BANDUNG (Lintasjabar.com),- Good Governance atau kepemerintahan yang baik, bisa terwujud hanya jika pemerintah benar-benar sudah bersih dari praktek korupsi. Mewujudkannya perlu upaya pemberantasan dan pencegahan, tidak saja dilakukan pemerintah, tapi juga swasta dan masyarakat. Terlebih karena pemerintah, swasta dan masyarakat sangat disadari merupakan potensi yang dapat melakukan tindak korupsi.
Upaya pencegahan korupsi, pemerintah melalui Surat Edaran Menpan RI Nomor SE/06/MPAN/2004 tentang pelaksanaan Pakta Integritas, bertekad menjadikan propinsi, kabupaten dan kota di Indonesia menjadi wilayah-wilayah pencegahan korupsi. Diupayakan dengan menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintah yang bersih, berwibawa, transparan, akuntabel, dipercaya dan bebas dari praktik KKN.
“Upaya pencegahan korupsi bukan sekedar penting tapi sudah jadi kebutuhan. Ini bagian dari tugas kepala daerah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, sekaligus upaya peningkatan pelayanan publik,” papar Wali Kota Bandung, H Dada Rosada yang juga Ketua Forum Pakta Integritas (Forpi) Jabar dalam acara fasilitasi dan sosialisasi pencegahan korupsi dan implementasi Pakta Integritas kabupaten/kota se Jawa Barat, di Ruang Serbaguna Bermartabat Balaikota Bandung, Jalan Wastukancana 2, Rabu (2/2).
Acara ditandai penandatanganan Pakta Integritas. Dunia usaha dilakukan Hj Pujiningtiyas pengusaha dari PT Bandung Exelent Tour and Travel, Yoseph Soenaryo (PT Tanaka Persada Permai), Achmad Syarfane (PT Prosdhika ) dan Ramto Setiawan (PT Batununggal Perkasa). Arief Prayitno (masyarakat) dan Hj Lili Djuariah (birokrasi/bendahara pengeluaran Badan Kepegawaian Daerah Pemkot Bandung).
Mewujudkan good governance, kata Dada, diperlukan upaya yang sistemik juga dukungan seluruh komponen bangsa termauk kalangan swasta dan masyarakat. Perlu adanya satu kesatuan sikap perilaku dari setiap individu maupun kelompok untuk berani mencegah dan tidak melakukan tindak korupsi, satu diantaranya melalui Pakta Integritas.
Pakta Integritas yang ditandatangani diatas sehelai kertas bermeterai, jelas Dada, merupakan janji moral dan komitmen untuk melaksanakan tugas sesuai kewenangan dan taat azas. Pakta Integritas ditegaskannya, bagi birokrasi mencegah para pimpinan, pejabat dan aparat melakukan penyimpangan yang menjurus pada tindakan korupsi, seperti mark up, suap dan pungutan liar. Pakta Integritas meningkatkan kredibilitas pemerintah, mendorong peningkatan pelayanan publik, peningkatan kinerja berkualitas, efisien dan efektif,” ujarnya.
Asisten Deputi Pemberantasan Korupsi dan Pengawasan Masyarakat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan), Iskandar Hasan mengatakan, reformasi birokrasi termasuk didalamnya program pencegahan korupsi adalah bagian dari penciptaan pemerintahan yang bersih. Indonesia mentargetkan di 2025 menjadi birokrasi yang berkelas dunia. Mewudjudkannya, diperlukan perencanaan dan grand desain reformasi birokrasi yang terarah, yang dalam hal ini telah ditetapkan dalam Perpres 81/2010. Dalam Perpres ini terdapat 9 area perubahan yang akan dilakukan, antara lain perubahan dibidang organisasi, SDM, tata laksana, peraturan perundang-undangan, akuntabilitas dan pengawasan. Secara bertahap semuanya akan perbaiki, disesuaikan dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).
“Tujuan pelaksaanaan reformasi birokrasi dalam pencegahan korupsi ini, sama, identik dan persis apa yang dijadikan tujuan sasaran di dalam Inpres 5/2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi,” terangnya.
Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menyatakan, pencegahan tindak pidana korupsi sangat penting dan strategis. Menurutnya, jika merujuk Undang Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang tindak pidana korupsi, maka yang harus ditangkap minimal 60 % dari 4 juta PNS, 60 % wali kota/bupati dan gubernur seluruh Indonesia, 60 % anggota DPR, DPRD sampai BUMN dan BUMD. Namun resikonya penjara tidak cukup dan biayanya cukup besar, ketika mereka keluar korupsi jalan terus. (Herdi)