan beban pajak reklame sepenuhnya tanggung jawab investor. berhak menglola Subsidi secara bertahap kita kurangi ketika shelter dan sistemtiket elektronik smart card 32 TMB sudah terbangun dan diopersikan. Sistem tiketing elektronik ini mengontrol pendapatan dan jumlah penumpang pada tiap tiap shelter secara aktual. Ini akan meminimalisasi kemungkinan terjadinya kebocoran pendapatan,” jelas Prijo. (Herdi)