CIAMIS (Lintasjabar.com),- Sejumlah petani di wilayah Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis mulai dilanda was-was areal persawahannya bakal kekeringan. Tanda tanda bakal kekeringan tersebut berkenaan dengan surutnya debit air pada saluran irigasi sekunder di wilayah tersebut yang turun hingga delapan puluh persen.
Pantauan di lokasi menyebutkan sejumlah petak areal persawahan tampak sudah kering, bahkan beberapa diantaranya tanahnya sudah retak. Areal persawahan tersebut baru ditanami padi berumur sekitar enam belas hari. Pada umur tersebut semestinya tanaman padi sedang membutuhkan banyak air untuk menunjang pertumbuhannya.
Sementara itu beberapa areal lainnya juga masih terdapat air, akan tetapi jumlahnya tidak banyak. Areal yang sawahnya masih mberair tersebut, lokasinya tidak jauh dari saluran irigasi yang menjadi sumber utama pengairan persawahan di wilayah tersebut.
“Terus terang musim tanam kali ini petani diliputi was-was, kalau turun hujan tanaman masih bisa selamat, tetapi kalau kemarau panjang, tanaman bakal mati. Saat ini saja kami terpaksa harus berjuang mendapatkan pasokan air yang diatur secara giliran,” ungkap Ny. Aminah (45) petani di Handapherang ketika sedang membersihkan batang tanaman padi yang kering, Rabu (15/6).
Dia mengaku memasuki masa tanam kedua pada tahun ini, masih berharap tetap turun hujan. Dengan berdasarkan perkiraan tersebut, dia tetap mengolah sawah, mulai dari membajak sampai dengan menanam padi. Aminah mengatakan pada saat itu tidak memerkirakan bakal tidak turun hujan, seperti halmnya hujan yang turun sepanjang tahun sebelumnya.
“Mungkin perkiraan kami salah karena sudah dua minggu ini tidak turun hujan. Masih lumayan jika mendapat pasokan air dari irigasi,” tuturnya.
Ny Aminah bersama suaminya, Kamid (50) mengaku prihatin dengan adanya ancaman kekeringan. Namun demikian keduanya mengaku sudah pasrah apabila terjadi kemarau panjang. Keduanya mengungkapkan tanda-tanda bakal terjadi kemarau pajang. Misalnya aing yang terus menerus bertiup, ditambah dengan suhu yantg relatif lebih dingin dibandingkan sebelumnya.
“Kalau biasanya tidak begitu dingin, tetapi sekarang udara dingin dan terus menerus ada angin. Mau bagaimana lagi kalau iklimnya sudah begini,” ujarnya.
Untuk mendapatkan jatah air dari saluran irigasi Cipalih Nagawiru, ungkapnya petani sudah mulai melakukan penjagaan. Hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan adanya petanui lain yang menyerobot jatah air. “Kalau saluran tidak ditunggi, kami khawatir tidak mendapat air karena diserobot yang lain,” tuturnya.
Di tempat terpisah, Pelaksana Bidang PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air) Kecamatan Cijeungjing, Dodo Herawan mengungkapkan dua minggu tidak turun hujan menyebabkan debit air di saluran sekunder yang melintas di wilayah tersebut turun hingga delapan puluh persen. Selama ini saluran tersebut mendapatkan air dari Dam Cipalih dan Nagawiru. Dalam kondisi normal saluran tersebut mampu mengairi areal persawahan seluas 600 hektar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cijuengjing dan Ciamis.
“Dengan debit yang semakin turun, otomatis harus dilakukan penggiliran air. Untuk pembagian jatah air sudah ada jadualnya. Turunnya debit air sangat drastis, dan berlangsung dalam waktu yang singkat,” tuturnya.
Dia mengatakan meskipun dilakukan pembagian atau penjatahan air, akan tetapi tidak mampu memberikan pengairan untuk seluruh areal persawahan yang ada di tempat tersebut. Untuk persawahan yang berada di saluran, keadaaanya relatif lebih baik karena masih tercupkupi air. Sebaliknya yang berada jauh dari saluran atau berada di ujung akan lebih sedikit mendapatkan air.
“Kalu kemarau panjang sawah yang berada di ujung atau paling jauh dari jangkauan saluran irigasi, kemungkinan tidak mendapatkan air, kekeringan. Sedangkan yang berada dekat dengan saluran air, masih bisa dilayani pengairannya,” jelasnya. (Yud)