Prof. Dr. Uman Suherman Himbau Agar Jangan Coba-coba Menjadi Plagiator

BANDUNG, LJ – Jurnal predator adalah jurnal plagiat yang dibuat para pebisnis dengan tujuan lebih kepada mencari profit atau keuntungan semata. Dan justru bisnis tersebut tumbuh subur, karena dosen banyak yang tidak paham bagaimana cara menulis yang baik.

Karena yang disebut plagiat itu, bukan hanya plagiat kepada orang lain tetapi ada pula yang disebut, auto plagiat.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat Prof. Dr. Uman Suherman, AS. M.Pd kepada wartawan disela acara Seminar Nasional Teknik Publikasi Artikel Bereputasi Internasional dan Manajemen Agreditasi di Hotel Papandayan Bandung, Selasa (27/11).

Menurutnya, menulis artikel dan jurnal adalah kewajiban seorang dosen, agar punya kapasitas yang bagus, dan layak untuk naik panggung.

“Pemahamannya jangan dibalik. Menulis untuk naik panggung. Akibatnya, banyak muncul jurnal predator,” kata Prof Umam.

Oleh karenanya ia menghimbau untuk jangan coba-coba menjadi seorang plagiator. Sebab, terangnya, saat ini banyak alat dan aplikasi yang bisa mendeteksi ada tidaknya unsur plagiat dalam karya tersebut.

Kendati demikian, ia tegaskan bahwa ada juga batas toleransi pada sebuah karya tulisan atau makalah tidak dinilai plagiat bila hanya memuat kesamaan hanya 20 persen dari karya asli.

“Kalau, hanya 20 persen itu bisa dimaklumi, tetapi kalau sudah sampai 75 persen apalagi 100 persen maka harus diperbaiki. Terhadap yang 20 persen tersebut juga harus disebutkan sumber-sumbernya,” terangnya.

Sumber dalam jurnal itu, tambah Prof Uman, juga bisa jadi tolak ukur terhadap keaslian sebuah karya, karena sumber juga harus tertera di dalam daftar pustaka. Kalau tidak ada, maka disebut plagiat juga.

Sementara itu, Penyelenggara seminar dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (P3M) FEB Universitas Winayamukti (Unwim), Dr. H. Dodi Sukmayana, SE.MM, mengatakan seminar nasional yang kali ini mengusung tema Teknik Publikasi Artikel Bereputasi Internasional dan Manajemen Agreditasi mendapat animo besar dari peserta. Bahkan peserta yang terdaftar melebihi dari kuota penyelenggara.

“Kita buka pendaftaran dan awalnya hanya menargetkan penerimaan 100 peserta tetapi hingga acara sekarang dilaksanakan ada 150 peserta yang hadir terdaftar. Bahkan sedianya hanya diperuntukkan bagi mahasiswa S3 se Bandung Raya tetapi kenyataannya banyak diburu mahasiswa-mahasiswa S3 dari beberapa provinsi lain di Indonesia. Diantaranya ada dari Universitas Tadulako Sulteng dan juga ada mahasiswa-mahasiswa berasal dari Provinsi Riau,” ujar Dodi.

Munculnya animo tersebut, sambung Dodi kemungkinan peserta melihat subtansi tema acara dengan pemateri-pemateri kredibel serta kompeten yang dihadirkan penyelenggara dalam seminar.

Daya tarik lainnya, dikemukakan Dodi, adalah juga karena biayanya yang relatif murah untuk sekelas seminar nasional bahkan bisa dikatakan biaya kaki lima tetapi tempat dan lokasinya menggunakan hotel bintang lima.

Selain pula seminar dilaksanakan dengan tujuan mencegah plagiat menjadi budaya dan membuat karya tulis tidak harus serba instan tetapi harus melalui proses agar tetap menjaga kekayaan khasanah intelektual.

Dikatakannya, Unwim baru kali ini menggelar seminar nasional dan diselenggarakan untuk memberikan wawasan kepada masyarakat, bahwa sebetulnya untuk membuat jurnal bertaraf internasional mudah, dan biayanya pun tidak mahal, asal mau menjalankan prosesnya.

“Jurnal predator ada karena banyak yang belum tahu cara membuat jurnal dengan baik,” tegasnya.

Selain itu, pengguna jasa jurnal predator juga akan rugi besar saat aplikasi mengatakan bahwa jurnal yang telah dibuatnya adalah jurnal predator.

“Sangat disayangkan jika mereka mesti bayar mahal-mahal kepada pengysaha jasa tetapi jurnal yang dihasilkannya itu tidak bermutu. Jadi akibatnya, kalau mereka ingin menaikkan tingkat, jenjang dosen, otomatis jurnalnya tidak akan diakui, karena memang jurnalnya dinilai jurnal predator,” pungkas Dodi. (Ihsan)

Tinggalkan Balasan