BANDUNG, LJ – Pondok pesantren (Ponpes) selain sebagai lembaga pendidikan Islam, keberadaannya juga banyak mempengaruhi asfek pendidikan, sosial, budaya, politik, keagamaan, seni, ekonomi, dan segala lini kehidupan masyarakat, sebagai sumber perubahan sosial, budaya, membangun peradaban bangsa, problem solving kepada masyarakat. Secara histori, adanya ponpes sudah berabad–abad lamanya hingga mampu mengakar di jiwa bangsa Indonesia.
Disamping itu, ponpes mampu mewujudkan pendidikan Islam multicultural, sebab kalangan pesantren bisa mengintegrasikan antara tradisi lama dan tradisi baru. Landasan yang dipakai itu inklusif, terbuka, dan mampu mengambil hal–hal baru untuk menerima perkembangan yang baru untuk kebaikan, sehingga pesantren bisa mengikuti arus modernitas, ataupun globalisasi, baik dalam hal pemikiran Islam, praktik pendidikan dan interaksi antar golongan.

Bahkan dari pesantren tidak sedikit melahirkan tokoh-tokoh lokal maupun nasional yang kini berkiprah baik di dunia pendidikan, politik, ekonomi, budaya, iptek maupun di bidang hukum.
Namun demikian, kenyataan di lapangan justru tidak sedikit bangunan ponpes kondisinya sangat memprihatinkan, ruang kelas belajar yang tidak nyaman, fasilitas belajar yang tidak memadai serta fasilitas pendukung lainnya seperti toilet dan asrama sebagai ruangan pondokan para santri yang kondisinya sudah rusak.
Hal itu yang mendasari anggota DPR RI, Haerudin Amin, S.Ag., MH melakukan roadshow kunjungan ke tiga pondok pesantren (Ponpes) diantaranya ke Ponpes Nurul Huda asuhan KH.Saefurrosyad yang berlokasi di Kampung Pasir jati Desa Peundeuy Kecamatan Peundeuy Kabupaten Garut, Ponpes An-Nur asuhan KH. Kholil serta Ponpes Assalam asuhan KH Nana Taryana di daerah Kabupaten Garut Selatan.
“Banyak Pesantren yang membutuhkan uluran tangan sekaligus perhatian dan dukungan dari pemerintah, sebab dari ponpes banyak melahirkan ulama, kyai, serta sumber daya manusia yang eksistensinya tidak diragukan. Untuk itu, pesantren harus punya tempat yang pantas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan dukungan serta perhatian pemerintah harus nyata,” tegas legislator dari Fraksi PAN ini, dalam press realease yang diterima redaksi kemarin.

Sebagai mandatory konstitusional, ia menilai hal itu berada di pundak pemerintah. Untuk itu, pembangunan berbasis pendidikan keagamaan yang sejauh ini pengelolaannya di ponpes sejatinya harus mendapatkan dukungan dan peran pemerintah secara nyata.
“Pesantren tak pernah berhenti mencetak kader pemimpin bangsa. Begitu pula pesantren pun berkontribusi secara aktif terus menerus terlibat penuh mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa. Santri, yang dibina dan dididik tidak hanya sekedar menjadi peserta didik mengaji kitab klasik bersama kyai sebab ada makna lain santri selain memperdalam keilmuan agama ketika saat itu Indonesia masih dalam penjajahan kolonial. Saat itu binaan dan didikan menjadi santri siap berjuang sangat didengungkan demi membela negara, mengusir penjajah dan tidak bergantungan dengan penguasa kolonial. Dan sikap kebangsaan ini selalu ditekankan di pesantren,” ujar Haerudin yang terpilih dari dapil Jabar XI ini.
Dipaparkan Haerudin, dalam sejarah mencatat bahwa santri dan para ulama adalah basis kekuatan dan Keutuhan NKRI. Dengan demikian anggota Komisi IX ini juga mengingatkan apa yang seharusnya pemerintah berikan bagi ponpes-ponpes di tanah air, dilihat dari eksistensi pesantren yang juga sebagai problem solver kepada masyarakat, dan sebagai pemberdayaan masyarakat malah ia memandang peradaban Indonesia hingga hari ini tidak lain buah dari pendidikan pesanten.
Semangat pendidikan Islam pesantren sesuai dengan nilai–nilai multikulturalisme di Indonesia yang bisa menjadikan masyarakat beragama yang santun, ramah dan beradab. Semangat multikulturalisme itu diyakini Haerudin karena untuk menghindari terjadi konfik yang bernuansa perbedaan.
“Multikulturalisme adalah cara untuk mewujudkan dunia yang damai, sejahtera, aman, saling menghargai dan mengakui terhadap perbedaan,” tandasnya. (San)