Penolakan RUU HIP Wajar Sebagai Bentuk Kekhawatiran Masyarakat Masuknya Komunisme

anggota MPR RI, Haerudin tengah paparkan sosialisasi empat pilar kebangsaan di PD Persistri Kabupaten Garut

[lintasjabar tkp=”GARUT”] Hingga kini di beberapa daerah gelombang aksi massa penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih terus saja berlangsung. Dalam tuntutan tertulis di poster dan spanduk yang dibentangkan massa aksi diantaranya menuliskan tuntutan pencabutan RUU HIP dari Prolegnas, selain itu pula aksi mereka juga menuntut agar diusut inisiator dari RUU HIP.

RUU HIP menjadi polemik di tengah masyarakat. RUU usulan DPR itu dipermasalahkan karena dianggap memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila.

Menyikapi hal itu, anggota MPR RI, Haerudin, S.Ag,. MH menegaskan gelombang penolakan RUU HIP tersebut merupakan sebuah kewajaran, oleh karena bentuk kehawatiran masyarakat pada substansi dari RUU HIP yang memasukan paham dan ideologi komunis.


“Sebagai bentuk kekhawatiran, wajar bila di kalangan masyarakat melakukan aksi turun ke jalan menyuarakan penolakan RUU HIP dan menuntut dicabutnya RUU HIP itu dari prolegnas karena dalam konsideran RUU tersebut menghapus dan tidak memasukan TAP MPRS XXV/MPRS/1966,” terang Haerudin yang juga anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam paparan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Aula Kantor Bersama PD Persis Kabupaten Garut, Selasa,(21/7/2020).

Dikatakan anggota Komisi IV DPR RI ini, wacana dalam RUU HIP yakni diantaranya memasukan Trisila dan Ekasila adalah bukan wacana kontemporer, pasalnya, lanjut dia, dahulu Presiden RI pertama Ir. Soekarno atau dikenal dengan panggila Bung Karno juga sempat pada masa itu mewacanakan hal tersebut akan tetapi para founding father di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sepakat tidak memasukan usulan tersebut dan tetap menjadi Pancasila, dan akhirnya Bung Karno pun menerimanya.

“Hal itu pernah terjadi dalam pidatonya pada 1 Juni, Bung Karno pernah menawarkan pilihan apakah mau menggunakan Trisila atau Eka sila? Tetapi saat itu BPUPKI menetapkan dan tercatat dalam piagam Jakarta bahwa tetap menggunakan pancasila sebagai Falsafah Negara,” ungkap legislator asal dapil Jabar XI meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya serta Kabupaten Garut ini.

Suasana yang didominasi kaum ibu-ibu sebagai peserta sosialisasi empat pilar

Dijelaskannya, RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS XXV Tahun 1996 yang melarang ajaran komunisme dalam konsideran. Maka itu, wajar dan cukup beralasan bila para demonstran melakukan aksi unjuk rasa karena kehawatiran munculnya paham dan gerakan komunisme di Indonesia dalam perspektif ideologi politik.

“Karena komunisme sangat bertolak belakang dengan Pancasila. Pancasila mengutamakan nilai-nilai musyawarah mufakat, sementara komunisme menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya,” tegas Haerudin.

Dihadapan peserta yang didominasi kaum ibu-ibu serta pengurus PD Persistri Kab. Garut, Haerudin sampaikan oleh karenanya umat Islam wajib menjaga pancasila sebagai nilai-nilai yang selaras dengan keyakinan Islam dari upaya pihak-pihak yang ingin memasukan nilai-nilai komunisme dan sejenis lainnya ke dalam nilai-nilai Pancasila.

“Pancasila sebagai falsafah. Lima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Diantaranya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia,” paparnya.

Dipaparkan, Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa Indonesia, pada hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat fundamental, sistematis, dan holistik. 

“Sila per sila yang tersusun adalah satu kesatuan yang bulat, utuh, dan hirarkis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu sistem filsafat,” jelasnya. 

[xyz-ips snippet=”bacajuga”]

Ditambahkan dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang berdasarkan kepada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.

Sedang Ketua PD Persistri Garut, Kakah Mastikah menyebut acara sosialisasi yang digagas pihaknya merupakan motivasi tersendiri untuk memberikan pencerahan informasi dan edukasi bagi jamaahnya di wilayah Garut. (Dent)

Tinggalkan Balasan