BANDUNG (Lintasjabar.com),- Kementerian Lingkungan Hidup mulai tahun ini akan menambah indikator atau kriteria penilaian penghargaan Piala Adipura. Jika sebelumnya penilaian hanya berdasarkan pada kebersihan lingkungan, penghijauan dan sampah, maka sekarang dicantumkan poin kualitas air dan udara. Demikian disampaikan Menteri Lingkungan Hidup RI, Gusti Muhammad Hatta kepada wartawan di sela-sela mengunjungi Eco-Festival yang diselenggarakan Pemkot Bandung, di Balai Kota Bandung, Jln. Wastukancana, Selasa (21/9).
“Dengan adanya penambahan kriteria, tidak menutup kemungkinan kota/kabupaten penerima Piala Adipura bisa berkurang. Jadi mulai tahun ini kita tambahkan kriteria kualitas air dan udara. Dengan kata lain, bisa saja nanti kabupaten/kota yang mendapatkan Piala Adipura akan menurun jumlahnya,” katanya.
Namun demikian, ditandaskan Gusti hal itu bukan berarti jelek, hanya saja ada tambahan parameter penilaian. Ditambahkannya, penambahan kualitas air dan udara berdasarkan pada pentingnya kedua unsur tersebut dalam kehidupan. Di samping tentunya kriteria yang sudah ada sebelumnya yaitu kebersihan lingkungan, penghijauan dan sampah. Ditegaskannya, yang dimaksud kualitas air maksudnya air sungai.
Di samping kualitas air dan udara, Gusti pun menambahkan bahwa partisipasi masyarakat dalam meningkatkan perbaikan kualitas lingkungan kotanya menjadi kriteria tambahan. Semakin tinggi partisipasi masyarakat, maka semakin tinggi pula penilaiannya.
Menteri LH memuji upaya Kota Bandung dalam menciptakan lingkungan yang baik. Meski selama ini sampah masih menjadi kendala, namun Pemkot Bandung sangat peduli terhadap lingkungan dan itu ditunjukan melalui program penanaman pohon serta terobosan terkait revolusi hijau yang dicanangkan Kota Bandung serta langkah penghijauan lainnya.
Menyikapi penambahan point sebagai parameter untuk Adipura, tidak menjadikan kaget Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda. Bahkan dirinya merasa dengan adanya penambahan kedua point tersebut Kota Bandung merasa optimis sebab Kota Bandung dalam kedua hal tersebut sudah lebih baik ketimbang dengan kabupaten/kota lain.
Hal tersebut tentunya menjadi angin segar bagi kiprah yang dilakukan PDAM Kota Bandung, sebab dijelaskan Direktur Air Limbah PDAM Kota Bandung, Ir. Pian Sopian, MT beberapa waktu lalu, sejauh ini PDAM Kota Bandung sebagai pihak yang mengurus air minum dan air limbah atau air kotor, tengah melakukan penataan termasuk dalam kaitan pengolahan air limbah. Namun demikian, sebagai salah satu institusi pengolah air limbah/kotor, PDAM membatasi diri tidak berkiprah di limbah industri tetapi hanya di limbah domestic (rumahtangga). Dijelaskannya, dari tahun 1914, Kota Bandung telah memiliki system perpipaan, secara teknik istilahnya adalah offside dan Onside. Offside yaitu jaringan perpipaan yang padfa prosesnya kemudian masuk ke pengolahan Bojongsoang sementara onside lebih dikenalnya system septicthank.
“Jaringan induk layanan air kotor di sepanjang Jalan Soekarno Hatta arah ke IPAL Bojongsoang. Sejauh ini cakupan layanan sudah mencapai 58%, dan diharapkan dengan system penataan perpipaan diharapkan ada peningkatan sebesar 2 %. Jadi kita harap sampai 2015 diperhitungkan sudah mencapai 70%,” terangnya.
Walau demikian, dikatakan Pian, investasi dalam pengelolaan air limah/kotor sangat mahal berbeda dengan pengelolaan air bersih. Kendati mahal, namun hal itu menjadi tantangan sehingga diupayakan di kota Bandung tidak ada lagi yang buang air kecil/besar (BAK/BAB) sembarangan, minimal dari pembuangan di rumah melalui closhet masuk ke saluran septicthank. Hingga masuk sistem perpipaan dan mengalir langsung ke pengolahan IPAL Bojongsoang. Berbeda bila kondisi masyarakat di wilayah bantaran sungai, tentunya langsung membuang air kotoran langsung ke sungai.
Sehingga dengan system perpipaan dengan koneksi langsung ke pengolahan Bojongsoang, diharapkan Pian, dapat menyelamatkan sungai citarum agar tidak bertambah parah akibat pencemaran dari limbah domestic.
Maka itu, kata Pian, Kota Bandung haruslah berbangga diri sebab tidak semua kota memiliki sistem perpipaan seperti kota bandung. Sejauh ini hanya Kota Medan, Cirebon, Solo, dan Semarang yang memiliki sistem perpipaan. Jadi pengelolaan air kotor di Kota Bandung, dengan sarana serta sistem perpipaan yang sudah tertata dengan baik dapat berjalan maksimal. Malah pihaknya menargetkan 2 persen setara dengan 3000/tahun dalam menambah sambungan pipa rumah. Ini agar benar-benar terkoneksikan dengan saluran pipa yang tersedia agar pke depan bisa langsung masuk ke IPAL Bojongsoang. Sehingga Citarum bisa berpotensi kembali baik, sebagai air baku yang relatif tidak banyak tercemari.
Untuk itu, terang Pian, agar Sungai Citarum tidak tambah tercemar, PDAM Kota Bandung wujudkan sanitasi sehat. (Herdi)